Selasa, 22 November 2011

KTSP

KTSP
DI  
S
U
S
U
N
OLEH :
ZULIADEN JAYUS

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH
BANDA ACEH
2011
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan model kurikulum yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai penyempurnaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kurikulum ini lahir seturut dengan tuntutan perkembangan yang menghendaki desentralisasi, otonomi, fleksibilitas, dan keluwesan dalam penyelenggaraan pendidikan. Pengalaman selama ini dengan sistem pendidikan yang sentralistik telah menimbulkan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap pusat sehingga kemandirian dan kreativitas sekolah tidak tumbuh. Dalam pada itu pendidikan pun cenderung mencerabut siswa-siswi dari lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan baru berupa desentralisasi yang ditandai dengan pemberian kewenangan kepada sekolah untuk mengelolah sekolah.
            Desentralisasi pendidikan bertujuan untuk meningkatkan mutu layanan dan kinerja pendidikan, baik pemerataan, kualitas, relevansi, dan efisiensi pendidikan. Selain itu desentralisai juga dimaksudkan untuk mengurangi beban pemerintah pusat yang berlebihan, mengurangi kemacetan-kemacetan jalur-jalur komunikasi, meningkatkan (kemandirian, demokrasi, daya tanggap, akuntabilitas, kreativitas, inovasi, prakarsa), dan meningkatkan pemberdayaan dalam pengelolaan dan kepemimpinan pendidikan. Ada dua kepentingan besar dari desentralisasi pendidikan, pertama, untuk meningkatkan kinerja pendidikan. Kedua, mengurangi beban pusat, sebab dikhawatirkan jika pusat terus dibebani tanggung jawab pengelolaan pendidikan, maka mutu pendidikan akan terus melorot.
            Bahwa salah satu cara yang dapat ditempuh adalah diberlakukannya manajemen pendidikan berbasis pada sekolah (school based education) dan model perencanaan dari bawah (bottom up planning). Mengenai kecenderungan merosotnya pencapaian hasil pendidikan selama ini, langkah antisipatif yang perlu ditempuh adalah mengupayakan peningkatan partisipasi masyarakat terhadap dunia pendidikan, peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan, serta perbaikan manajemen di setiap jenjang, jalur, dan jenis pendidikan". Salah satu komponen yang didesentralisasi melalui penerapan School Based Management adalah pengelolaan kurikulum.
            Kurikulum yang dibuat oleh pemerintah pusat adalah kurikulum standar yang berlaku secara nasional. Padahal kondisi sekolah pada umumnya sangat beragaman. Oleh karena itu, dalam implementasinya, sekolah dapat mengembangkan (memperdalam, memperkaya, memodifikasi), namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional. Selain itu, sekolah diberi kebebasan untuk mengembangkan muatan kurikulum lokal.
            Atas dasar inilah diperlukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai kurikulum operasional sekolah. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 bab I pasal 1 point (15), menyatakan, "KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan." Jadi, dalam KTSP sekolah diberikan keluwesan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan karakteristik, kebutuhan dan potensi sekolah dan daerah. Dalam Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah yang dikeluarkan oleh Badan Tandar Nasional Pendidikan 2006, dinyatakan bahwa:
KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
            Sejauh ini KTSP telah dilaksanakan di wilayah Republik Indonesia, walaupun belum merata karena berbagai faktor, antara lain faktor geografis, bahwa wilayah Indonesia yang berbentuk kepulauan menjadi hambatan tersendiri, faktor lain adalah kesiapan sekolah dalam mengimplementasi KTSP. Kecenderungan selama ini bahwa sekolah hanya mengharapkan kurikulum dari pusat telah menimbulkan sikap ketergantungan yang kuat, sehingga kemandirian apalagi kreativitas belum tumbuh, tentu menjadi hambatan tersendiri.
            Perlu dicatat bahwa seturut dengan lahirnya KTSP, pemerintah masih menggunakan Ujian Nasional untuk mengukur mutu, sekaligus menentukan kelulusan siswa. Padahal dalam KTSP tidak dikenal Ujian Nasional, karena namanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan kurikulum yang dikembangkan dari kebutuhan dan karakteristik sekolah. Persoalan semakin intens ketika dihubungkan dengan kepentingan bangsa dalam hubungan dengan nation character building


BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Kurikulum
            Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, yang meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik.

