Minggu, 01 April 2012

Profesi guru


KATA PENGATAR

 Dengan segala kerendahan hati penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan Tugas Makalah ini yang berjudul Kreteria Profesi Guru”.
Mungkin dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan baik itu dari segi penulisan, isi dan lain sebagainya, maka kami sangat mengharapkan kritikan dan saran guna perbaikan untuk pembuatan makalah untuk hari yang akan datang.
Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga tulisan sederhana ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca. Atas semua ini kami mengucapkan ribuan terima kasih yang tidak terhingga, semoga segala bantuan dari semua pihak mudah-mudahan mendapat amal baik yang diberikan oleh Allah SWT.
Banda Aceh, 30 Maret 2012

Penulis


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Profesi guru pada saat ini masih banyak dibicarakan orang, atau masih saja dipertanyakan orang, baik di kalangan para pakar pendidikan maupun diluar pakar pendidikan. Bahkan selama beberapa tahun terakhir ini hampir setiap hari, baik di media cetak maupun elektronik memuat berita tentang guru. Ironisnya berita-berita tersebut banyak yang cenderung melecehkan posisi guru, baik yang sifatnya menyangkut kepentingan umum sampai kepada hal-hal yang sifatnya sangat pribadi, sedangkan dari pihak guru sendiri nyaris tak mampu membela diri .Masyarakat atau ora ng tua murid pun kadang-kadang mencemoohkan dan menuding guru tidak kompeten, tidak berkualitas dan sebagainya, manakala putra/putrinya tidak bisa menyelesaikan persoalan yang ia hadapi sendiri atau memiliki kemampuan tidak sesuai dengan keinginannya. Rendahnya pengakuan masyarakat terhadap profesi guru disebabkan oleh beberapa faktor berikut:
·         Adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapapun dapat menjadi guru asalkan ia berpengetahuan
·         Kekurangan guru di daerah terpencil, memberikan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak mempunyai keahlian untuk menjadi guru
·         Banyak guru yang belum menghargai profesinya apalagi berusaha mengembangkan profesinya itu.
Faktor lain yang mengakibatkan rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap profesi guru yakni kelemahan yang terdapat pada diri guru itu sendiri diantaranya rendahnya tingkat kompetensi profesionalisme mereka. Penguasaan guru terhadap materi dan metode pengajaran masih berada di bawah standar. Dari kenyataan-kenyataan tersebut, sudah saatnya kompetensi guru ditingkatkan. Bagaimana menjadi seorang guru yang handal dan menyenangkan yang mengendalikan mutu pendidikan karena seorang guru bukan saja mengajar tetapi juga mendidik, membimbing, melatih anak didik mencapai kedewasaan. Setelah proses pendidikan sekolah selesai, diharapkan anak didik mampu hidup dan mengembangkan dirinya di tengah masyarakat dengan berbekal pengetahuan dan pengalaman yang sudah melekat di dalam dirinya. Beranjak dari gambaran tersebut, maka dalam menulis makalah yang berjudul “Guru Profesional Sebagai Pengendali Mutu Pendidikan”.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk memenuhi tugas Kulia yang diberikan oleh dosen.
2.      Untuk menambahkan ilmu pengetahuan yang lebih mendalam tentang  wawasan kemampuan guru.
C. Sistematika Penulisan
Agar lebih sistematis dan mudah dimengerti maka pembahasan dalam makalah ini dibagi menjadi beberapa Bab yaitu sebagai berikut:
·         Bab I : Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan penulis, dan sistematika penulis
·         Bab II : Landasan teori berisi tentang definisi Kriteria Profesional Guru, Kompetensi Kepribadian dan Sosial Guru serta Kompetensi Profesional Guru.
·         Bab III  : Penutup berisi Kesimpulan dan Saran-Saran


BAB II
PEMBAHASAN

1.      KRITERIA PROFESIONAL GURU
A.     Guru sebagai Profesi

Guru adalah sebuah profesi, sebagaimana profesi lainnya merujuk pada pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan. Suatu profesi tidak bisa di lakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau dipersiapkan untuk itu. Suatu profesi umumnya berkembang dari pekerjaan (vocational), yang kemudian berkembang makin matang serta ditunjang oleh tiga hal: keahlian, komitmen, dan keterampilan, yang membentuk sebuah segitiga sama sisi yang di tengahnya terletak profesionalisme. Senada dengan itu, secara implisit, dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan, bahwa guru adalah : tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi (pasal 39 ayat 1).
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Menurut Dedi Supriadi (1999), profesi kependidikan dan/atau keguruan dapat disebut sebagai profesi yang sedang tumbuh (emerging profession) yang tingkat kematangannya belum sampai pada apa yang telah dicapai oleh profesi-profesi tua (old profession) seperti: kedokteran, hukum, notaris, farmakologi, dan arsitektur. Selama ini, di Indonesia, seorang sarjana pendidikan atau sarjana lainnya yang bertugas di institusi pendidikan dapat mengajar mata pelajaran apa saja, sesuai kebutuhan/kekosongan/kekurangan guru mata pelajaran di sekolah itu, cukup dengan “surat tugas” dari kepala sekolah. Hal inilah yang merupakan salah satu penyebab lemahnya profesi guru di Indonesia. Adapun kelemahan-kelemahan lainnya yang terdapat dalam profesi keguruan di Indonesia, antara lain berupa:

·           Masih rendahnya kualifikasi pendidikan guru dan tenaga kependidikan.
·           Sistem pendidikan dan tenaga kependidikan yang belum terpadu.
·           Organisasi profesi yang rapuh; serta Sistem imbalan dan penghargaan yang kurang memadai.


 Seorang guru disebut kreatif karena ia menghargai proses yang terjadi di kelasnya. Artinya setelah ia rencanakan pembelajaran di kelasnya, menggunakan sumber pembelajaran sesuai yang dipunyai oleh sekolahnya, tahap berikutnya adalah senang melihat siswanya berproses. Ketika proses yang terjadi membuat siswanya jadi senang belajar, senang bertanya, percaya diri serta beragam sikap lainnya yang berguna bagi masa depan siswanya, saat itulah seorang guru  berhasil menjadi seorang guru kreatif. Pendidikan yang bermutu sangat tergantung pada kapasitas satuan-satuan pendidikan dalam mentranformasikan peserta didik untuk memperoleh nilai tambah, baik yang terkait dengan aspek olah pikir, rasa, hati, dan raganya. Dari sekian banyak komponen pendidikan, guru dan dosen merupakan faktor yang sangat penting dan strategis dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan di setiap satuan pendidikan. Berapa pun besarnya investasi yang ditanamkan untuk memperbaiki mutu pendidikan, tanpa kehadiran guru dan dosen yang kompeten, profesional, bermartabat, dan sejahtera dapat dipastikan tidak akan tercapai tujuan yang diharapkan [UU No.14Thn 2005:2].
Pendapat akhir pemerintah atas Rancangan UU tentang guru dan dosen yang disampaikan pada rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, cukup menjanjikan kualitas pendidikan Indonesia dengan guru-guru yang profesional, memiliki kompetensi dan disertfikasi sebagai jabatan profesi guru. Tetapi, konsep dan Undang Undang, berbicara pada dataran edial, tetapi realitas pendidikan yang dihadapi saat ini berbicara lain. Katakan saja, berita dari dunia pendidikan yang menggetarkan para pengguna pendidikan: Pertama, hampir separuh dari lebih kurang 2,6 juta guru di Indonesia tidak memiliki kompetensi yang layak untuk mengajar. Katakan saja, kualifikasi dan kompetensinya tidak mencukupi untuk mengajar disekolah.
Dari sini kemudian diklarifikasi lagi, guru yang tidak layak mengajar atau menjadi guru berjumlah 912.505, terdiri dari 605.217 guru SD, 167.643 guru AMP, 75.684 guru SMA, dan 63.962 guru SMK. Kedua, tercatat 15 persen guru mengajar tidak sesuai dengan keahlian yang dipunyainya atau budangnya [Kompas, 9/12/2005]. Dengan kondisi, berapa banyak peserta didik yang mengenyam pendidikan dari guru-guru tersebut? Berapa banyak yang dirugikan? [Baskoro Poedjinoegroho E: Kompas, 5/1/2006]. Keempat, fakta lain, menunjukkan bahwa mutu guru di Indonesia masih jauh dari memadai. Berdasarkan statistik 60% guru SD, 40% guru SLTP, 43% SMA, 34% SMK dianggap belum layak untuk mengajar di jenjang masing- masing. Selain itu 17.2% guru atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan bidang studinya. Bila SDM guru kita, dibandingkan dengan negara-negara lain, maka kualitas SDM guru kita berada pada urutan 109 dari 179 negara berdasarkan Human Development Index suarakita. Apabila data ini valid, maka cukup mencengankan kita yang bergelut dalam dunia pendidikan selama ini.
Pekerjaan mengajar telah ditekuni orang sejak lama dan perkembangan profesi guru sejalan dengan perkembangan masyarakat. Tetapi, data dan kondisi di atas, cukup memprihatikan kita. Mungkin kita bertanya, apa yang diperbuat selama ini dalam dunia pendidikan kita? Padahal, setiap ganti mentri, mesti ganti kebijakan dalam dunia pendidikan, tetapi kondisi dan realitas tenaga guru yang disebutkan di atas adalah merupakan suatu berita yang mencengangkan dan bencana untuk dunia pendidikan. Mungkinkah guru dapat menjadi profesional? Harus disadari kondisi guru seperti pada temuan di atas harus menjadi keprihatinan bersama. Kondisi di atas membuat kita bertanya, apakah ada sesuatu yang salah dalam sistem rekruiting guru. Siapakah mereka itu? Apakah mereka adalah para calon guru atau mereka-mereka yang sedang belajar untuk menjadi guru. Apakah mereka itu sejak semula bercita-cita menjadi guru ataukah lantaran tidak dapat masuk ke fakultas yang dicita-citakan, lantas memaksa diri untuk menjadi guru yang tidak sesuai dengan pilihannya? Apakah kegagalan mereka untuk memasuki fakultas nonkeguruan merupakan indikasi bahwa mereka tidak mempunyai kemampuan yang mencukupi? Apabila demikian, apakah mereka dapat dikatakan terdampar menjadi guru? Ini adalah persoalan serius yang dihadapi untuk mewujudkan kompetensi, sertifikasi dan profesionalisme guru. Bukankah hampir tidak pernah terdengar tentang sebuah ciri-cita untuk menjadi guru, sekalipun dari anak guru? Apakah ini semua, ada korelasinya dengan kualifikasi, kompetensi, dan profesionalisme para guru?
Tentunya hal tersebut tidak akan terjadi bila guru tersebut memiliki sepuluh kriteria 'guru profesional' dalam dirinya. Ada sepuluh kriteria yang hendaknya dimiliki oleh seorang 'guru profesional' yaitu :

