BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada haketnya Perencanaan merupakan suatu rangkaian proses kegiatan
menyiapkan keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi sperti (peristiwa,
keadaan, suasana), dan sebagainya. Perencanaan bukanlah masalah kira-kira,
manipulasi atau teoritis tanpa fakta atau data yang kongkrit. Dan persiapan
perencanaan harus dinilai. Bangsa lain yang terkenal perencanaannya adalah
bangsa Amerika Serikat. Perencanaan sangat menentukan keberhasilan dari suatu
program sehingga bangsa Amerika dan bangsa Jepang akan berlama-lama dalam
membahas perencanaan daripada aplikasinya.
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam
makalah ini penulis akan menjelaskan tentang perencanaan pendidikan, dan juga
dalam makalah ini penulis akan menjelaskan dan memaparkan pengertian atau
defenisi dari perencanaan pendidikan.
BAB II
PEMABAHASA
A. DEFINISI
PERENCANAAN PENDIDIKAN
Perencanaan sendiri bertujuan untuk menjadi jembatan antara teori dengan
praktek, dan digunakan untuk mengontrol masa depan melalui apa-apa yang dilakukan
pada masa ini. Melalui perencanaan tersebut, seorang administrator juga dapat
mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak diinginkan, dan membuat periodisasi
aksi dalam meraih tujuan organisasi. Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh
Henri Fayol, Luther Gulick, dan Edward Banfield, maka perencanaan dapat
didefinisikan sebagai (hal 5) sebuah proses dalam memilih dan menghubungkan
antara teori dengan asumsi yang terkait dengan masa depan, dan bertujuan untuk
melakukan visualisasi dan formulasi tentang keluaran yang ingin dicapai;
perencanaan merupakan sebuah proses yang periodik dan dilakukan untuk mencapai
hasil tertentu serta untuk membatasi perilaku-perilaku yang dapat dilakukan
dalam proses pencapaian hasil tersebut.
Dari berbagai pendapat atau definisi yang dikemukakan oleh para pakar
manajemen, antara lain :
a. Menurut,
Prof. Dr. Yusuf Enoch
Perencanaan
Pendidikan, adalah suatu proses yang yang mempersiapkan seperangkat alternative keputusan bagi kegiatan masa depan yang
diarahkan kepadanpencapaian tujuan dengan usaha yang optimal dan
mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada di bidang ekonomi, sosial budaya
serta menyeluruh suatu Negara.
b. Beeby,
C.E.
Perencanaan Pendidikan adalah suatu usaha melihat ke masa depan ke masa
depan dalam hal menentukan kebijaksanaan prioritas, dan biaya pendidikan yang
mempertimbangkan kenyataan kegiatan yang ada dalam bidang ekonomi, social, dan
politik untuk mengembangkan potensi system pendidikan nasioanal memenuhi
kebutuhan bangsa dan anak didik yang dilayani oleh system tersebut.
c. Menurut Guruge (1972)
Perencanaan Pendidikan adalah proses mempersiapkan kegiatan di masa depan
dalam bidang pembangunan pendidikan.
d. Menurut
Albert Waterson (Don Adam 1975)
Perencanaan Pendidikan adala investasi pendidikan yang dapat dijalankan
oleh kegiatan-kegiatan pembangunan lain yang di dasarkan atas pertimbangan
ekonomi dan biaya serta keuntungan sosial.
e.
Menurut Coombs
(1982)
Perencanaan pendidikan suatu penerapan yang rasional dianalisis
sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu
lebih efektif dan efisien dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan
para peserta didik dan masyarakat.
f.
Menurut Y.
Dror (1975)
Perencanaan Pendidikan adalah suatu proses mempersiapkan seperangkat
keputusan untuk kegiatan-kegiatan di masa depan yang di arahkan untuk mencapai
tujuan-tujuan dengan cara-cara optimal untuk pembangunan ekonomi dan social
secara menyeluruh dari suatu Negara.