a. Kurikulum sebagai jalan meraih ijazah
            Pada pendidikan formal terdapat jenjang-jenjang pendidikan yang selalu berakhir dengan dengan ijazah atau surat tanda tamat belajar (STTB). Seseorang yang telah mnyelesaikan satu jenjang pendidikan dalam kenyataannya telah melalui suatu jalur pacuan yang terdiri dari berbagai mata pelajaran/bidang studi beserta isi pelajarannya dan berakhir pada ijazah. Jadi, kurikulum merupakan jalan yang berisi sejumlah mata pelajaran/bidang studi dan isi pelajaran yang harus dilalui untuk meraih ijazah.

b. Kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran
            Kurikulum sebagai jalan meraih ijazah mengisyaratkan adanya sejumlah mata pelajaran/bidang studi atau isi pelajaran yang harus diselesaikan oleh siswa. Lebih jauh, orang sering menyebut bahwa isi dari pelajaran tertentu dalam program dikatakan sebgai kurikulum. Dengan demikian tidaklah mengejutkan apabila ada orang mengemukakan kurikulum sebagi mata dan isi pelajaran.

c. Kurikulum sebagai rencana dan kegiatan pembelajaran
            Definisi kurikulum seperti dikemukakan oleh Winecoff ialah sebagai satu rencana yang dikembangkan untuk mendukung proses mengajar/belajar di dalam arahan dan bimbingan sekolah, akademi atau universitas dan para anggota stafnya.




d. Kurikulum sebagai hasil belajar
            Semua rencana hasil belajar yang merupakan tanggungjawab sekolah adalah kurikulum. Dengan demikian kurikulum sebagai hasil belajar merupakan serangkaian pengorganisasian cara-cara sistematis untuk mewujudkan hasil belajar yang diharapkan.

e. Kurikulum sebagai pengalaman belajar
            Setiap orang yang terlibat dalam pengimplementasian kurikulum tersebut akan memperoleh pengalaman belajar. Definisi ini ditunjang dengan pendapat Foshay yang mengamati bahwa istilah kurikulum didefinisikan sebagai semua pengalaman seorang siswa yang diberikan di bawah bimbingan sekolah. Kurikulum sebagai pengalaman belajar mencakup pula tugas-tugas belajar yang diberikan oleh guru untuk dikerjakan siswa di rumah.
            Dalam pengembangan kurikulum terdapat dua proses utama, yakni pengembangan pedoman kurikulum dan pengembangan pedoman instruksional.
  1. Pedoman kurikulum meliputi:
-          Latar belakang yang berisi rumusan falsafah dan tujuan lembaga pendidikan, populasi yang menjadi sasaran, rasional bidang studi atau mata kuliah, struktur organisasi bahan pelajaran.
-          Silabus yang berisi mata pelajaran secara lebih terinci yang diberikan yakni scope (ruang lingkup) sequence-nya (urutan penyajiannya).
-          Desain evaluasi termasuk srtategi revisi atau perbaikan kurikulum mengenai:
i.bahan pelajaran (scope dan sequnce).
ii.                  organisasi bahan dan strategi instruksionalnya.

  1. Pedoman instruksional untuk tiap mata pelajaran yang dikembangkan berdasarkan silabus

B. Pengertian KTSP
  • Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.

  • KTSP diberlakukan di Indonesia mulai tahun ajaran 2006/2007, menggantikan Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Pemberlakuan KTSP didasarkan pada peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 tahun 2006. Menurut permendiknas tersebut KTSP adalah kurikulum yang dikembangkan dan ditetapkan pada tingkat sekolah (satuan pendidikan), baik satuan pendidikan dasar (Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama) maupun menengah (Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan),sesuai kebutuhan satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan pada :

            Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 sampai dengan Pasal 38;
            Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 5 sampai dengan Pasal 18, dan Pasal 25 sampai dengan Pasal 27;
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
            Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Secara khusus tujuan ditetapkan KTSP adalah untuk :
·         Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
·         Meningkatkan kompetensi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang dicapai.
·         Meningkatkan mutu pendidikan melelui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.