*      Selalu Punya Energi Untuk Siswanya.
Seorang guru yang baik menaruh perhatian pada siswa di setiap percakapan atau diskusi dengan mereka. Guru yang baik juga punya kemampuan mendengar dengan seksama.
*      Punya tujuan jelas untuk pelajaran.
Seorang guru yang baik menetapkan tujuan yang jelas untuk setiap pelajaran dan bekerja untuk memenuhi tujuan tertentu dalam setiap kelas.
*      Punya keterampilan mendisiplinkan yang efektif.
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan disiplin yang efektif sehingga bisa mempromosikan perubahan perilaku positif di dalam kelas.
*      Punya keterampilan manajemen kelas yang baik.
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan manajemen kelas yang baik dan dapat memastikan perilaku siswa yang baik, saat siswa belajar dan bekerja sama secara efektif, membiasakan menanamkan rasa hormat kepada seluruh komponen didalam kelas.
*      Bisa berkomunikasi baik dengan orang tua murid.
Seorang guru yang baik menjaga komunikasi terbuka dengan orang tua murid dan membuat mereka selalu mendapat informasi terbaru tentang apa yang sedang terjadi di dalam kelas dalam hal kurikulum, disiplin, dan isu lainnya.



*      Punya harapan yang tinggi pada siswanya.
Seorang guru yang baik memiliki harapan yang tinggi dari siswa dan mendorong semua siswa dikelasnya untuk selalu bekerja dan mengerahkan potensi terbaik mereka.
*      Pengetahuan tentang kurikulum.
Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan mendalam tentang kurikulum sekolah dan standar-standar lainnya. Mereka dengan sekuat tenaga memastikan pengajaran mereka memenuhi standar-standar itu.
*      Pengetahuan tentang subyek yang diajarkan.
Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan yang luar biasa dan antusiasme untuk subyek yang mereka ajarkan. Mereka siap untuk menjawab pertanyaan dan menyimpan bahan menarik bagi para siswa, bahkan bekerja sama dengan bidang studi lain demi pembelajaran yang kolaboratif.
*      Selalu memberikan yang terbaik untuk anak-anak dalam proses pengajaran.
Seorang guru yang baik bergairah mengajar dan bekerja dengan anak-anak. Mereka gembira bisa mempengaruhi siswa dalam kehidupan mereka dan memahami dampak atau pengaruh yang mereka miliki dalam kehidupan siswanya, sekarang dan nanti ketika siswanya sudah beranjak dewasa.
*      Punya hubungan yang berkualitas dengan siswa.
Seorang guru yang baik mengembangkan hubungan yang kuat dan saling hormat menghormati dengan siswa dan membangun hubungan yang dapat dipercaya.
Tidak mudah memang untuk meraih 10 kriteria 'guru profesional' tersebut diatas. Guru juga seorang manusia biasa yang memiliki kelebihan dan kekurangan. Mereka juga mempunya rasa marah, kesal, benci dan sebagainya. Namun karena mereka sudah menyandang predikat sebagai seorang guru yang digugu lan ditiru, maka mau tidak mau suka tidak suka, mereka harus mau untuk introspeksi, berbenah diri, terus belajar dan menjaga citranya sebagai seorang pendidik atau guru. Kita tentunya juga kurang sependapat bila yang bersangkutan langsung dikenai sanksi keras seperti dicopot sebagai Kepala Sekolah, dinonjobkan, atau dipindah ke tempat 'terpencil' dan sebagainya. Mengapa tidak kita beri kesempatan kepada Bu Guru tersebut untuk memperbaiki diri, dibina oleh atasannya yang lebih tinggi dan tindakan lainnya yang mendidik ? Hendaknya diantara mereka kemudian terjalin komunikasi yang baik, terjadi hubungan kekeluargaan yang erat, dan saling memaafkan. Guru profesional dalam pelaksanaan pekerjaannya mempunyai ciri-ciri tertentu, dimana ciri-ciri tersebut harus ada pada guru itu sendiri. BJ. Chandler menegaskan profesi mengajar adalah suatu jabatan yang mempunyai kekhususan, kekhususan itu memerlukan kelengkapan mengajar dan/atau keterampilan yang menggambarkan bahwa seseorang melakukan tugas mengajar, yaitu membimbing manusia. Chandler menjelaskan ciri-ciri suatu profesi yang dikutip dari suatu publikasi yang dikeluarkan oleh British Institute Of Managemen. Di situ dikemukakan ciri suatu profesi, yaitu sebagai berikut : Suatu profesi menunjukkan bahwa orang itu lebih mementingkan layanan kemanusiaan daripada kepentingan pribadi.
·         Masyarakat mengakui bahwa profesi itu punya status yang tinggi.
·         Praktek profesi itu didasarkan pada suatu penguasaan pengetahuan yang khusus.
·         Profesi itu selalu ditantang agar orangnya memiliki keaktifan intelektual.
·         Hak untuk memiliki standar kualifikasi profesional ditetapkan dan dijamin oleh kelompok organisasi profesi.
Apa yang dikemukakan di atas nampaknya berlaku dalam bidang manajemen dan bisnis. Berdasarkan ciri yang dikemukakan dalam bidang manajemen bisnis itu, Chandler mencoba menerapkan ciri-ciri profesi itu dalam bidang pendidikan bagi para guru. Ia mengemukakan guru suatu profesi serta memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

·         Mengemukakan layanan sosial lebih mementingkan dari kepentingan pribadi.
·         Mempunyai pengetahuan yang khusus (dalam hal mengajar dan mendidik).
·         Memiliki kegiatan intelektual.
·         Memiliki hak untuk memperoleh standar kualifikasi profesional.
·         Mempunyai kode etik profesi yang ditentukan oleh organisasi profesi.

Ahli pendidikan Islam Al-Kanani (W. 733 H) mengemukakan persyaratan seorang pendidik atas tiga macam yaitu:
1.      Berkenaan dengan dirinya
2.      Berkenaan dengan pelajaran, dan
3.      Yang berkenaan dengan muridnya.

Pertama, Syarat-syarat yang berhubungan dengan dirinya, yaitu :
1.      Hendaknya guru senantiasa insyaf akan pengawasan Allah terhadapnya dalam seagala perkataan dan perbuatan bahwa ia memegang amanat ilmiyah yang diberikan Allah kepadanya.
2.      Hendaknya guru memelihara kemuliaan ilmu.
3.      Hendaknya guru bersifat zuhud.
4.      Hendaknya guru tidak berorientasi duniawi dengan menjadikan ilmunya sebagai alat untuk mencapai kedudukan, harta, prestasi, atau kebanggaan terhadap orang lain.
5.      Hendaknya guru menjauhi mata pencaharian yang hina dalam pandangan syara’ dan menjauhi situasi yang bisa mendatangkan fitnah dan tidak melakukan sesuatu yang dapat menjatuhkan harga dirinya.
6.      Hendaknya guru memelihara syiar-syiar Islam.
7.      Guru hendaknya rajin melakukan hal-hal yang disunahkan oleh agama.
8.      Guru hendaknya memelihara akhlak yang mulia dalam pergaulannya dengan orang banyak dan menghindarkan diri dari akhlak yang tercela.
9.      Guru hendaknya mengisi waktu-waktu luangnya dengan hal-hal yang bermanfaat.
10.  Guru hendaknya selalu belajar dan tidak merasa malu untuk menerima ilmu dari orang yang lebih rendah darinya baik dari segi kedudukan ataupun dari usianya.
11.  Guru hendaknya rajin meneliti, menyusun dan mengarang dengan memperhatikan keterampilan dan keahlian yang dibutuhkan untuk itu.
Kedua syarat-syarat yang berhubungan dengan pelajaran (syarat-syarat pedagogis-didaktis), yaitu :
1.      Sebelum keluar dari rumah untuk mengajar, hendaknya guru bersuci dari hadas dan kotoran serta mengenakan pekaian yang baik dengan maksud mengagungkan ilmu dan syari’at.
2.      Ketika keluar dari rumah guru hendaknya berdo’a agar tidak sesat dan menyesatkan dan terus berzikir kepada Allah SWT.
3.      Hendaknya guru mengambil tempat pada posisi yang dapat terlihat oleh semua murid.
4.      Sebelum memulai mengajar, guru hendaknya membaca sebagian dari ayat-ayat al-Qur’an agar memperoleh berkah dalam mengajar, kemudian membaca Basmalah.
5.      Guru hendaknya mengajarkan bidang studi sesuai dengan hirarki nilai kemuliaan dan kepentingannya.
6.      Hendaknya guru selalu mengatur volume suaranya agar tidak terlalu keras dan tidak pula terlalu rendah.
7.      Hendaknya guru menjaga ketertiban majelis dengan mengarahkan pembahasan kepada objek tertentu.
8.      Guru hendaknya menegur murid-murid yang tidak menjaga sopan santun.
9.      Guru hendaknya bersikap bijak dalam melakukan pembahasan, menyampaikan pelajaran dan menjawab pertanyaan.
10.  Guru hendaknya tidak mengajar bidang studi yang tidak dikuasainya.