Jadi, definisi perencanaan pendidikan apabila disimpulkan dari beberapa pendapat
tersebut, adalah suatu proses intelektual yang berkesinambungan dalam
menganalisis, merumuskan, dan menimbang serta memutuskan dengan keputusan yang
diambil harus mempunyai konsistensi (taat asas) internal yang berhubungan
secara sistematis dengan keputusan-keputusan lain, baik dalam bidang-bidang itu
sendiri maupun dalam bidang-bidang lain dalam pembangunan, dan tidak ada batas
waktu untuk satu jenis kegiatan, serta tidak harus selalu satu kegiatan
mendahului dan didahului oleh kegiatan lain.
Sebagai unsur di dalam pertama
di dalam program pengembangan SDM Indonesia mencapai tujuan Pembangunan Jangka
Panjang II, pendidikan dan pelatihan haruslah berpijak pada dua prinsip pokok,
yaitu sifatnya yang komprehensif, dan dinamik. Sifat yang komprehensif disebabkan
karena seluruh program pembangunan nasional yang pada hakekatnya dilaksanakan
oleh manusia Indonesia yang mampu untuk melaksanakannya. Manusia Indonesia
tersebut adalah manusia hasil binaan pendidikan dan pelatihan yang relevan
dengan tuntutan pasar atau tuntutan pembangunan nasional. Untuk menjadi bangsa
yang mandiri, pada dasarnya tidak ada satupun sector kehidupan bangsa atau
sektor pembangunan nasional yang tidak dijamah oleh Sumber Daya Manusia
Indonesia. Apabila Sumber Daya Manusia Indonesia tidak dipersiapkan, maka
sector-sektor tersebut akan diisi oleh tenaga-tenaga asing sesuai dengan
dinamisme kehidupan dunia dewasa ini yaitu dunia terbuka. Dunia yang terbuka
memungkinkan persaingan antar manusia dan antar bangsa. Hanya bangsa dan manusia
yang terampil, bermutu, akan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa yang lain
dalam era globalisasi. Perencanaan pendidikan dan pelatihan yang komprehensif
berarti bahwa bahwa perencanaan tersebut haruslah sejalan dan seiring dengan
strategi pembangunan serta prioritas nasional.
Sesuai dengan arah dan sasaran
Pembangunan Jangka Panjang II (PJP II), maka perencanaan pendidikan dan
pelatihan nasional haruslah dinamis sesuai dengan dinamika yang hidup di dalam
masyarakat Indonesia yang sdemakin tinggi mutu kehidupannya dan tingkat
pemikiran rakyatnya. Dinamika masyarakat yang semakin meningkat menuntut
partisipasi masyarakat luas, untuk memberdayakan masyarakat yang dikenal
sebagai rass root planning, mengikutsertakan dinamika masyarakat berarti pula
proses perencanaan harus rentan pada perubahan yang hidup di dalam kehidupan
yang nyata dan bukan merupakan rekayasa dari atas atau pemerintah pusat.
Meskipun tidak seluruhnya rekayasa pemerintah bersifat negative, tetapi
dinamika menuntut suatu adonan yang serasi antara tuntutan pemerintah pusat
dengan keikutsertaan masyarakat banyak. Kebutuhan pasar, kebutuhan rakyat
banyak mencerminkan meningkatkan kehidupan demokrasi juga merupakan hasil suatu
proses perencanaan pendidikan dan pelatihan yang semakin dekat dengan kebutuhan
masyarakat.
B.
MANFAAT PERENCANAAN PEMBELAJARAN
Perubahan adalah sesuatu yang
pasti terjadi, entah prosesnya terjadi secara cepat, lambat, atau bahkan
sepertinya sangat tidak mungkin terjadi sekalipun. Bagaimanapun juga, tidak ada
sesuatu yang statis, dan perubahan tersebut selalu menjadi masalah bagi seorang
administrator. Terlepas dari masalah yang dapat diprediksi maupun tidak dapat
diprediksi oleh seorang administrator, perencanaan adalah alat yang akan sangat
membantu untuk beradaptasi dengan beragam inovasi untuk menyelesaikan konflik,
mengubah pendekatan lama, melakukan upgrading, melakukan improvisasi
komunikasi, dan untuk meraih berbagai macam keluaran yang diharapkan (hal 5),
senada dengan apa yang diungkapkan oleh Morphet, Jesser, dan Ludha (hal 6). Dan
prosedur perencanaan yang tepat dapat menghasilkan identifikasi akan
kesalahan-kesalahan penyesuaian yang telah dilakukan maupun
kekurangan-kekurangan atau hal-hal lain yang mungkin menjadi penyebabnya.