C. Kendala Penerapan KTSP di Sekolah

1.      KTSP mengharuskan sekolah untuk membuat/menyusun kurikulum sendiri, tidak seperti kurikulum sebelumnya yang sudah disediakan untuk langsung diadopsi dan diterapkan di sekolah. Oleh karena itu, hal ini dianggap memberatkan.
2.      Belum semua guru-gurunya memahami apa itu KTSP.
  1. Mekanisme penyusunan KTSP memerlukan waktu dan perencanaan yang matang. KTSP menghendaki keterlibatan guru, kepala sekolah, Komite sekolah untuk duduk bersama menyusun dalam proses penyusunannya. Olehkarena itu perlu memahami mekanisme penyusunan KTSP:
  2. Guru harus menyusun indikator sendiri, mencari bahan ajar yang sesuai dan sebagainya mengikuti kurikulum yang telah disusun tersebut.
  3. Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan sekolah. Sebagian besar guru belum bisa diharapkan memberikan kontribusi pemikiran dan ide-ide kreatif untuk menjabarkan panduan kurikulum itu (KTSP), baik di atas kertas maupun di depan kelas. Selain disebabkan oleh rendahnya kualifikasi, juga disebabkan pola kurikulum lama yang terlanjur mengekang kreativitas guru.
  4. Belum maksimalnya sosialisasi dan pelatihan terhadap guru-guru, bahkan masih ada guru-guru yang belum mendapat sosialisasi dan pelatihan, sehingga masih banyak para guru dan pemangku kepentingan (stakeholders) yang belum memahami KTSP.
  5. Masih banyak guru-guru yang berpersepsi sebagai penerima-pasif pengambilan keputusan kurikulum.

D. Pengertian Kurikulum dan KTSP
            Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, yang meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik.
            Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan dan silabus.
Pengembangan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam pengembangan kurikulum. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan). Selain itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005.
            Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sebagai kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan diharuskan dapat memenuhi standar nasional pendidikan. Walaupun dikembangkan sendiri oleh masing-masing sekolah sesuai dengan karakteristik, dan kebutuhan sekolah namun harus mengacu pada standar isi yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan. Menurut Panduan penyusunan KTSP, Standar Isi (SI) mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Termasuk dalam SI adalah: kerangka dasar dan struktur kurikulum, standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) setiap mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang pendidikan dasar dan menengah. SI ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 22 Tahun 2006.
            Pemahaman yang dapat dibangun dari rumusan panduan di atas adalah, antara standar isi dan standar kelulusan jelas memiliki korelasi, bahwa standar isi memberikan arahan bagi pengembangan silabus di tingkat sekolah yang selanjutnya diharapkan dapat mencapai standar kompetensi lulusan.

E .Landasan Dan Tujuan Pengembangan KTSP

1.Landasan
  • Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu: pasal 1 ayat ( 19 ), pasal 17 ayat ( 1, 2, 3 , 4 ) pasal 32 ayat (1, 2, 3 ), pasal 35 ayat (1, 2) , pasal 36 ayat ( 1, 2, 3, 4 ), pasal 37 ayat (1), pasal 38 ayat (1, 2, )

  • •Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yaitu: pasal 1 ayat (5, 13, 14, 15 ), pasal 4 ayat (1,2 ), pasal 5 ayat ( 1, 2 ), pasal 6 ayat ( 6 ), pasal 7 ayat ( 1,2,3,4,5,6,7,8 ), pasal 8 ayat (1, 2, 3 ), pasal 10 ayat ( 1,2, 3, ), pasal 11 ayat ( 1, 2, 3, 4 ), pasal 13 ayat ( 1,2,3,4 ), pasal 14 ayat ( 1,2,3 ), pasal 16 ayat ( 1,2,3,4,5 ), pasal 17 ayat ( 1,2 ), pasal 18 ayat ( 1,2,3 ), dan pasal 20

  • Standar Isi
Standar Isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Berikut ini yang termasuk dalam Standar Isi adalah:
1.      Kerangka dasar dan struktur Kurikulum,
2.      Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar setiap mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang pendidikan dasar dan menengah. Standar Isi ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 22 Tahun 2006.

·         Standar Kompetensi Lulusan
SKL merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagaimana ditetapkan dalam Kepmendiknas No. 22 Tahun 2006.

2.Tujuan KTSP
Tujuan ditetapkan KTSP adalah untuk mendirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam mengembangkan kurikulum. Secara khusus tujuan ditetapkan KTSP adalah untuk :
  1. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
  2. Meningkatkan kompetensi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang dicapai.
  3. Meningkatkan mutu pendidikan melelui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.