Ketiga kode etik guru di tengah-tengah para muridnya, antara lain :
1.      Guru hendaknya mengajar dengan niat mengharap ridha Allah.
2.      Guru hendaknya tidak menolak untuk mengajar murid yang tidak mempunyai niat yang tulus dalam belajar.
3.      Guru hendaknya mencintai muridnya seperti ia mencintai dirinya sendiri.
4.      Guru hendaknya memotivasi murid untuk menuntut ilmu seluas mungkin.
5.      Guru hendaknya menyampaikan pelajaran dengan bahasa yang mudah dipahami dan berusaha agar muridnya dapat memahami pelajaran.
6.      Guru hendaknya melakukan evaluasi terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukannya.
7.      Guru hendaknya bersikap adil terhadap semua muridnya.
8.      Guru hendaknya berusaha membantu memenuhi kemaslahatan murid, baik dengan kedudukan ataupun dengan hartanya.
9.      Guru hendaknya terus menerus memantau perkembangan murid, baik intelektual maupun akhlaknya.
Robert richey mengemukakan ciri-ciri guru sebagai profesi adalah seabagai profesi berikut :
1.      Adanya komitmen dari para guru bahwa jabatan itu mengharuskan pengikutnya menjunjung tinggi martabat kemanusiaan lebih dari mencari keuntungan diri sendiri.
2.      Suatu profesi mensyaratkan orangnya mengikuti persiapan profesional dalam jangka waktu tertentu.
3.      Harus selalu menambah ilmu pengetahuan agar terus menerus bertambah dalam jabatannya.
4.      Memiliki kemampuan intelektual untuk bidang keahlian yang ditekuni.
5.      Menjadi anggota dari suatu organisasi profesi.
6.      Jabatan itu dipandang sebagai suatu karir hidup.

Dari keterangan di atas, dapat dipahami bahwa ada tiga unsur yang terdapat dalam pekerjaan profesional, yakni :
·         Mengandung unsur pengabdian
Setiap profesi dikembangkan untuk memberikan pelayanan tertentu kepada masyarakat. Pelayanan itu dapat berupa pelayanan individual dan layanan kelompok. Dengan demikian setiap orang yang mengaku menjadi pengemban dari suatu profesi tertentu harus benar-benar yakin bahwa dirinya memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat atau mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan kepada masyarakat yang membutuhkan.

·         Mengandung unsur idealisme
Profesi bukanlah sekedar mata pencaharian saja atau bidang pekerjaan yang mendatangkan materi saja, melainkan dalam profesi itu tercakup pengertian pengabdian pada sesuatu yang luhur dan idealis, seperti untuk tegaknya keadilan, kebenaran, meringankan beban penderitaan sesama manusia, dan sebaginya. Dengan demikian setiap orang yang menganggap dirinya sebagai anggota suatu profesi harus benar-benar mengetahui pengabdian apa yang akan diberikan kepada masyarakan melalui perangkat pengetahuan dan keterampilan khusus yang dimilikinya. Pada umumnya melalui pengetahuan dan keterampilan khusus ini setiap anggota suatu profesi mempunyai kewajiban untuk melindungi masyarakat dari peraktek penipuan yang dilakukan oleh para profesional gadungan.
·         Mengandung unsur pengembangan
Pada bidang profesi mempunyai kewajiban untuk menyempurnakan prosedur kerja yang mendasari pengabdian secara terus menerus. Secara teknis profesi tidak boleh berhenti atau mandek. Kalau kemandekan teknis ini terjadi, profesi dianggap sedang mengalami proses kelayuan (decaying) atau sudah mati. Dengan demikian profesi pun menjadi punah dari kehidupan masyarakat.

2.      KOMPETENSI KEPRIBADIAN  DAN SOSIAL GURU
Keberhasilan pembelajaran kepada peserta didik sangat ditentukan oleh guru, karena guru adalah pemimpin pembelajaran, fasilitator, dan sekaligus merupakan pusat inisiatif pembelajaran. Itulah sebabnya, guru harus senantiasa mengembangkan kemampuan dirinya. Guru perlu memiliki standar profesi dengan menguasai materi serta strategi pembelajaran dan dapat mendorong siswanya untuk belajar bersungguh-sungguh. Selain standar profesi, guru perlu memiliki standar sebagai berikut:
  1. Standar intelektual: guru harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai agar dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik dan profesional.
  2. Standar fisik: guru harus sehat jasmani, berbadan sehat, dan tidak memiliki penyakit menular yang membahayakan diri, peserta didik dan lingkungannya.
  3. Standar psikis: guru harus sehat rohani, artinya tidak mengalami gangguan jiwa ataupun kelainan yang dapat mengganggu pelaksanaan tugas profesionalnya.
  4. Standar mental: guru harus memiliki mental yang sehat, mencintai, mengabdi, dan memiliki dedikasi yang tinggi pada tugas dan jabatannya.
  5. Standar moral: guru harus memiliki budi pekerti luhur dan sikap moral yang tinggi.
  6. Standar sosial: guru harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan bergaul dengan masyarakat lingkungannya.
  7. Standar spiritual: guru harus beriman kepada Allah yang diwujudkan dalam ibadah dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk dapat memperoleh hasil yang baik dalam suatu rangkaian kegiatan pendidikan dan pembelajaran, seorang guru dituntut untuk memiliki kualifikasi tertentu yang disebut juga kompetensi. Yang dimaksud dengan kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan (Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen). Berarti kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan; kompetensi guru menunjuk kepada performance dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu di dalam pelaksanaan tugas-tugas pendidikan. Kompetensi bagi guru untuk tujuan pendidikan secara umum berkaitan dengan empat aspek, yaitu kompetensi: a) paedagogik, b) profesional, c) kepribadian, d) sosial. Kompetensi ini bukanlah suatu titik akhir dari suatu upaya melainkan suatu proses yang berkembang dan belajar sepanjang hayat (lifelong learning process).
Kompetensi paedagogik dan profesional meliputi penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan, serta kemahiran untuk melaksanakannya dalam proses belajar mengajar. Kompetensi ini dapat ditumbuhkan dan ditingkatkan melalui proses pendidikan akademik dan profesi suatu lembaga pendidikan. Namun, kompetensi kepribadian dan sosial, yang meliputi etika, moral, pengabdian, kemampuan sosial, dan spiritual merupakan kristalisasi pengalaman dan pergaulan seorang guru, yang terbentuk dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah tempat melaksanakan tugas.
Pengembangan kompetensi kepribadian (personal) dan sosial ini sulit dilakukan oleh lembaga resmi karena kualitas kompetensi ini ditempa serta dipengaruhi oleh kondisi dan situasi masyarakat luas, lingkungan dan pergaulan hidup termasuk pengalaman dalam tugas. Padahal, berbagai lingkungan tersebut seringkali merupakan “tempat yang bermasalah dan berpenyakit masyarakat”, seperti hedonis, KKN, materialistis, pragmatis, jalan pintas, kecurangan, dan persaingan yang tidak sehat. Dalam lingkungan yang demikian, nilai-nilai yang telah diperoleh di lembaga pendidikan, dan telah membentuk karakter peserta didik “yang baik” bisa luntur setelah berinteraksi dengan masyarakat. Siaran televisi misalnya, sangat kuat pengaruhnya pada budaya dan gaya hidup anak-anak, remaja dan pemuda. Contoh konkritnya, program “Smack Down” yang telah memakan banyak korban, bahkan korbannya adalah anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah sekolah dasar. Dengan demikian guru tidak hanya dituntut untuk menguasai bidang ilmu, bahan ajar, metode pembelajaran, memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yang tinggi dan wawasan yang luas terhadap dunia pendidikan, tetapi juga harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang hakikat manusia, dan masyarakat.

A. KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU
Kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan dengan perilaku pribadi guru itu sendiri yang kelak harus memiliki nilai-nilai luhur sehingga terpancar dalam perilaku sehari-hari. Hal ini dengan sendirinya berkaitan erat dengan falsafah hidup yang mengharapkan guru menjadi model manusia yang memiliki nilai-nilai luhur. Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya adalah meliputi fleksibilitas kognitif dan keterbukaan psikologis. Fleksibilitas kognitif atau keluwesan ranah cipta merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Kompetensi sosial dalam kegiatan belajar ini berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam bekomunikasi dengan masyarakat di sekitar sekolah dan masyarakat tempat guru tinggal sehingga peranan dan cara guru berkomunikasi di masyarakat diharapkan memiliki karakteristik tersendiri yang sedikit banyak berbeda dengan orang lain yang bukan guru. Misi yang diemban guru adalah misi kemanusiaan. Guru dan dosen adalah pejabat profesinal, sebab mereka diberi tunjangan profesional. Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukkan kkepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Penampilan seorang guru dalam berbagai situasi dan kondisipendidikan, pada dasarnya merupakan cerminan kualitas kepribadian.Kepribadian merupakan keseluruhan perilaku dalam berbagai aspek yangsecara kualitatif akan membentuk keunikan atau kekhasan seseorang dalaminteraksi dengan lingkungan diberbaga i situasi dan kondisi. Sebagai suatuyang khas, maka tidak ada dua orang individu yang akan berkepribadian samakarena adanya keunikan dalam pembawaaan, lingkungan, dan prosesperkembangan. Dalam lingkup pendidikan, penampilan guru merupakan halyang amat penting untuk mewujudkan kinerja secara tepat dan efektif.
Dengandemikian, sifat utama seorang guru ialah kemampuannya dalam mewujudkanpenampilan kualitas kepribadian dalam interaksi pendidikan yang sebaikbaiknyaagar kebutuhan dan tujuan dapat tercapai secara efektif.Dan setiap guru mempunyai pribadi masing-masing sesuai denganciri–ciri pribadi yang mereka miliki. Ciri-ciri inilah yang membedakanseorang guru dari guru lainnya. Kepribadian sebenarnya adalah suatu masalahyang abstrak, hanya dapat dilihat lewat penempilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian, dan dalam menghadapi setiap persoalan. Maka dari itu disini kitaakan menjelaskan lebih dalam mengenai pengertian kepribadian guru agama.Kepribadian berasal dari kata Personality (bahasa Latin) yang berartikedok atau topeng. Yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemainpanggung, yang maksudnya untuk menggambarkan perilaku, watak ataupribadi seseorang. Hal itu dilakukan oleh karena terdapat ciri-ciri yang khasyang hanya dimiliki oleh seseorang tersebut baik dalam arti kepribadian yangbaik, ataupun yang kurang baik. Misalnya untuk membawakan kepribadianyang angkara murka, serakah, dan sebagainya sering ditopengkan dengangambar raksasa, sedangkan untuk perilaku yang baik, budi luhur, sukamenolong, berani berkorban, dan sebagainya ditopengkan dengan seorangkesatria dan sebagainya. Dari sudut filsafat yang dikemukakan oleh William Sternkepribadian adalah suatu kesatuan banyak (Unita Multi Compleks) yangdiarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu dan mengandung sifat-sifat khususindividu, yang bebas menentukan dirinya sendiri. Menurut Muhibbin Syah dalam bukunya psikologi pendidikanmengemukakan dalam arti sederhana, kepribadian berarti sifat hakiki individuyang tercermin pada sikap dan perbuatannya yang membedakan dirinya dariyang lain. McLeod mengartikan kepribadian (personality) sebagai sifat khas yang dimiliki seseorang. Dalam hal ini, kata lain yang sangat dekat artinyadengan kepribadian adalah karakter dan identitas.Menurut tinjauan psikologi, kepribadian pada prinsipnya adalahsusunan atau kesatuan antara aspek perilaku mental (pikiran, perasaan, dansebagainya) dengan aspek perilaku behaviorial (perbuatan nyata). Aspekaspekini berkaitan secara fungsional dalam diri seorang individu, sehinggamembuatnya bertingkah laku secara khas dan tetap. Dari perilaku psiko- fisik(rohani-jasmani) yang khas dan menetap tersebut muncul julukan-julukanyang bermaksud menggambarkan kepribadian Seorang guru.
Kompetensi kepribadian menurut Suparno (2002:47) adalah mencakup kepribadian yang utuh, berbudi luhur, jujur, dewasa, beriman, bermoral; kemampuan mengaktualisasikan diri seperti disiplin, tanggung jawab, peka, objekti, luwes, berwawasan luas, dapat berkomunikasi dengan orang lain; kemampuan mengembangkan profesi seperti berpikir kreatif, kritis, reflektif, mau belajar sepanjang hayat, dapat ambil keputusan dll. (Depdiknas,2001). Kemampuan kepribadian lebih menyangkut jati diri seorang guru sebagai pribadi yang baik, tanggung jawab, terbuka, dan terus mau belajar untuk maju. Yang pertama ditekankan adalah guru itu bermoral dan beriman. Hal ini jelas merupakan kompetensi yang sangat penting karena salah satu tugas guru adalah membantu anak didik yang bertaqwa dan beriman serta menjadi anak yang baik. Bila guru sendiri tidak beriman kepada Tuhan dan tidak bermoral, maka menjadi sulit untuk dapat membantu anak didik beriman dan bermoral. Bila guru tidak percaya akan Allah, maka proses membantu anak didik percaya akan lebih sulit. Disini guru perlu menjadi teladan dalam beriman dan bertaqwa. Pernah terjadi seorang guru beragama berbuat skandal sex dengan muridnya, sehingga para murid yang lain tidak percaya kepadanya lagi. Para murid tidak dapat mengerti bahwa seorang guru yang mengajarkan moral, justru  ia sendiri tidak bermoral. Syukurlah guru itu akhirnya dipecat dari sekolah.
Kedua, guru harus mempunyai aktualisasi diri yang tinggi. Aktualisasi diri yang sangat penting adalah sikap bertanggungjawab. Seluruh tugas pendidikan dan bantuan kepada anak didik memerlukan tanggungjawab yang besar. Pendidikan yang menyangkut perkembangan anak didik tidak dapat dilakukan seenaknya, tetapi perlu direncanakan, perlu dikembangkan dan perlu dilakukan dengan tanggungjawab. Meskipun tugas guru lebih sebagai fasilitator, tetapi tetap bertanggung jawab penuh terhadap perkembangan siswa. Dari pengalaman lapangan pendidikan anak menjadi rusak karena beberapa guru tidak bertanggungjawab. Misalnya, terjadi pelecehan seksual guru terhadap anak didik, guru meninggalkan kelas seenaknya, guru tidak mempersiapkan pelajaran dengan baik, guru tidak berani mengarahkan anak didik, dll.
Kemampuan untuk berkomunikasi  dengan orang lain sangat penting bagi seorang guru karena tugasnya memang selalu berkaitan dengan orang lain seperti anak didik, guru lain, karyawan, orang tua murid, kepala sekolah dll. Kemampuan ini sangat penting untuk dikembangkan karena dalam pengalaman, sering terjadi guru yang sungguh pandai, tetapi karena kemampuan komunikasi dengan siswa tidak baik, ia sulit membantu anak didik maju. Komunikasi yang baik akan membantu proses pembelajaran dan pendidikan terutama pada pendidikan tingkat dasar sampai menengah.
Kedisiplinan juga menjadi unsur penting bagi seorang guru. Kedisiplinan ini memang menjadi kelemahan bangsa Indonesia, yang perlu diberantas sejak bangku sekolah dasar. Untuk itu guru sendiri harus hidup dalam kedisiplinan sehingga anak didik dapat meneladannya. Di lapangan sering terlihat beberapa guru tidak disiplin mengatur waktu, seenaknya bolos; tidak disiplin dalam mengoreksi pekerjaan siswa sehingga siswa tidak mendapat masukan dari pekerjaan mereka. Ketidakdisiplinan guru tersebut membuat siswa ikut-ikutan suka bolos dan tidak tepat mengumpulkan perkerjaan rumah. Yang perlu diperhatikan di sini adalah, meski guru sangat disiplin, ia harus tetap membangun komunikasi dan hubungan yang baik dengan siswa. Pendidikan dan perkembangan pengetahuan  di Indonesia kurang cepat salah satunya karena disiplin yang kurang tinggi termasuk disiplin dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan dalam belajar.
Yang ketiga adalah sikap mau mengembangkan pengetahuan. Guru bila tidak ingin ketinggalan jaman dan juga dapat membantu anak didik terus terbuka terhadap kemajuan pengetahuan, mau tidak mau harus mengembangkan sikap ingin terus maju dengan terus belajar. Di jaman kemajuan ilmu pengetahuan sangat cepat seperti sekarang ini, guru dituntut untuk terus belajar agar pengetahuannya tetap segar. Guru tidak boleh berhenti belajar karena merasa sudah lulus sarjana.
Menurut Permendiknas No. 16 tahun 2007 tentang Standard Kualifikasi dan Kompetensi guru, Kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan dengan perilaku pribadi guru itu sendiri yang kelak harus memiliki nilai-nilai luhur sehinnga terpencar dalam perilaku sehari-hari. 

Kompetensi ini meliputi:
1.    Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan
     kebudayaan nasional Indonesia, meliputi:
·         Menghargai peserta didik tanpa membedakan keyakinan yang dianut, suku, adat-istiadat, daerah asal, dan gender;
·         Bersikap sesuai dengan norma agama yang dianut, hukum dan sosial yang berlaku dalam masyarakat, dan kebudayaan nasional Indonesia yang beragam.
2.     Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan
     teladan bagi peserta didik dan masyarakat, meliputi:
·         Berperilaku jujur, tegas, dan manusiawi;
·         Berperilaku yang mencerminkan ketakwaan dan akhlak mulia;
·         Berperilaku yang dapat diteladan oleh peserta didik dan anggota masyarakat di sekitarnya.
3.     Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif,
     dan berwibawa, meliputi:
·         Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap dan stabil;
·         Menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan berwibawa.
4.     Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga
     menjadi guru, dan rasa percaya diri, meliputi:
·         Menunjukkan etos kerja dan tanggung jawab yang tinggi;
·         Bangga menjadi guru dan percaya pada diri sendiri;
·         Bekerja mandiri secara professional.
5.    Menjunjung tinggi kode etik profesi guru, meliputi:
·         Memahami kode etik profesi guru;
·         Menerapkan kode etik profesi guru;
·         Berperilaku sesuai dengan kode etik profesi guru.



Kompetensi kepribadian yang perlu dimiliki guru antara lain sebagai berikut:
  1. Guru sebagai manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa berkewajiban untuk meningkatkan iman dan ketaqwaannya kepada Tuhan, sejalan dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya. Dalam hal ini guru mesti beragama dan taat dalam menjalankan ibadahnya. Contoh: seorang guru laki-laki yang beragama Islam pada hari jumat melaksanakan ibadah sholat Jumat di tempat dia tinggal atau di sekolah yang ada masjidnya bersama warga sekolah yang lainnya dan sebaliknya agar dihindari perilaku untuk menyuruh orang lain beribadah sementara dia malah bermain catur dengan orang yang tidak pernah beribadah.
  2. Guru memiliki kelebihan dibandingkan yang lain. Oleh karena itu perlu di kembangkan rasa percaya pada diri sendiri dan tanggung jawab bahwa ia memiliki potensi yang besar dalam bidang keguruan dan mampu untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang di hadapinya. Contoh: seorang guru yang telah mengikuti penataran tentang metode CBSA berani untuk menerapkannya dalam kegiatan belajar mengajar dikelas dan mengevaluasi serta menyosialisasikan hasilnya kepada rekan guru-guru yang lain dan mengajak untuk mengembangkan metode yang telah di cobanya. Sebaliknya agar dihindari perilaku yang ragu-ragu untuk mencoba apa yang telah dimiliki dan takut merasa gagal dengan apa yang dicobanya.
  3. Guru senantiasa berhadapan dengan komunitas yang berbeda dan beragam keunikan dari peserta didik dan masyarakatnya maka guru perlu untuk mengembangkan sikap tenggang rasa dan toleransi dalam menyikapi perbedaan yang ditemuinya dalam berinteraksi dengan peserta didik maupun masyarakat. Contoh: dalam situasi belajar mengajar di kelas guru mengembangkan metode diskusi dalam mata pelajaran tertentu dan memberikan kesempatan kepada murid untuk menyampaikan pendapatnya bahkan mau pendapat yang yang berbeda dari murid dengan alasan yang rasional dan sebaliknya agar dihindari perilaku yang ingin menang sendiri dan menganggap dirinya paling benar serta tidak mau menerima masukan dari siapapun termasuk dari murid-murid.
  4. Guru diharapkan dapat menjadi fasilitator dalam menumbuh kembangkan budaya berfikir kritis di masyarakat, saling menerima dalam perbedaan pendapat dan menyepakatinya untuk mencapai tujuan bersama maka dituntut seorang untuk bersikap demokratis dalam menyampaikan dan menerima gagasan-gagasan mengenai permasalahan yang ada di sekitarnya sehingga guru menjadi terbuka dan tidak menutup diri dari hal-hal yang berada diluar dirinya.
  5. Guru mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan pembaharuan, baik dalam bidang profesinya maupun dalam spesialisnya.