Perencanaan, oleh WG
Cunningham, dikaitkan dengan pengukuran hasil kinerja sebuah organisasi, yaitu
sejauh mana hasil kinerja organisasi tersebut dapat memenuhi keinginan publik
(hal 6). Tentunya proses perencanaan akan sangat menentukan hasil akhirnya,
sehingga kemampuan seorang administrator dalam memodifikasi perencanaan karena
terjadinya hal-hal yang tidak terduga, sangatlah penting. Tetapi,
bagaimanapun juga, perencanaan yang
kurang tepat masih lebih baik daripada tidak ada perencanaan sama sekali,
karena rencana yang kurang tepat tersebut masih dapat diperbaiki tentunya.
Ada dua model perencanaan yang
disebut-sebut sebagai perencanaan reaktif dan perencanaan proaktif (hal 6-7).
Perencanaan reaktif, sesuai dengan definisinya secara linguistik, terjadi bila
ditemui masalah dalam selama perjalanan organisasi. Sementara perencanaan
proaktif adalah perencanaan yang dilakukan untuk mengantisipasi masalah.
Kedua-duanya menuai kritik sehingga akan jauh lebih baik bila dalam
penerapannya dapat dilakukan sinergi. Meskipun secara teori, tentunya perencanaan
proaktif (walaupun menuntut inovasi dan kreatifitas yang tinggi) jauh lebih
baik daripada perencanaan reaktif yang sifatnya hanya reaksioner.
Andreas Faludi menambahkan pernyataan bahwa
perencanaan yang fungsinya sangat penting bagi pertumbuhan seorang individu,
yaitu dalam menyediakan sebuah kesempatan untuk pengembangan dan pengaturan
individu (hal 7). Secara umum, dapat ditarik sebuah kesimpulan sederhana bahwa
perencanaan memiliki banyak sekali manfaat bagi seorang administrator sehingga
lebih baik dilakukan jika tidak ingin kehilangan banyak kesempatan.Transformasi
sosial-ekonomi masyarakat Indonesia masa depan dalam era globalaisasi abad 21
menuntut suatu proses perencanaan pendidikan dan pelatihan berdasarkan
paradikma-paradigma baru bukan saja untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
Indonesia, tetapi juga untuk mewujudkan Shared values masyarakat dunia.
Secara
konsepsional, bahwa perencanaan pendidikan itu sangat ditentukan oleh cara,
sifat, dan proses pengambilan keputusan, sehingga nampaknya dalam hal ini
terdapat banyak komponen yang ikut memproses di dalamnya. Adapun
komponen-komponen yang ikut serta dalam proses ini adalah :
1. Tujuan pembangunan nasional bangsa yang akan
mengambil keputusan dalam rangka kebijaksanaan nasional dalam rangka kebijaksanaan
nasional dalam bidang pendidikan.
2. Masalah strategi adalah termasuk penanganan
kebijakan (policy) secara operasional yang akan mewarnai proses pelaksanaan
dari perencanaan pendidikan. Maka ketepatan pelaksanaan dari perencanaan
pendidikan.
Dalam penentuan kebijakan sampai kepada palaksanaan perencanaan
pendidikan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu : siapa yang
memegang kekuasaan, siapa yang menentukan keputusan, dan faktor-faktor apa saja
yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan. Terutama dalam hal
pemegang kekuasaan sebagai sumber lahirnya keputusan, perlu memperoleh
perhatian, misalnya mengenai system kenegaraan yang merupakan bentuk dan system
manajemennya, bagaimana dan siapa atau kepada siapa dibebankan tugas-tugas yang
terkandung dalam kebijakan itu. Juga masalah bobot u ntuk jaminan dapat
terlaksananya perencanaan pendidikan. Hal ini dapat diketahui melalui output atau hasil system dari
pelaksanaan perencanaan pendidikan itu sendiri, yaitu dokumen rencana pendidikan.