F. Prinsip Pengembangan KTSP
            KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut :
1)      berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan siswa dan lingkungannya;
2)      Beragam dan terpadu;
3)      Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni;
4)      Relevan dengan kebutuhan kehidupan;
5)      Menyeluruh dan berkesinambungan;
6)      Belajar sepanjang hayat; dan
7)      Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

Selain itu, KTSP disusun dengan memperhatikan acuan operasional sebagai berikut:
a.       Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia
b.      Peningkatan potensi, kecerdasan dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan siswa
c.       Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan
d.      Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
e.       Tuntutan dunia kerja
f.       Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
g.      Agama
h.      Dinamika perkembangan global
i.        Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
j.        Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
k.      Kesetaraan gender
l.        Karakteristik satuan pendidikan


BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
            Hampir tiga tahun KTSP ditetapkan untuk dilaksanakan, namun berbagai permasalahan dan kendala masih dihadapi oleh sekolah maupun guru. Di satu sisi setiap sekolah harus melaksanakan KTSP, di sisi lain berbagai macam permasalahan dan kendala sampi saat ini masih belum dapat diselesaikan. Hal tersebut tidak hanya terjadi di sekolah-sekolah yang jauh dari kota besar, tetapi juga terjadi di sekolah-sekolah yang berdekatan dengan kota besar, bahkan di kota besar seperti Jakarta ini yang kelihatannya adem ayem, tetapi sebenarnya menyimpan berbagai persoalan yang sampai saat ini belum bisa teratasi. Diantara kendala-kendala yang dihadapi sekolah dalam menyusun KTSP adalah :
  1. KTSP mengharuskan sekolah untuk membuat/menyusun kurikulum sendiri, tidak seperti kurikulum sebelumnya yang sudah disediakan untuk langsung diadopsi dan diterapkan di sekolah. Oleh karena itu, hal ini dianggap memberatkan.
  2. Belum semua guru-gurunya memahami apa itu KTSP.
  3. Mekanisme penyusunan KTSP memerlukan waktu dan perencanaan yang matang. KTSP menghendaki keterlibatan guru, kepala sekolah, Komite sekolah untuk duduk bersama menyusun dalam proses penyusunannya. Olehkarena itu perlu memahami mekanisme penyusunan KTSP:
  4. Guru harus menyusun indikator sendiri, mencari bahan ajar yang sesuai dan sebagainya mengikuti kurikulum yang telah disusun tersebut.
  5. Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan sekolah. Sebagian besar guru belum bisa diharapkan memberikan kontribusi pemikiran dan ide-ide kreatif untuk menjabarkan panduan kurikulum itu (KTSP), baik di atas kertas maupun di depan kelas. Selain disebabkan oleh rendahnya kualifikasi, juga disebabkan pola kurikulum lama yang terlanjur mengekang kreativitas guru.
  6. Belum maksimalnya sosialisasi dan pelatihan terhadap guru-guru, bahkan masih ada guru-guru yang belum mendapat sosialisasi dan pelatihan, sehingga masih banyak para guru dan pemangku kepentingan (stakeholders) yang belum memahami KTSP.
DAFTAR PUSTAKA
1.                  PPPG Teknologi Bandung, Pengantar KTSP, http://www.sma1 sltg.sch.id/modules.php?name=Content&pa=showpage&pid=14, 05 Februari 2007
2.                  Pikiran Rakyat, Kepsek Belum Paham KTSP,http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/012007/08/0701.htm, 08 Januari 2007
3.                  Media Indonesia, Dibawah Sandra kurikulum , http://urip. Wordpress .com /2006/10/04/ di-bawah-sandera-kurikulum /, Rabu 04 Oktober 2006
4.                  PPPG Teknologi Bandung , KTSP , http://www.tedcbandung.com/webtedc /index.php?page=50&idb=45, 09 Januari 2007
5.                  Pikiran Rakyat, KTSP tak siap pakai semester ini, http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/112006/04/0701.htm, Sabtu, 04 Nopember 2006     
6.                  Kompas, KTSP, Kurikulum yang Tidak Sistematis http://www.kompas.com/kompas-cetak/0611/13/humaniora/3094950.htm, Senin 13 Nopember 2006 
7.                  http://www.blitar.go.id/berita/index.php?offset=60
8.                  Media Indonesia , Gonjang ganjing Kurikulum, http://urip.wordpress.com  /2006/09/22/gonjang-ganjing-kurikulum/, 22 September  2006