Dasar untuk menggambarkan perilaku yang menjunjung tinggi nilai etika dan moral bisa dinyatakan dalam pernyataan “do unto others as you would have them do unto you” (Bennett, 1996). Pernyataan ini harus dipahami sebagai nilai-nilai tradisional yang meskipun terkesan sangat konservatif karena mengandung unsur nilai kejujuran (honesty), integritas dan konsern dengan hak serta kebutuhan orang lain; tetapi sangat tepat untuk dijadikan sebagai “juklak-juknis” didalam menilai dan mempertimbangkan persoalan etika profesi yang terkait dalam proses pengambilan keputusan profesional.
Ø  Sikap terhadap anak didik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu : memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Sebuah istilah yang menjadi slogan guru sebagai cerminan bagi anak didik ” guru kencing berdiri murid kencing berlari, memberikan pesan moral kepada guru agar bertindak dengan penuh pertimbangan. Ketika guru menanamkan nilai dan contoh karakter dan sifat yang tidak baik, maka jangan salahkan murid ketika berprilaku lebih dari apa yang guru lakukan. Seperti kelakuan bejat guru ketika membocorkan jawaban Ujian Nasional sebagai upaya menolong kelulusan anak didiknya. Memang murid pada saat itu senang, karena mendapatkan jawaban untuk mempermudah mereka lulus. Akan tetapi, saat itu juga guru telah menanamkan ketidakpercayaan murid terhadap guru. Dan pada saatnya nanti, mereka akan jauh berbuat lebih bejat lagi ketimbang saat ini yang guru mereka lakukan. Dalam mendidik, guru harus dengan ikhlas dalam bersikap dan berbuat serta mau memahami anak didiknya dengan segala konsekuensinya. Semua kendala yang terjadi dan dapat menjadi penghambat proses pendidikan baik yang berpangkal dari perilaku anak didik maupun yang bersumber dari luar diri anak didik harus dapat dihilangkan bukan dibiarkan. Keberhasilan dalam pendidikan lebih banyak sitentukan oleh guru dalam mengelola kelas. Dalam mengajar, guru harus pandai menggunakan pedekatan secara arif dsan bijaksana bukan sembarangan yang bisa merugikan anak didik. Kalau dalam pengajaran yang diwarnai proses kekerasan sistemnya adalah satu arah, yaitu murid hanya menerima apa yang dikatakan oleh guru, maka dalam proses yang membebaskan/pengajaran yang membebaskan terjadi dalam dua arah. Guru belajar dari murid dan murid juga belajar dari guru. Guru dan murid adalah teman seperjalanan mencari yang benar, bernilai dan sahih (dapat dipertanggung jawabkan) dan yang saling memberikan kesempatan untuk berperan satu terhadap yang lain. Guru tidak perlu takut kalau murid lebih mengerti daripada dirinya dan tidak perlu merasa kehilangan kehormatan, karena justru dengan demikian mereka telah membebaskan murid dari perasaan takut dan memberikan kepada murid kebebasan untuk berkembang.

Ø  Sikap terhadap Pekerjaan
Mengingat peranan strategis guru dalam setiap upaya peningkatan mutu, relevansi, dan efisiensi pendidikan, maka peningkatan profesionalisme guru merupakan kebutuhan. Benar bahwa mutu pendidikan bukan hanya ditentukan oleh guru, melainkan oleh mutu masukan (siswa), sarana manajemen, dan faktor-faktor eksternal lainnya. Akan tetapi seberapa banyak siswa mengalami kemajuan dalam belajarnya, banyak tergantung kepada kepiawaian guru dalam membelajarkan siswa.
Apa yang dimaksud dengan guru profesional paling tidak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
·         Mempunyai komitmen pada proses belajar siswa;
·         Menguasai secara mendalam materi pelajaran dan cara mengajarkannya;
·         Mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya.
·         Merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya yang memungkinkan mereka untuk selalu meningkatkan profesionalismenya.
Namun realitas menunjukkan bahwa kualitas guru belum sebagaimana yang diharapkan. Berbagai usaha yang serius dan sungguh-sungguh serta terencana harus secara terus menerus dilakukan dalam pengembangan kualitas guru. Sertifikasi guru, merupakan kebijakan yang sangat strategis, karena langkah dan tujuan melakukan sertifikasi guru untuk meningkat kualitas guru, memiliki kompetensi, mengangkat harkat dan wibawa guru sehingga guru lebih dihargai dan untuk meningkatkan kualitas pendidiakan di Indonesia. Sikap yang harus dibangun para guru dalam kompetensi dan sertifikasi ini adalah profesionalisme, kualitas, mengenal dan menekuni profesi keguruan, meningkatkan kualitas keguruan, mau belajar dengan meluangkan waktu untuk menjadi guru, kerasan dan bangga atas keguruannya adalah langkah untuk menjadi guru yang memiliki kualifikasi dan kompetensi untuk mendapatkan sertifikasi keguruan. Sertifikasi guru merupakan proses yang dapat mengangkat harkat dan wibawa guru. Namun, sertifikasi guru jangan sampai dipandang sebagai satu-satunya jalan yang menjamin kualitas guru.
 Sangat tidak tepat apabila pemerintah memaksakan program ini menjadi program yang ”instan”, sementara lingkungan kerja guru tidak mendukung penggunaan maksimal kompetensi. Jika program ini dipaksakan secara ”instan”, maka sulit diharapkan sebuah perubahan yang signifikan akan terjadi pada wajah pendidikan di Indonesia. Hal yang penting adalah membangun ”kesadaran” dan ”budaya” bahwa guru adalah ”ujung tombak”, memiliki peran yang besar, merupakan faktor penting dan strategis dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan, yang didukung dengan kesejahteraan guru yang layak dan memadai, sehingga mau tidak mau, senang tidak senang, guru harus meningkat diri dengan profesi yang ditekuninya.
Dengan demikian, kata kuncinya semua kebijakan yang dilakukan untuk meningkat kualitas, kompetensi dan sertifikasi guru adalah ”by proses” dan bukan ”instan. Sebagai sebuah profesi, guru memang sudah selayaknya bersertifikat pendidik. Dengan diperolehnya sertifikat pendidik, maka seorang guru berhak memperoleh tunjangan profesi yang besarnya setara dengan satu kali gaji pokok. Diharapkan dengan meningkatkan kesejahteraan guru ini akan diimbangi dengan peningkatan kinerja guru. Sebab para guru akan lebih terfokus pada tugas keprofesionalannya di satuan pendidikan/sekolahnya masing-masing dan tidak lagi menjadi “guru luar biasa”.  Meskipun pakar pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Prof DR Suwarma Al Muchtar SH MH menyatakan, bahwa pemberian sertifikasi bagi guru tak menjamin peningkatan mutu pendidikan nasional karena sertifikasi guru cederung pendekatan formalistis dan tidak menyentuh substansi masalah pendidikan di Indonesia (Republika Online, Jum`at, 16 Maret 2007, 16:27:00), tetapi paling tidak upaya pemerintah ini mampu menjadi semacam “penawar dahaga di kala haus” atau “setitik cahaya di tengah kegelapan”. Artinya, merupakan sebuah angin segar perubahan guna mengangkat citra, harkat dan martabat guru.