Dari beberapa rumusan tentang perencanaan pendidikan tadi dapat dimaklumi
bahwa masalah yang menonjol adalah suatu proses untuk menyiapkan suatu konsep
keputusan yang akan dilaksanakan di masa depan. Dengan demikian, perencanaan
pendidikan dalam pelaksanaan tidak dapat diukur dan dinilai secara cepat, tapi
memerlukan waktu yang cukup lama, khususnya dalam kegiatan atau bidang
pendidikan yang bersifat kualitatif, apalagi dari sudut kepentingan nasional.
C. TUJUAN,
FUNGSI DAN PROSES PERENCANAAN
1. Tujuan Perencanaan
Pada dasarnya tujuan perencanaan adalah sebagai pedoman untuk mencapai
sasaran yang telah ditetapkan. Sebagai suatu alat ukur di dalam membandingkan
antara hasil yang dicapai dengan harapan. Dilihat dari pengambilan keputusan
tujuan perencanaan adalah :
1. Penyajian rancangan keputusan-keputusan atasan
untuk disetujui pejabat tingkat nasional yang berwenang.
2. Menyediakan pola kegiatan-kegiatan secara matang
bagi berbagai bidang/satuan kerja yang bertanggung jawab untuk melakukan
kebijaksanaan.
2. Fungsi
Perencanaan
Fungsi perencanaan adalah sebagai pedoman pelaksanaan dan pengendalian,
sebagai alat bagi pengembangan quality
assurance, menghindari pemborosan sumber daya, menghindari pemborosan
sumber daya, dan sebagai upaya untuk memenuhi accountability kelembagaan. Jadi yang terpenting di dalam
menyusun suatu rencana, adalah berhubungan dengan masa depan, seperangkat
kegiatan, proses yang sistematis, dan hasil serta tujuan tertentu.
3. Proses Perencanaan
Perencanaan merupakan siklus tertentu dan dan melalui siklus tersebut suatu perencanaan bias dievaluasi sejak awal persiapan sampai pelaksanaan dan penyelesaian perencanaan. Dan secara umum, ada beberapa langkah penting yang perlu diperhatikan di dalam perencanaan yang baik, yaitu:
3. Proses Perencanaan
Perencanaan merupakan siklus tertentu dan dan melalui siklus tersebut suatu perencanaan bias dievaluasi sejak awal persiapan sampai pelaksanaan dan penyelesaian perencanaan. Dan secara umum, ada beberapa langkah penting yang perlu diperhatikan di dalam perencanaan yang baik, yaitu:
1. Perencanaan yang efektif dimulai dengan tujuan
secara lengkap dan jelas.
2. Adanya rumusan kebijaksanaan, yaitu memperhatikan
dan menyesuaikan tindakan-tindakan yang akan dilakukan dengan factor-faktor
lingkungan apabila tujuan itu tercapai.
3. Analisis dan penetapan cara dan sarana untuk
mencapai tujuan dalam kerangka kebijaksanaan yang telah dirumuskan.
4. Penunjukan orang - orang yang akan menerima
tanggung jawab pelaksanaan (pimpinan) termasuk juga orang yang akan mengadakan
pengawasan.
5. Penentuan system pengendalian yang memungkinkan
pengukuran dan pembandingan apa yang harus dicapai, dengan apa ya ng telah
tercapai, berdasarkan criteria yang telah ditetapkan.
Dengan demikian, beerdasarkan unsure-unsur dan langkah-langkah dalam
perencanaan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa proses perencanaan merupakan
suatu proses yang diakui dan perlu dijalani secara sistematik dan berurutan
karena keteraturan itu merupakan proses rasional sebagai salah satu property
perencanaan pendidikan.