ANALISIS KESALAHAN DALAM SINTAKSIS

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA SECARA SINTAKSIS
DI  
S
U
S
U
N
OLEH :
ZULIADEN JAYUS



FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH
BANDA ACEH
2011

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Bahasa merupakan alat atau sarana komunikasi yang digunakan antar manusia. Bahasa dapat mengekspresikan maksud dan tujuan seseorang. Lewat bahasa pula kita dapat memahami serta berkomunikasi dengan baik sesama manusia. Dengan latar belakang diatas maka kita dapat mengetahui bahwa sebagian besar penduduk di dunia adalah dwibahasawan, maksudnya bahwa sebagian manusia di bumi ini menggunakan dua bahasa atau lebih sebagai alat komunikasi.
Orang yang biasa menggunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian untuk tujuan yang berbeda merupakan agen pergontak dua bahasa. Semakin besar jumlah orang yang seperti ini, maka semakin intensif pula kontak antara dua bahasa yang mereka gunakan. Kontak ini menimbulkan saling pengaruh, yang manifestasinya menjelma didalam penerapan kaidah bahasa pertama (B1) didalam penggunaan bahasa kedua ( B2 ). Keadaan sebaliknya pun dapat terjadi didalam pemakaian sistem B2, pada saat penggunaan B1. Salah satu dampak negatif dari praktek penggunaan dua bahasa secara bergantian adalah terjadinya kekacauan pemakaian bahasa, yang lebih dikenal dengan istilah interferensi (Khairul Matien : 2-3).
Sebagai seorang calon guru khususnya guru Bahasa Indonesia sering kita menjumpai kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para siswa. Kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh para siswa tersebut ternyata dapat dibagi kedalam 2 kategori yaitu kategori kesalahan dalam bidang keterampilan yang meliputi menyimak, membaca, menulis dan membaca, serta kesalahan dalam bidang linguistik yang meliputi tata bentuk bunyi (fonologi), tata bentuk kata (morfologi), tata bentuk kalimat (sintaksis).