B. KOMPETENSI SOSIAL GURU
Ada empat pilar pendidikan yang akan membuat manusia semakin maju:
  1. Learning to know (belajar untuk mengetahui), artinya belajar itu harus dapat memahami apa yang dipelajari bukan hanya dihafalkan tetapi harus ada pengertian yang dalam.
  2. Learning to do (belajar, berbuat/melakukan), setelah kita memahami dan mengerti dengan benar apa yang kita pelajari lalu kita melakukannya.
  3. Learning to be (belajar menjadi seseorang). Kita harus mengetahui diri kita sendiri, siapa kita sebenarnya? Untuk apa kita hidup? Dengan demikian kita akan bisa mengendalikan diri dan memiliki kepribadian untuk mau dibentuk lebih baik lagi dan maju dalam bidang pengetahuan.
  4. Learning to live together (belajar hidup bersama). Sejak Tuhan Allah menciptakan manusia, harus disadari bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tetapi saling membutuhkan seorang dengan yang lainnya, harus ada penolong. Karena itu manusia harus hidup bersama, saling membantu, saling menguatkan, saling menasehati dan saling mengasihi, tentunya saling menghargai dan saling menghormati satu dengan yang lain.
Pada butir ke 4 di atas, tampaklah bahwa kompetensi sosial mutlak dimiliki seorang guru. Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar (Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir d). Karena itu guru harus dapat berkomunikasi dengan baik secara lisan, tulisan, dan isyarat; menggunakan teknologi komunikasi dan informasi; bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik; bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
Memang guru harus memiliki pengetahuan yang luas, menguasai berbagai jenis bahan pembelajaran, menguasai teori dan praktek pendidikan, serta menguasai kurikulum dan metodologi pembelajaran. Namun sebagai anggota masyarakat, setiap guru harus pandai bergaul dengan masyarakat. Untuk itu, ia harus menguasai psikologi sosial, memiliki pengetahuan tentang hubungan antar manusia, memiliki keterampilan membina kelompok, keterampilan bekerjasama dalam kelompok, dan menyelesaikan tugas bersama dalam kelompok. Sebagai individu yang berkecimpung dalam pendidikan dan juga sebagai anggota masyarakat, guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Guru harus bisa digugu dan ditiru. Guru sering dijadikan panutan oleh masyarakat, untuk itu guru harus mengenal nilai-nilai yang dianut dan berkembang di masyarakat tempat melaksanakan tugas dan bertempat tinggal. Sebagai pribadi yang hidup di tengah-tengah masyarakat, guru perlu memiliki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat misalnya melalui kegiatan olahraga, keagamaan, dan kepemudaan. Keluwesan bergaul harus dimiliki, sebab kalau tidak, pergaulannya akan menjadi kaku dan berakibat yang bersangkutan kurang bisa diterima oleh masyarakat. Bila guru memiliki kompetensi sosial, maka hal ini akan diteladani oleh para murid. Sebab selain kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual, peserta didik perlu diperkenalkan dengan kecerdasan sosial (social intelegence), agar mereka memiliki hati nurani, rasa perduli, empati dan simpati kepada sesama. Pribadi yang memiliki kecerdasan sosial ditandai adanya hubungan yang kuat dengan Allah, memberi manfaat kepada lingkungan, dan menghasilkan karya untuk membangun orang lain. Mereka santun dan peduli sesama, jujur dan bersih dalam berperilaku. Sumber kecerdasan adalah intelektual sebagai pengolah pengetahuan antara hati dan akal manusia. Dari akal muncul kecerdasan intelektual dan kecerdasan bertindak yang memandu kecerdasan bicara dan kerja. Sedangkan dari hati muncul kecerdasan spiritual, emosional dan sosial.
Sosial inteligensi membentuk manusia yang setia pada kebersamaan. Apabila ada satu warganya yang menderita merupakan penderitaan bersama. Sebaliknya apabila ada kebahagiaan menjadi/merupakan kebahagiaan seluruh masyarakat. Dalam tingkatan nasional, sosial intelegensi membimbing para pemimpin untuk selalu peka terhadap kesulitan rakyatnya dengan mengutamakan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Cara mengembangkan kecerdasan sosial di lingkungan sekolah antara lain: diskusi, hadap masalah, bermain peran, kunjungan langsung ke masyarakat dan lingkungan sosial yang beragam. Jika kegiatan dan metode pembelajaran tersebut dilakukan secara efektif maka akan dapat mengembangkan kecerdasan sosial bagi seluruh warga sekolah, sehingga mereka menjadi warga yang peduli terhadap kondisi sosial masyarakat dan ikut memecahkan berbagai permasalahan sosial yang dihadapi oleh masyarakat.


Berdasarkan beberapa pengertian kompetensi sosial di atas, maka kompetensi sosial guru berarti kemampuan dan kecakapan seorang guru (dengan kecerdasan sosial yang dimiliki) dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain yakni siswa secara efektif dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Mengajar di depan kelas merupakan perwujudan interaksi dalam proses komunikasi. Sedangkan kompetensi sosial guru dianggap sebagai salah satu daya atau kemampuan guru untuk mempersiapkan siswa menjadi anggota masyarakat yang baik serta kemampuan untuk mendidik dan membimbing masyarakat dalam menghadapi masa yang akan datang.[10] Selain itu, guru dapat menciptakan belajar yang nyaman. Dapat disimpulkan  bahwa berkaitan dengan pelaksanaan proses pembelajaran, guru di tuntut untuk memiliki kompetensi sosial. Dalam melakukan pendekatan dengan siswa guru harus memperhatikan bagaimana berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa. Dengan demikian, guru akan di teladani oleh siswa.
a. Karakteristik Guru yang Memiliki Kompetensi Sosial
Setelah pemaparan pengertian kompetensi sosial guru di atas, maka perlu diketahui karakteristik dari kompetensi soaial guru. Suharsimi Arikunto mengemukakan, kompetensi sosial mengharuskan guru memiliki kemampuan komunikasi dengan siswa. Di bawah ini akan diuraikan beberapa pendapat mengenai karakteristik guru yang memiliki kompetensi sosial yang. Menurut Musaheri, karakteristik guru yang memiliki kompetensi sosial adalah berkomunikasi secara santun dan bergaul secara efektif.
1)      Berkomunikasi secara santun
Made Pidarta dalam bukunya Landasan Kependidikan, menuliskan pengertian komunikasi adalah proses penyampaian pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain atau sekelompok orang. Ada sejumlah alat yang dapat dipakai mengadakan komunikasi. Alat dimaksud adalah sebagai berikut:
·         Melalui pembicaraan dengan segala macam nada seperti berbisik-bisik, halus, kasar, dan keras bergantung kepada tujuan pembicaraan dan sifat orang yang berbicara.
·         Melalui mimik, seperti raut muka, pandangan, dan sikap.
·         Dengan lambang, contohnya ialah bicara isyarat untuk orang tuna rungu, menempelkan telunjuk di depan mulut, menggelengkan kepala, menganggukkan kepala, membentuk huruf “O” dengan tujuan dengan tangan dan sebagainya.
·         Dengan alat-alat, yaitu alat-alat eletronik, seperti radio, televisi, telepon dan sejumlah media cetak seperti, buku, majalah, surat kabar, brosur, dan sebagainya.
Empat alat di atas bisa digunakan guru ketika proses pembelajaran berlangsung.  Dengan adanya komunikasi dalam pelaksanaan proses pembelajaran berarti bahwa guru memberikan dan membangkitkan kebutuhan sosial siswa. Siswa akan merasa bahagia karena adanya perhatian yang diberikan guru sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.  Eggen dan Kauchack sebagaimana dikutip oleh Zuna Muhammad dan Salleh Amat dan dikutip kembali oleh Suparlan mengatakan, bahwa kemahiran berkomunikasi meliputi tiga hal yaitu,
·         model guru; sebagai orang yang tingkahlakunya mempengaruhi sikap danperilaku siswa.
·         Kepedulian atau empati guru; empati berarti guru harus memahami orang lain dari perspektif yang bersangkutan dan guru dapat merasa yangdirasakan oleh siswa.
·         Harapan
Dalam buku Quantum Teaching disebutkan prinsip komunikasi ampuh yaitu, menimbulkan kesan, mengarahkan fokus, spesifik, dan inklusif.
v  Menimbulkan Kesan
Guru dituntut kreatif memanfaatkan kemampuan otak sebagai tempat menimbulkan kesan. Maka, menjadi penting sekali bagi guru untuk menentukan kata yang tepat dalam memberikan penjelasan kepada siswa. Oleh karena itu, sebaiknya guru menyusun perkataan yang komunikatif agar memberi kesan yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Misalnya,
Pembentukan kesan pertama terhadap orang lain memiliki 3 kunci utama. Pertama, mendengar tentang kepribadian orang itu sebelumnya. Kedua, menghubungkan perilaku orang itu dengan cerita-cerita yang pernah didengar. Ketiga, mengaitkan dengan latar belakang situasi pada waktu itu. Maka dari itu, dalam pelaksanaan proses pembelajaran, guru memperhatikan hal ini. Guru harus mampu memberi kesan pertama yang positif dan tetap untuk hari-hari berikutnya. Sehingga motivasi belajar siswa dapat tetap terjaga.
v  Mengarahkan fokus
Mengarahkan fokus siswa merupakan langkah ke dua yang menuntut guru untuk memusatkan perhatian siswa dalam mengingat pelajaran yang telah disampaikan sebelumnya. Misalnya, “Anak-anak, kemarin kita sudah belajar tentang 9 hal yang disunahkan ketika berpuasa. Bersiaplah untuk menyebutkannya jika Ibu menunjuk kalian.” Maka dengan cepat siswa akan berusaha untuk mengingat penjelasan guru tersebut.

v  Inklusif
Guru juga harus memilih kata secara inklusif, komunikatif, dan mengajak siswa untuk berperan aktif seperti, “Mari kita….”
v  Spesifik
Guru juga harus menggunakan bahasa yang spesifik dengan jumlah kata yang sedikit atau hemat bahasa. Hal tersebut bertujuan agar siswa dapat memahami penjelasan guru dengan baik dan benar. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa guru perlu memperhatikan hal-hal di atas agar pelaksanaan proses pembelajaran berlangsung maksimal dan tidak memunculkan suasana yang membosankan yang dapat berpengaruh negatif terhadap siswa. Berkaitan dengan komunikasi secara santun, Les Giblin menawarkan 5 cara termpil untuk melakukan komunikasi sebagai berikut:
·         Ketahuilah apa yang ingin anda katakan
·         Katakanlah dan duduklah
·         Pandanglah pendengar
·         Bicarakan apa yang menarik minat pendengar
·         Janganlah berusaha membuat sebuah pidato
Guru dapat menggunakan 5 cara di atas dalam berkomunikasi dengan siswa. Siswa akan merasa aman dan tenang dalam belajar, dengan adanya guru yang dapat mengerti kondisi siswa.
·         Bergaul secara efektif
Menurut Musaheri, bergaul secara efektif mencakup mengembangkan hubungan secara efektif dengan siswa yang memiliki ciri; mengembangkan hubungan dengan prinsip saling menghormati, mengembangkan hubungan berasakan asah, asih, dan asuh. Sedangkan ciri bekerja sama dengan prinsip ketebukaan, saling memberi dan menerima. Dari pernyataan di atas, jelas bahwa dalam pelaksanaan proses pembelajaran, guru memang harus memperhatikan pergaulan yang efektif dengan siswa. Hal tersebut dapat memotivasi siswa untuk lebih giat belajar. Sedangkan menurut Rubin Adi Abraham kompetensi sosial guru memiliki ciri diantaranya, memiliki pengetahuan tentang hubungan antar manusia, menguasai psikologi sosial, dan memiliki keterampilan bekerjasama dalam kelompok. memiliki pengetahuan tentang hubungan antar manusia. Telah disinggung sebelumnya bahwa guru harus memiliki pengetahuan antar manusia. Hal ini terkadang disebut dengan interaksi sosial. Menurut H. Bonner sebagaimana dikutip oleh H. Ahmadi bahwa interaksi sosial adalah suatu hungan antar dua individu atau lebih dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan incividu yang lain dari sebaliknya. Abu Ahmadi menambahkan, bahwa pelaksanaan interaksi sosial dapat dijalankan melalui:
·         Imitasi (peniruan)
·         Sugesti (memberi pengaruh) yaitu suatu proses dimana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingkahlaku dari orang lain tanpa kritik lebih dulu.
·         Identifidasi yaitu keinginan untuk menyamakan atau menyesuaikan diri terhadap sesuatuyang dianggap mempunyai keistimewaan.
·         Simpati (seperasaan) yaitu tertariknya orang satu terhadap orang lain. Simpati ini timbul tidak atas dasar logis rasional melainkan berdasarkan penilaian perasaan.
Empat hal di atas terjadi dalam pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah. Siswa akan senantiasa berusaha meniru sikap dan tingkah laku yang ada pada guru. Sehingga guru juga perlu tahu bentuk-bentuk interaksi sosial sebagai berikut. Demikianlah kriteria yang harus dimiliki oleh guru yang memiliki kompetensi sosial. Penulis sendiri menambhakan bahwa selain karakteristik yang disebutkan oleh Musaheri dan Rubin Adi, gurujuga harus memiliki kemampuan memberikan umpan balik  kepada siswa dan turun tangan langsung ketika siswa mengalami masalah.