D. PERENCANAAN
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN YANG EFEKTIF DAN EFISIEN
Perencanaan pendidikan dan pelatihan nasional harus diarahkan kepada
pencapaian tujuan dan visi normatif pembangunan nasional sebagaimana kekuatan
internal serta kecenderungan-kecenderungan global yang mempengaruhi arah
pembangunan nasional dalam PJP II, maka kita dapat merumuskan visi strategis
mengenai pembangunan nasional kita. Dalam rangka untuk mewujudkan visi
strategis pembangunan nasional, maka perencanaan pendidikan dan pelatihan yang
sejalan dengan itu perlu dirumuskan. Perencanaan pendidikan dan pelatihan
tersebut tidak lain yaitu suatu proses perencanaan yang efektif dan efisien
yang mengandung 3 unsur pokok, yaitu : a) system, b) materi pembelajaran dan
pelatihan, c) proses pembelajaran dan pelatihan.
Dengan proses perencanaan pendidikan dan pelatihan nasional yang demikian
bukanlah semata-mata pencapaian target kuantitatif tetapi juga bahkan terlebih
berkenan dengan pembenahan system agar supaya lebih efektif dan efisien,
meningkatkan mutu proses pembelajaran dan pelatihan, serta materi yang
disampaikan di dalam proses. Tersebut bukan hanya mempunyai kualitas yang
tinggi tetapi juga relevan dengan tuntutan pembangunan nasional.
1. Perencanaan
Pendidikan Dan Pelatihan Yang Efektif
Rencana yang efektif adalah rencana yang yang menunjang pencapaian tujuan
PJP II, khususnya tujuan strategis PJP II yang telah dijadwalkan pada periode
Repelita. Seperti yang dirumuskan, tujuan strategis dari pembangunan PJP II
yaitu : menyiapkan masyarakat industri maju. Suatu masyarakat industri maju
memiliki ciri-ciri yang khusus yaitu masyarakat yang mengenal disiplin. Tanpa
disiplin tidak mungkin industri maju yang menggunakan unsur-unsur posisi tinggi
berjalan tanpa disiplin. Disiplin dalam pekerjaan, di dalam produksi dan di
dalam kehidupan. Tidak ada suatu negara industri maju tanpa kedisiplinan
warganya. Oleh karena itu, perencanaan pendidikan dan pelatihan haruslah
diarahkan kepada tumbuhnya suatu masyarakat yang berdisiplin.
Rencana yang telah disepakati haruslah dilaksanakan sesuai dengan
kesepakatan, menyampingkan tujuan-tujuan tambahan dan memfokuskan kepada
rencana yang telah ditentukan. Bukan berarti bahwa rencana yang telah
disepakati tidak dapat ditawar-tawar lagi. Penyesuaian suatu rencana hanya
dapat terjadi apabila kondisi meminta untuk perbaikan-perbaikan selama
pelaksanaan. Keterbatasan dana, ketidakmampuan pelaksana, kurang koordinasi di
lapangan dapat menyebabkan penyesuaian pelaksanaan.
Perencanaan pendidikan dan pelatihan diarahkan pada pengembangan dan
penguasaan IPTEK serta penerapannya. Berikutnya keterampilan yang diprogramkan
adalah keterampilan yang dibutuhkan di dalam pasar kerja oleh dunia industri
atau oleh kesempatan-kesenmpatan yang muncul karena kemajuan ilmu dan teknologi
kemudian perencanaan yang disajikan merupakan suatu rencana yang melahirkan
inisiatif.
Demikianlah proses perencanaan pendidikan dan pelatihan yang efektif
harus dapat menumbuhkan suatu system pendidikan dan perencanaan yang
mengakomodasikan lahirnya kemampuan-kemampuan yang diperlukan oleh suatu masyarakat
industri. Sistemnya haruslah efektif, artinya tidak ada duplikasi serta program
tanpa arah. Seluruh sistem diberdayakan agar secara cepat dan tepat menunjang
pencapaian tujuan PJP II. Hal ini berarti perencanaan Ppendidikan dan pelatihan
haruslah komprehensif, sebab sumber daya manusia yang aka n dibutuhkan oleh
semua sector pembangunan.
Selama PJP II tujuan ini belum sepenuhnya dapat dilaksanakan sehingga
terjadi berbagai pemborosan dan bermuara kepada angka pengangguran yang semakin
besar. Pengangguran menandakan bukan hanya oleh factor-faktor ekonomi,
melainkan juga sebagai variable ketidakefektifan proses perencanaan pendidikan
dan pelatihan dalam membangun suatu system yang efektif.