Pengertian dari Analisis Kesalahan Berbahasa itu sendiri adalah suatu teknik untuk mengidentifikasikan, mengklasifikasikan, dan menginterpretasikan secara sistematis kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh si terdidik atau siswa yang sedang belajar bahasa asing atau bahasa kedua dengan menggunakan teori-teori dan prosedur-prosedur berdasarkan linguistik (Pateda, 1989 : 32).
Sementara Pateda (50-66) juga menjelaskan bahwa analisis kesalahan berbahasa dibagi kedalam daerah-daerah kesalahannya. Menurut pateda daerah kesalahan berbahasa dibagi menjadi 4 antara lain : (1) Daerah kesalahan fonologi, (2) Daerah kesalahan morfologi, (3) Daerah kesalahan sintaksis, (4) Daerah kesalahan semantis. Meskipun daerah kesalahan tersebut sudah diklasifikasikan tetapi antara daerah kesalahan bahasa satu dengan yang lain saling berhubungan.
Dalam makalah ini kami akan mencoba menganalisis lebih spesifik atau mendetail lagi mengenai salah satu daerah kesalahan berbahasa seperti yang diungkapkan oleh pateda diatas. Salah satu daerah kesalahan yang ingin kita analisis yaitu Daerah kesalahan Bidang Sintaksis (Kalimat).
B.     Rumusan Masalah
Agar permasalahan yang akan dibahas menjadi terarah dan menuju tujuan yang diinginkan diperlukan adanya perumusan masalah. Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Apakah yang di maksud dengan kesalahan berbahasa dalam bidang sintaksis?
2.      Bagaimanakah kesalahan berbahasa dalam bidang sintaksis berdasarkan jenis keterampilannya (menyimak, membaca, menulis dan membaca)?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Analisis Kesalahan Berbahasa Dalam Bidang Sintaksis
Menurut Sofa (2008) bahwa Kesalahan sintaksis adalah kesalahan atau penyimpangan struktur frasa, klausa, atau kalimat, serta ketidaktepatan pemakaian partikel. Analisis kesalahan dalam bidang tata kalimat menyangkut urutan kata, kepaduan, susunan frase, kepaduan kalimat, dan logika kalimat (Lubis Grafura : 2008). Bidang tata kalimat menyangkut urutan kata dan frase dikaitkan dengan hukum-hukumnya (DM, MD) (Maharsiwi : 2009). Untuk keperluan itu semua perlu adanya deskripsi yang jelas antara bahasa Bl dan B2. Di sisi yang lain Samsuri dalam Maharsiwi (2009) mengungkapkan bahwa dalam berbahasa mengucapkan kalimat-kalimat, untuk dapat berbahasa dengan baik, kita harus dapat menyusun kalimat yang baik. Untuk dapat menyusun kalimat yang baik, kita harus menguasai kaidah tata kalimat (sintaksis). Hal ini disebabkan tata kalimat menduduki posisi penting dalam ilmu bahasa.
Kalimat adalah serangkaian kata yang tersusun secara bersistem sesuai dengan kaidah yang berlaku untuk mengungkapkan gagasan, pikiran, atau perasaan yang relatif lengkap (Werdiningsih, 2006:77-79) dalam (Budi Santoso). Kesatuan kalimat dalam bahasa tulis dimulai dari penggunaan huruf kapital pada awal kalimat dan diakhiri dengan penggunaan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru pada akhir kalimat. (Werdiningsih, 2006:78) dalam (Budi Santoso) mengungkapkan bahwa sebuah kalimat dikatakan efektif jika dapat mendukung fungsinya sebagai alat komunikasi yang efektif. Maksudnya bahwa kalimat tersebut mampu mengungkapkan gagasan, pikiran, dan gagasan secara jelas sehingga terungkap oleh pembaca sebagaimana diinginkan.
Menurut Arifin (2001: 116) sebuah kalimat hendaknya berisikan suatu gagasan atau ide. Agar gagasan atau ide sebuah kalimat dapt dipahami pembaca, fungsi bagian kalimat yang meliputi subjek, predikat, objek, dan keterangan harus tampak dengan jelas (eksplisit). Di samping unsur eksplisit kalimat harus dirakit secara logis dan teratur.
Pateda (1989 : 58) menyatakan bahwa kesalahan pada daerah sintaksis berhubungan erat dengan kesalahan pada morfologi, karena kalimat berunsurkan kata-kata itu sebabnya daerah kesalahan sintaksis berhubungan misalnya dengan kalimat yang berstruktur tidak baku, kalimat yang ambigu, kalimat yang tidak jelas, diksi yang tidak tepat yang menbentuk kalimat, kalimat mubazir, kata serapan yang digunakan di dalam kalimat dan logika kalimat.
B.     Analisis Kesalahan Berbahasa Dalam Bidang Sintaksis Berdasarkan Jenis Keterampilannya (Menyimak, Membaca, Menulis Dan Membaca)
Menurut Sungkar Kartopati (2010) dalam pembelajaran bidang sintaksis terdapat 4 aspek yang berhubungan dengan analisis kesalahn berbahasa, yaitu :
1.      Pembelajaran Sintaksis dalam mendengarkan.
Kalimat merupakan satuan kata yang mengandung gagasan yang menjadi pokok yang didengar. Dari kegiatan mendengarkan tersebut respon atau tanggapan yang diharapkan dapat berupa aspek keterampilan yang bersifat produktif misalnya menulis atau berbicara. Dalam kegiatan atau sesuatu yang didengar tersebut diharapkan si pendengar dapat menyimpulkan sesuatu yang didengar dalam kalimat yang benar pula. Sebagai contoh dalam sebuah Tujuan Pembelajaran dijelaskan bahwa hasil yang diharapkan adalah siswa mampu menyimpulkan isi berita dari bahan dengaran ke dalam beberapa kalimat dan menuliskan kembali berita yang dari bahan dengaran dalam beberapa kalimat.
Untuk dapat mencapai tujuan tersebut siswa tentu saja harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang kalimat dan unsur-unsur pembentuknya. Bagaimana membuat kalimat yang efektif dan mudah dipahami oleh orang lain. Untuk mengajarkan kalimat kepada siswa guru dapat menggunakan menggunakan metode-metode yang komunikatif dan melibatkan siswa secara langsung dalam membuat atau menganalisis kalimat.