3. KOMPETENSI PROFESIONAL GURU
A. Pengertian Kompetensi profesional
Kompetensi profesional adalah kemampuan guru untuk menguasai masalah akademik yang sangat berkaitan dengan pelaksanaan proses belajar mengajar sehingga kompetensi ini dimiliki guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 045/4/2002 menyebutkan kompetensi sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggunjawab dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu. Jadi kompetensi guru dapat dimaknai sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggungjawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran.
Menurut broke dan stone, kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggungjawab dan layak. Kompetensi merupakan gambaran hakikat dari perilaku guru yang tampak sangat berarti Menurut Nana Sudjana kompetensi guru dapat dibagi menjadi tiga bidang yaitu:
·         Kompetensi bidang kognitif yaitu kemampuan intelektual seperti penguasaan mata pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan mengenai belajar dan tingkah laku individu, pengetahuan tentang bimbingan dan penyuluhan, pengetahuan tentang administrasi kelas, evaluasi belajar siswa, pengetahuan tentang kemasyarakatan serta pengetahuan umum lainnya.
·         Kompetensi bidang sikap, artinya kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai hal yang berkenaan dengan tugas dan profesinya. Misalnya sikap menghargai pekerjaan yang dibinanya, memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil pekerjaannya.
·         Kompetensi perilaku atau performance artinya kemampuan guru dalam berbagai keterampilan atau berperilaku, seperti keterampilan mengajar, membimbing, menilai, menggunakan alat bantu pengajaran, berkomunikasi dengan siswa, keterampilan menyusun persiapan atau perencanaan mengajar.

Ketiga kompetensi di atas tidak berdiri sendiri tetapi saling berhubungan dan saling mempengaruhi dan mendasari satu sama lain. Dari kompetensi tersebut, jika ditelaah secara mendalam, maka hanya mencakup dua bidang kompetensi yang pokok bagi guru, yaitu kompetensi guru yang banyak hubungannya dengan usaha meningkatkan proses dan hasil belajar dapat diguguskan ke dalam empat kemampuan yakni:
Merencanakan program belajar mengajar.
·         Melaksanakan dan memimpin atau mengelola proses belajar mengajar.
·         Menilai kemajuan proses belajar mengajar.
·         Menguasai bahan pelajaran dalam pengertian bahan pelajaran yaitu bidang studi atau mata pelajaran yang dipegangnya.


Kemampuan-kemampuan yang disebutkan dalam empat komponen di atas merupakan kemampuan yang sepenuhnya harus dikuasai guru yang bertaraf profesional, untuk mempertegas dan memperjelas kemampuan tersebut, berikut ini akan dibahas satu persatu.

·      Kemampuan merencanakan program belajar mengajar

Sebelum merencanakan belajar mengajar, guru terlebih dahulu mengetahui arti dan tujuan perencanaan tersebut dan menguasai secara teoritis dan praktis unsur-unsur yang terkandung di dalamnya, adapun makna dari perencanaan program belajar mengajar adalah suatu proyeksi atau perkiraan guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa selama pengajaran itu berlangsung. Dan tujuannya adalah sebagai pedoman guru dalam melaksanakan praktek atau tindakan mengajar.

·           Melaksanakan kegiatan belajar mengajar.

Dalam proses belajar mengajar ini kegiatan yang harus dilaksanakan adalah menumbuhkan dan menciptakan kegiatan siswa-siswa dengan rencana yang telah disusun.
Adapun yang termasuk dalam pengetahuan proses belajar mengajar meliputi prinsip-prinsip mengajar keterampilan hasil belajar siswa, penggunaan alat bantu dan keterampilan-keterampilan memilih dan menggunakan strategi atau pendekatan mengajar. Dan kemampuan ini dapat diperoleh melalui pengalaman langsung.

·           Memiliki kemampuan proses belajar mengajar.

Dalam menilai kemampuan dan kemajuan proses belajar mengajar guru harus dapat menilai kemajuan yang dicapai oleh siswa yang meliputi bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kemampuan penilaian ini dapat dikatakan dalam dua bentuk yang dilakukan melalui pengamatan terus menerus tentang perubahan kemajuan yang dicapai siswa. Sedangkan penilaian dengan cara pemberian skor, angka atau nilai-nilai yang bisa dilakukan dalam rangka penilaian hasil belajar siswa.

·           Menguasai bahan pelajaran.

Secara jelas, konsep-konsep yang harus dikuasai oleh guru dalam penguasaan bahan pelajaran ini telah tertuang dalam kurikulum, khususnya Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) yang disajikan dalam bentuk pokok bahasan dan sub pokok bahasan. Dan uraiannya secara mendalam dituangkan dalam bentuk buku paket dari bidang studi yang bersangkutan. Dari beberapa uraian di atas menunjukkan betapa pentingnya penguasaan kompetensi bagi guru yang profesional, karena hal tersebut sangat berpengaruh dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri. Dalam pemikiran tentang peningkatan kualitas guru melalui profesionalisasi dimulai Proyek Pengembangan Pendidikan

Guru (P3G) pada tahun 1979. P3G berhasil merumuskan 3 kemampuan kompetensi penting yang harus dimiliki oleh seorang guru yang profesional. Ketiga kompetensi tersebut adalah kompetensi profesional, kompetensi personal, dan kompetensi sosial. Sebagaimana dijabarkan oleh Suharsimi Arikunto mengenai tiga kompetensi tersebut antara lain:

·         Kompetensi profesional, artinya bahwa guru memiliki pengetahuan yang luas serta dalam tentang subjec matter (bidang studi) yang akan diajarkan, serta penguasaan metodologis dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoritik, mampu memilih metode yang tepat, serta mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar.
·         Kompetensi personal, artinya bahwa guru harus memiliki sikap kepribadian yang mantap, sehingga mampu menjadi sumber intensifikasi bagi subyek. Artinya lebih terperinci adalah bahwa ia memiliki kepribadian yang patut diteladani.
·         Kompetensi sosial32 artinya bahwa guru harus memiliki kemampuan berkomuniksai sosial, baik dengan murid-muridnya maupun dengan sesama teman guru, dengan kepala madrasah, dengan pegawai tata usaha dan anggota masyarakat di lingkungannya.