Suatu proses perencanaan pendidikan dan pelatihan yang efektif juga
berkenaan dengan proses pembelajaran. Era informasi dengan cyber learning akan mengubah seluruh
proses belajar baik di dalam system pendidikan sekolah maupun pendidikan luar
sekolah. Oleh karena itu, cyber
learning harus direncanakan dan dimanfaatkan seoptimal mungkin dalam
rencana pendidikan dan pelatihan masa depan.
2. Perencanaan
Pendidikan Dan Pelatihan Yang Efisien
Efisien artinya penggunaan sumber-sumber secara tepat guna dalam rangka
pencapaian suatu tujuan. Dalam hubungan ini, proses perencanaan yang efisien
adalah proses perencanaan yang mempunyai karakteristik, antara lain : efisiensi
berimplikasi tanpa duplikasi berarti intensifikasi. Tetapi apabila duplikasi
tanpa kerjasama, maka hal itu dapat dikatakan pemborosan.
Dengan demikian proses perencanaan pendidikan dan pelatihan akan dangkal
sifatnya atau akan melenceng dari tujuan nasional karena tidak memperhitungkan
kepentingan sector-sektor lainnya. Oleh sebab itu, kerjasama intern, instansi
antar lembaga, antar departemen di dalam proses perencanaan pendidikan dan
pelatihan merupakan syarat mutlak. Proses kerjasama ini sudah dapat diperlancar
dengan adanya teknologi komunikasi yang canggih. Maka dari itu, dapat
dirumuskan secara lebih efisien serta lebih tepat dan cepat program-program
nasional yang mempunyai dimensi antar sektoral.
E. KESEIMBANGAN
ANTARA PENDIDIKAN DAN PROGRAM PELATIHAN
Kita telah merencanakan program pendidikan terpisah dari program
pelatihan. Namun di dalam era informasi di mana pendidikan merupakan pendidikan
seumur hidup, maka porsi umur yang diperuntukkan bagi program pendidikan
sekolah ialah singkat dibandingkan dengan porsi umur yang diberikan kepada
program pelatihan yang berjalan seumur hidup. Apabila karakteristik pekerjaan
masa depan yang dinamis akan memberikan relevansi yang tinggi terhadap program
pelatihan. Oleh karena itu, di dalam proses pendidikan dan pelatihan masa depan
yang efisien harus lebih memperhatikan kepada pengembangan program pelatihan
nasional.
F. TENAGA-TENAGA
PERENCANA YANG PROFESSIONAL
Perencanaan pendidikan dan pelatihan masa depan yang efektif dan efisien
tentunya meminta tenaga-tenaga yang professional tersebut, yaitu para perencana
harus merupakan suatu tim multi-disipliner. Dan mereka bukan hanya ahli-ahli
dalam bidang pendidikan dan pelatihan melainkan juga dari disiplin-disiplin
dari luar pendidikan, seperti teknik, ekonomi, antropologi, filsafat, dan
bidang-bidang lainnya yang relevan. Tentunya yang ideal adalah adalah ahli-ahli
pendidikan yang menguasai disiplin-disiplin lainnya.
Dalam transformasi IKIP menjadi Universitas, maka tenaga-tenaga perencana
yang professional akan lebih terbuka. Para akademisi dari berbagai disiplin
ilmu pengetahuan akan dapat didik sebagai tenaga-tenaga perencana pendidikan
dan pelatihan yang lebih mantap dan professional. Tim perencana yang
multi-disipliner, yang menghayati masalah-masalah pendidikan, akan dapat
menghayati dan membangun suatu system pendidikan dan pelatihan yang relevan
dengan tujuan strategis dan misi strategis pembangunan serta dapat mengembangkan
materi yang akan disampaikan di dalam proses pembelajaran dan pelatihan, serta
menguasai tehnik proses pembelajaran itu sendiri.
Proses perencanaan pendidikan dan pelatihan yang efektif dan efisien
secara mutlak harus ditopang oleh peneliti (riset). Riset yang dibutuhkan
adalah dalam dua bidang, yaitu bidang kebijakan dan dalam bidang intern
pendidikan. Pelaksanaan riset kebijakan pendidikan dapat dilaksanakan oleh
badan pemerintah tetapi juga oleh lembaga-lembaga swasta yang independent agar
supaya dapat dirumuskan kebijakan-kebijakan dari berbagai arah serta tidak
berpihak.