2.      Pembelajaran Sintaksis dalam Berbicara
Kecermatan dalam menyusun kalimat merupakan syarat bagi siswa ketika berbicara agar gagasan atau ide yang ingin disampaikan dapat dipahami oleh pendengar dengan baik. Pengetahuan tentang seluk beluk kalimat, baik jenis kalimat maupun keefektifan dalam menyusun sebuah kalimat sangatlah perlu. Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas yang menanyakan apakah A menjelaskan B, ataukah B yang menjelaskan A. Logika kausalitas ini kalau diterjemahkan ke dalam kalimat menjadi susunan subjek (yang menerangkan) dan predikat (yang diterangkan). Bentuk kalimat ini bukan hanya menyangkut persoalan teknis kebenaran tata bahasa, tetapi juga menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat.
Dalam kalimat yang berstruktur aktif, seseorang menjadi subjek dari pernyataannya, sedangkan dalam kalimat pasif seseorang menjadi objek dari pernyataannya. Contoh kasus seoarang guru yang sedang menasihati siswa dapat disusun ke dalam bentuk kalimat pasif juga aktif. Kalimat guru menasehati siswa menempatkan guru sebagai subjek. Dengan menempatkan guru di awal kalimat, memberi klarifikasi atas kesalahan siswa. Sebaliknya kalimat siswa dinasehati guru, guru ditempatkan tersembunyi. Makna yang muncul dari susunan kalimat ini berbeda karena posisi sentral dalam kedua kalimat ini adalah guru. Struktur kalimat bisa dibuat aktif atau pasif, tetapi umumnya pokok yang dianggap penting selalu ditempatkan diawal kalimat.
3.      Pembelajaran Sintaksis dalam Membaca
Sintaksis merupakan tataran gramatikal sesudah morfologi. Untuk Kalimat-kalimat yang dirangkai hingga membentuk wacana harus dapat dipahami oleh siswa sehingga siswa dapat memahami sebuah tulisan melalui kegiatan membaca. Oleh karena itu, pengetahuan tentang kalimat perlu diberikan kepada siswa, melalui keterampilan bahasa lainnya.
4.      Pembelajaran Sintaksis dalam Menulis
Sintaksis atau tata kalimat yang mewajibkan siswa untuk dapat menyusun kalimat secara efektif dan mudah dipahami. Dalam pelaksanaan pembelajaran siswa seringkali mengalami kesulitan dalam membuat kalimat sehingga menimbulkan kesalahan-kesalahan yang menyebabkan gagasan yang ingin disampaikan tidak dapat dipahami oleh pembaca. Siswa membuatnya menjadi Hasil dari pada pembangunan harus kita nikmati, secara langsung guru pasti akan melihat pada kesalahan penggunaan kata daripada. Sintaksis dalam pembelajaran menulis dapat dikemas dalam berbagai teknik pembelajaran yang menarik, misalnya dengan menulis berantai, yaitu guru memberikan satu kalimat pembuka dan siswa diminta untuk melanjutkan kalimat tersebut, selain itu untuk menulis cerita guru dapat meminta siswa membuat paragraf pembuka atau penutup. Dengan demikian siswa akan tertarik untuk menulis.
5.      Berbagai contoh kalimat yang salah serta analisisnya
·         “Kesalahan orang itu yaitu ialah mencuri”
Membaca kalimat diatas pasti kita mengatakan bahwa kalimat itu salah. Kalimat tersebut berbunyi “ Kesalahan orang itu yaitu ialah mencuri “. Poerwadarminta (1976:367) dalam Pateda (1989 : 60) menyatakan bahwa kata “ialah” bermakna “yaitu”, dan kata “yaitu” bermakna “ialah”. Dengan demikian kalimat diatas dapat diperbaiki menjadi :
“Kesalahan orang itu ialah mencuri”
“Kesalahan orang itu yaitu mencuri”
·         “ Para sodara jamaah pengajian sekalian yang kita hormati,….. Kita bersyukur kepada para pelantara agama yang mana pada beliau-beliau itu begitu gigih memperjuangkan agama….”
Kita lihat kesalahan yang sering kita jumpai ini adalah kerancuan atau gejala pleonasme dalam penjamakan. Kata / para / yang sudah menunjukkan lebih dari satu sering digabungkan dengan kata / sekalian / atau diulang misalnya / para pengurus-pengurus, para bapak-bapak, dan sebagainya yang sudah sama-sama bermakna banyak. Demikian pula akhiran asing /-in / pada kata hadirin, ini juga sudah menandakan banyak. Kesalahan serupa sering kita simak misalnya pada saat ada pertunjukkan hiburan di lapangan, pembawa acara menyambut penampilan penyanyi idola mereka dengan ucapan “ Baiklah para hadirin sekalian, kita sambut penyanyi kesayangan kita…..” Bentuk yang benar adalah para hadir ( tetapi kurang baik, kurang lazim ), sehingga bentuk yang baik dan benar adalah cukup hadirin atau ditambah dengan kata sifat yang berbahagia. Dalam pengajian bisa menggunakan sapaan Hadirin yang berbahagia, Bapak/ Ibu sekalian, Bapak/ Ibu/ Saudara sekalian yang saya hormati, Saudara-saudara yang berbahagia, Para Saudara jamaah pengajian yang berbahagia atau yang mengharap rida Allah, yang dimulyakan Allah, dan sebagainya. Bentuk sapaan sodara dalam pengucapan memang alih-alih menjadi bunyi / o /, padahal dalam penulisan dan juga pelafalan yang tepat adalah saudara ( secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta yakni / sa / yang berarti satu dan / udara / yang berarti perut, jadi artinya adalah satu perut atau berasal dari satu perut ibu seperti kakak, adik. Lama-kelamaan kata itu meluas penggunaanya. Demikian pula kata / ibu /, / bapak / yang dialamatkan hanya pada lingkungan keluarga saja (Inta Sahrudin : 2008)

BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Kesalahan sintaksis adalah kesalahan atau penyimpangan struktur frasa, klausa, atau kalimat, serta ketidaktepatan pemakaian partikel. Analisis kesalahan dalam bidang tata kalimat menyangkut urutan kata, kepaduan, susunan frase, kepaduan kalimat, dan logika kalimat. Kalimat adalah serangkaian kata yang tersusun secara bersistem sesuai dengan kaidah yang berlaku untuk mengungkapkan gagasan, pikiran, atau perasaan yang relatif lengkap. Sbuah kalimat hendaknya berisikan suatu gagasan atau ide. Agar gagasan atau ide sebuah kalimat dapt dipahami pembaca, fungsi bagian kalimat yang meliputi subjek, predikat, objek, dan keterangan harus tampak dengan jelas (eksplisit).
Analisis kesalahan berbahasa dalam bidang sintaksis berdasarkan jenis keterampilannya yaitu sebagai berikut: Pembelajaran Sintaksis dalam mendengarkan, pembelajaran sintaksis membaca, pembelajaran sintaksis berbicara, dan pembelajaran sintaksis dalam menulis.
“Kesalahan orang itu yaitu ialah mencuri”
Membaca kalimat diatas pasti kita mengatakan bahwa kalimat itu salah. Kalimat tersebut berbunyi “ Kesalahan orang itu yaitu ialah mencuri “. Poerwadarminta (1976:367) dalam Pateda (1989 : 60) menyatakan bahwa kata “ialah” bermakna “yaitu”, dan kata “yaitu” bermakna “ialah”. Dengan demikian kalimat diatas dapat diperbaiki menjadi :
“Kesalahan orang itu ialah mencuri”
“Kesalahan orang itu yaitu mencuri”
DAFTAR PUSTAKA
Hastuti, SRI. 1989. Sekitar Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia. Yogyakarta: PT Mitra Gama Widya.
Inta Sahrudin. 2008. Analisis Kesalahan Berbahasa. http://www.inta.wordpress.com. Diakses pada tanggal 20 November 2011.
Khairul Matien. Bahan Ajar Analisis Kesalahan Berbahasa.
http://www.media.diknas.go.id. Diakses pada tanggal 20 November 2011.
Lubis Grafura. 2008. Anakon II. http://lubisgrafura.wordpress.com. Diakses pada tanggal 20 November 2011.
Mansoer Pateda. 1989. Analisis Kesalahan. Nusa Indah
Maharsiwi widyaningrum. 2009. Analisis Kesalahan Bahasa Bab 2. http://materitutorbahasaindonesiapendasut.blogspot.com. Diakses pada tanggal 20 November 2011.
Sofa. 2009. Analisis Kesalahan Ejaan Bahasa Indonesia Ragam Media dalam Surat Kabar Harian Radar Tarakan Bab 2. http://massofa.wordpress.com. Diakses pada tanggal 20 November 2011.
Budi Santoso. Analisis Kesalahan Berbahasa dalam Skripsi Mahasiswa Jurusan Nonbahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Malang. http://www.infodiknas.com. Diakses pada tanggal 20 November 2011.
Sungkar Kartopati. 2010. Pembelajaran Bahasa dan Empat Keterampilan Berbahasa. http://suksesbersamasukarto.blogspot.com. Diakses pada tanggal 20 November 2011.