Pada dasarnya terdapat seperangkat tugas yang harus dilaksanakan oleh guru berhubungan dengan profesinya sebagai pengajar, tugas guru ini sangat berkaitan dengan kompetensi profesionalnya. Hakikat profesi guru merupakan suatu profesi, yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan. Walaupun pada kenyataannya masih terdapat hal-hal tersebut di luar bidang kependidikan.  Ciri seseorang yang memiliki kompetensi apabila dapat melakukan sesuatu, hal ini sesuai dengan pendapat Munandar bahwa, kompetensi merupakan daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Pendapat ini, menginformasikan dua faktor yang mempengaruhi terbentuknya kompetensi, yakni ;
·         Faktor bawaan, seperti bakat, dan
·         Faktor latihan, seperti hasil belajar.
Menurut Soedijarto, Guru yang memiliki kompetensi profesional perlu menguasai antara lain :
·         Disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan pelajaran,
·         Bahan ajar yang diajarkan,
·         Pengetahuan tentang karakteristik siswa.
·         Pengetahuan tentang filsafat dan tujuan pendidikan, (e) pengetahuan serta penguasaan metode dan model mengajar,
·         Penguasaan terhadap prinsip-prinsip teknologi pembelajaran.
·         Pengetahuan terhadap penilaian, dan mampu merencanakan, memimpin, guna kelancaran proses pendidikan.
Tuntutan atas berbagai kompetensi ini mendorong guru untuk memperoleh informasi yang dapat memperkaya kemampuan agar tidak mengalami ketinggalan dalam kompetensi profesionalnya. Semua hal yang disebutkan diatas merupakan hal yang dapat menunjang terbentuknya kompetensi guru. Dengan kompetensi profesional tersebut, dapat diduga berpengaruh pada proses pengelolaan pendidikan sehingga mampu melahirkan keluaran pendidikan yang bermutu. Keluaran yang bermutu dapat dilihat pada hasil langsung pendidikan yang berupa nilai yang dicapai siswa dan dapat juga dilihat dari dampak pengiring, yakni dimasyarakat. Selain itu, salah satu unsur pembentuk kompetensi profesional guru adalah tingkat komitmennya terhadap profesi guru dan didukung oleh tingkat abstraksi atau kemampuan menggunakan nalar.  Guru yang rendah tingkat komitmennya, ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut ;
·         Perhatian yang disisihkan untuk memerhatikan siswanya hanya sedikit.
·         Waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk melaksanakan tugasnya hanya sedikit.
·         Perhatian utama guru hanyalah jabatannya.
Sebaliknya, guru yang mempunyai tingkatan komitmen tinggi, ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut :
·         Perhatiannya terhadap siswa cukup tinggi.
·         Waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk melaksanakan tugasnya banyak.
·         Banyak bekerja untuk kepentingan orang lain.
Kompetensi guru berkaitan dengan profesionalisme, yaitu guru yang profesional adalah guru yang kompeten (berkemampuan). Karena itu, kompetensi profesionalisme guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya dengan kemampuan tinggi. Profesionalisme seorang guru merupakan suatu keharusan dalam mewujudkan sekolah berbasis pengetahuan, yaitu pemahaman tentang pembelajaran, kurikulum, dan perkembangan manusia termasuk gaya belajar. Pada umumnya di sekolah-sekolah yang memiliki guru dengan kompetensi profesional akan menerapkan “pembelajaran dengan melakukan” untuk menggantikan cara mengajar dimana guru hanya berbicara dan peserta didik hanya mendengarkan.
Dalam suasana seperti itu, peserta didik secara aktif dilibatkan dalam memecahkan masalah, mencari sumber informasi, data evaluasi, serta menyajikan dan mempertahankan pandangan dan hasil kerja mereka kepada teman sejawat dan yang lainnya. Sedangkan para guru dapat bekerja secara intensif dengan guru lainnya dalam merencanakan pembelajaran, baik individual maupun tim, membuat keputusan tentang desain sekolah, kolaborasi tentang pengembangan kurikulum, dan partisipasi dalam proses penilaian. Kompetensi profesional seorang guru adalah seperangkat kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru agar ia dapat melaksanakan tugas mengajarnya dengan berhasil. Adapun kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, terdiri dari 3 (tiga) yaitu ; kompetensi pribadi, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional mengajar. Keberhasilan guru dalam menjalankan profesinya sangat ditentukan oleh ketiganya dengan penekanan pada kemampuan mengajar.  Dengan demikian, bahwa untuk menjadi guru profesional yang memiliki akuntabilitas dalam melaksanakan ketiga kompetensi tersebut, dibutuhkan tekad dan keinginan yang kuat dalam diri setiap guru atau calon guru untuk mewujudkannya. Sebagai seorang guru perlu mengetahui dan menerapkan beberapa prinsip mengajar agar seorang guru dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, yaitu sebagai berikut :
·         Guru harus dapat membangkitkan perhatian peserta didik pada materi mata pelajaran yang diberikan serta dapat menggunakan berbagai media dan sumber belajar yang bervariasi.
·         Guru harus dapat membangkitkan minat peserta didik untuk aktif dalam berpikir serta mencari dan menemukan sendiri pengetahuan.
·         Guru harus dapat membuat urutan (sequence) dalam pemberian pelajaran dan penyesuaiannya dengan usia dan tahapan tugas perkembangan peserta didik.
·         Guru perlu menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik (kegiatan apersepsi), agar peserta didik menjadi mudah dalam memahami pelajarannya yang diterimanya.
·         Sesuai dengan prinsip repitisi dalam proses pembelajaran, diharapkan guru dapat menjelaskan unit pelajaran secara berulang-ulang hingga tanggapan peserta didik menjadi jelas.
·         Guru wajib memerhatikan dan memikirkan korelasi atau hubungan antara mata pelajaran dan/atau praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari.
·         Guru harus tetap menjaga konsentrasi belajar para peserta didik dengan cara memberikan kesempatan berupa pengalaman secara langsung, mengamati/meneliti, dan menyimpulkan pengetahuan yang didapatnya.
·         Guru harus mengembangkan sikap peserta didik dalam membina hubungan sosial, baik dalam kelas maupun diluar kelas.
·         Guru harus menyelidiki dan mendalami perbedaan peserta secara individual agar dapat melayani siswa sesuai dengan perbedaannya tersebut.
·         Guru juga dapat melaksanakan evaluasi yang efektif serta menggunakan hasilnya untuk mengetahui prestasi dan kemajuan siswa serta menggunakan hasilnya untuk mengetahui prestasi dan kemajuan siswa serta dapat melakukan perbaikan dan pengembangan.
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang berkembang pesat, guru tidak lagi hanya bertindak sebagai penyaji informasi, tetapi juga harus mampu bertindak sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencari dan mengolah sendiri informasi. Dengan demikian keahlian guru harus terus dikembangkan dan tidak hanya terbatas pada penguasaan prinsip mengajar seperti yang telah diuraikan diatas.
Bertitik tolak dari pendapat para ahli tersebut diatas, maka yang dimaksud “Kompetensi Profesionalisme Guru” adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidangnya sehingga ia mampu menjalankan tugas dan fungsinya sebagai seorang guru dengan hasil yang baik. Dengan bertitik tolak pada pengertian-pengertian diatas, kompetensi guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Dalam melaksanakan kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki kemampuan atau kompetensi yang beraneka ragam.
Persyaratan profesional diantaranya :
1.    Menuntut adanya keterampilan
2.    Menekankan pada suatu keahlian bidang tertentu
3.    Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai
4.    Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari profesinya
5.    Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan
6.    Memiliki kode etik
7.    Memiliki objek layanan yang tetap yaitu peserta didik
8.    Diakui oleh masyarakat

Atas dasar persyaratan tersebut, bisa diambil kesimpulan bahwa jabatan profesional harus ditempuh melalui jenjang pendidikan yang khusus ditempuh melalui jenjang pendidikan yang khusus mempersiapkan jabatan tersebut.


B.  Jenis-jenis Kompetensi Guru Profesional
Kompetensi guru profesional mencakup kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial. Berikut akan diuraikan lebih jauh tentang kompetensi-kompetensi tersebut.
1.        Kompetensi pedagogik
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap evaluasi didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Disini ada 4 subkompetensi yang harus diperhatikan guru, yaitu memahami peserta didik, merancang pembelajaran, melaksanakan evaluasi dan mengembangkan peserta didik. Sementara itu, merancang pembelajaran dimaksudkan guru harus mampu membuat RPP dan kemudian bisa mengaplikasikan rancangan itu dalam proses pembelajaran sesuai alokasi waktu yang sudah ditetapkan. Di samping itu guru harus mampu melakukan evaluasi.
Mengembangkan peserta didik bermakna bahwa guru mampu memfasilitasi peserta didik di dalam mengembangkan potensi akademik dan non akademik yang dimilikinya.
2.        Kompetensi Kepribadian
Kompetensi Kepribadian yaitu kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berahlak mulia. Subkompetensi mantap dan stabil memiliki indikator yang esensial yaitu : bertindak sesuai hukum, norma sosial, bangga menjadi guru dan memiliki konsistensi dalam bertindak dan bertutur. Guru dewasa akan menampilkan kemandirian dalam bertindak dan memiliki etos kerja yang tinggi.Guru yang arif akan mampu melihat manfaat pembelajaran bagi peserta didik, sekolah dan masyarakat, menunjukkan sikap terbuka dalam berfikir dan bertindak. Berwibawa mengandung makna bahwa guru memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan perilaku yang disegani. Yang paling utama dalam kepribadian guru adalah berahlak mulia, ia dapat menjadi teladan bertindak sesuai norma agama (iman, takwa, jujur, ikhlas, suka menolong serta memiliki perilaku yang dapat dicontoh).
3.        Kompetensi Profesional
Kompetensi Profesional merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar nasional pendidikan. Guru harus memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang koheren dengan materi ajar. Memahami hubungan konsep antara mata pelajaran terkait dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, guru juga harus menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan dan materi bidang studi.
4.        Kompetensi Sosial
Kompetensi Sosial merupakan pendidik sebagai bagian dari masyarakat, untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik dan masyarakat sekitar. Guru tidak bisa bekerja sendiri tanpa memperhatikan lingkungannya. Ia harus sadar sebagai bagian tak terpisahkan dari masyarakat akademik tempat ia mengajar maupun dengan masyarakat luas. Ia harus memiliki kepekaan lingkungan dan secara terus menerus berdiskusi dengan teman sejawat dalam memecahkan persoalan pendidikan. Guru yang jalan sendiri tidak akan berhasil apalagi kalau dia menjaga jarak dengan peserta didik. Dia harus sadar bahwa interaksi guru dengan siswa mesti terus dihidupkan agar suasana belajar hangat dan harmonis. Keempat kompetensi di atas merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Masing-masing bukanlah hal yang berdiri sendiri.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian yang sudah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa seorang guru yang profesional adalah seorang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Atau dengan kata lain, guru profesional adalah orang yang terdiri dan terlatih dengan baik maksudnya bukan hanya memperoleh pendidikan formal tetapi juga harus menguasai berbagai strategi atau teknik di dalam kegiatan belajar mengajar serta menguasai landasan-landasan kependidikan seperti yang tercantum dalam sepuluh kompetensi guru serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya.
B. Saran-Saran
Semoga makalah yang kami sajikan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagaimanakah kualitas profesionalisme guru yang kita miliki. Dan bermanfaat dalam upaya pengembangan profesi dalam meningkatkan kualitas pengajaran yang kita laksanakan sebagai kunci keberhasilan pendidikan. Hendaknya seorang guru menjadikan jabatannya sebagai pekerjaan profesional uang selalu ditekuni sampai akhir hayatnya dan bukan hanya sekedar pelarian belaka karena belum mendapat pekerjaan lain yang lebih menjanjikan.


DAFTAR PUSTAKA

Drs. H. Martini Yamin, M.Pd, Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP di Lengkapi UU No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
Uzer Usman, Moh, Drs, 2003, Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya






Tidak ada komentar:

Posting Komentar