Demikian juga pelaksanaan riset mengenai masalah-masalah pendidikan
dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pemerintah, misalnya di lingkungan
universitas dan lembaga-lembaga riset masyarakat mengenai mengenai pendidikan.
Dewasa ini dirasakan suatu kelemahan di dalam pengembangan pendidikan dan
pelatihan nasional karena ketiadaan data riset mengenai masalah-masalah
pendidikan san pelatihan yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia sendiri yang
sedang berkembang me nuju masyarakat industri.
Dari berbagai konsep pendidikan dan pelatihan berasal dari pinjaman atau
limpahan pemikiran-pemikiran barat mengenai perkembangan yang sebenarnya dari
Indonesia sampai dewasa di dalam lingkungan kebudayaan Indonesia.
G. KURIKULUM
NASIONAL YANG RAMPING
Perencanaan yang efisien dalam sector pendidikan dan pelatihan juga
diarahkan kepada terwujudnya suatu kurikulum yang ramping. Kita mengetahui
bahwa dewasa ini, kurikulum sudah sangat berat dengan pengetahuan yang kurang
relevan dengan kehidupan nyata. Era reformasi bukan berarti menghafal dan
penguasai semua informasi dan data yang ada, tetapi bagaimana mengelola
informasi yang ada agar supaya bermanfaat bagi kehidupan.
Dengan demikian perencanaan pendidikan dan pelatihan yang efisien
menuntut lebih banyak pemanfaatan
pendidikan umum sebagaimana diproyeksikan oleh Negara-negara Uni Eropa dewasa
ini.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Secara umum, pokok bahasan
pada bab ini adalah mengenai proses perencanaan, yang dipaparkan menjadi
beberapa sub bab, yaitu bahasan tentang definisi, manfaat, dan proses
perencanaan itu sendiri. Diawali dengan paragraf yang mengemukakan bahwa
definisi dari proses manajemen yang paling sering digunakan oleh publik adalah
definisi yang diusung oleh Henri Fayol (hal 3), penulis buku ini mencoba untuk
memberikan pemahaman pada pembaca bukunya bahwa ‘perencanaan’ adalah pondasi
dari proses manajemen (planning, organizing, commanding, coordinating, dan
controlling). Dan tanpa tujuan yang terarah dan pembatasan melalui
kebijakan-kebijakan mengenai perilaku organisasi, maka seorang administrator
tidak akan memiliki petunjuk yang pasti dalam menetapkan kebijakan-kebijakan
organisasi. Implikasinya, organisasi tersebut akan berjalan dengan penuh
ketidakpastian.
B.
SARAN
Dalam
makalah ini penulis telah membahas masalah rencan pembelajaran, maka dari pada
itu penulis mennyarankan kepada kita semua agar merencanakan sesuatu sebelum
menampilkan pembelajaran itu kepada anak didik, dan dari pada itu penulis
sangat mengharapkan kepada seluruh pihak pembaca supaya dapat menajadikan
makalah menajdi sebuah ilmu dan pengalaman ke masa yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Suryadi, Ace. Pendidikan, Investasi SDM, dan
Pengembangan: Isu.Teori dan Aplikasi. Pusat Informatika Balitbang Dikbud. Jakarta.1997
Tilaar,
H.A.R., Peta Permasalahan Pendidikan
Dewa Ini, Perlunya Visi dan
Rencana Strategi Pendidikan dan pelatihan Nasional berorientasi Masa Depan, Seminar Ilmiah ISKA,
November 1997.
Tilaar,
H.A.R., Pengembangan Sumber Daya
manusia dalam Era Globalisasi,
Grasindo, Jakarta, 1997.
Tilaar,
H.A.R., Pengembangan SDM Indonesia
Unggul Menghadapi masyarakat
Kompetitif Era Globalisasi, Pidato
Ilmiah pada Acara Wisuda Tinggi Manajemen
Bandung, 26 Agustus 1997.