KATA PENGATAR
Dengan segala kerendahan hati penulis memanjatkan puji syukur kehadirat
Allah SWT atas berkat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan Tugas Makalah ini yang berjudul “Kreteria Profesi Guru”.
Mungkin dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan baik itu dari
segi penulisan, isi dan lain sebagainya, maka kami sangat mengharapkan kritikan dan saran guna perbaikan untuk
pembuatan makalah untuk hari yang akan datang.
Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga
tulisan sederhana ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca. Atas semua
ini kami mengucapkan ribuan
terima kasih yang tidak terhingga, semoga segala bantuan dari semua pihak mudah-mudahan mendapat amal baik yang
diberikan oleh Allah SWT.
Banda Aceh, 30
Maret 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Profesi guru
pada saat ini masih banyak dibicarakan orang, atau masih saja dipertanyakan
orang, baik di kalangan para pakar pendidikan maupun diluar pakar pendidikan.
Bahkan selama beberapa tahun terakhir ini hampir setiap hari, baik di media
cetak maupun elektronik memuat berita tentang guru. Ironisnya berita-berita
tersebut banyak yang cenderung melecehkan posisi guru, baik yang sifatnya
menyangkut kepentingan umum sampai kepada hal-hal yang sifatnya sangat pribadi,
sedangkan dari pihak guru sendiri nyaris tak mampu membela diri .Masyarakat atau ora ng tua murid pun
kadang-kadang mencemoohkan dan menuding guru tidak kompeten, tidak berkualitas
dan sebagainya, manakala putra/putrinya tidak bisa menyelesaikan persoalan yang
ia hadapi sendiri atau memiliki kemampuan tidak sesuai dengan keinginannya. Rendahnya pengakuan masyarakat terhadap
profesi guru disebabkan oleh beberapa faktor berikut:
·
Adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapapun
dapat menjadi guru asalkan ia berpengetahuan
·
Kekurangan guru di daerah terpencil, memberikan
peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak mempunyai keahlian untuk menjadi
guru
·
Banyak guru yang belum menghargai profesinya
apalagi berusaha mengembangkan profesinya itu.
Faktor lain
yang mengakibatkan rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap profesi guru yakni
kelemahan yang terdapat pada diri guru itu sendiri diantaranya rendahnya
tingkat kompetensi profesionalisme mereka. Penguasaan guru terhadap materi dan
metode pengajaran masih berada di bawah standar. Dari kenyataan-kenyataan tersebut, sudah saatnya kompetensi guru
ditingkatkan. Bagaimana menjadi seorang guru yang handal dan menyenangkan yang
mengendalikan mutu pendidikan karena seorang guru bukan saja mengajar tetapi
juga mendidik, membimbing, melatih anak didik mencapai kedewasaan. Setelah
proses pendidikan sekolah selesai, diharapkan anak didik mampu hidup dan
mengembangkan dirinya di tengah masyarakat dengan berbekal pengetahuan dan
pengalaman yang sudah melekat di dalam dirinya. Beranjak dari gambaran
tersebut, maka dalam menulis makalah yang berjudul “Guru Profesional Sebagai
Pengendali Mutu Pendidikan”.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini adalah:
1.
Untuk memenuhi tugas Kulia yang diberikan oleh dosen.
2.
Untuk menambahkan ilmu pengetahuan yang lebih
mendalam tentang wawasan kemampuan guru.
C. Sistematika Penulisan
Agar lebih
sistematis dan mudah dimengerti maka pembahasan dalam makalah ini dibagi
menjadi beberapa Bab yaitu sebagai berikut:
·
Bab I : Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan penulis, dan
sistematika penulis
·
Bab II : Landasan teori berisi tentang
definisi Kriteria Profesional Guru, Kompetensi Kepribadian dan Sosial Guru serta Kompetensi Profesional Guru.
·
Bab III : Penutup berisi Kesimpulan
dan Saran-Saran
BAB II
PEMBAHASAN
1.
KRITERIA PROFESIONAL GURU
A.
Guru
sebagai Profesi
Guru adalah sebuah profesi, sebagaimana
profesi lainnya merujuk pada pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian,
tanggung jawab, dan kesetiaan. Suatu profesi tidak bisa di lakukan oleh
sembarang orang yang tidak dilatih atau dipersiapkan untuk itu. Suatu profesi
umumnya berkembang dari pekerjaan (vocational), yang kemudian berkembang makin
matang serta ditunjang oleh tiga hal: keahlian, komitmen, dan keterampilan,
yang membentuk sebuah segitiga sama sisi yang di tengahnya terletak
profesionalisme. Senada dengan itu,
secara implisit, dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dinyatakan, bahwa guru adalah : tenaga profesional yang
bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian
dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi
(pasal 39 ayat 1).
Guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Menurut Dedi Supriadi (1999), profesi
kependidikan dan/atau keguruan dapat disebut sebagai profesi yang sedang tumbuh
(emerging profession) yang tingkat kematangannya belum sampai pada apa yang
telah dicapai oleh profesi-profesi tua (old profession) seperti: kedokteran,
hukum, notaris, farmakologi, dan arsitektur. Selama ini, di Indonesia, seorang
sarjana pendidikan atau sarjana lainnya yang bertugas di institusi pendidikan
dapat mengajar mata pelajaran apa saja, sesuai kebutuhan/kekosongan/kekurangan
guru mata pelajaran di sekolah itu, cukup dengan “surat tugas” dari kepala
sekolah. Hal inilah yang
merupakan salah satu penyebab lemahnya profesi guru di Indonesia. Adapun
kelemahan-kelemahan lainnya yang terdapat dalam profesi keguruan di Indonesia,
antara lain berupa:
·
Masih
rendahnya kualifikasi pendidikan guru dan tenaga kependidikan.
·
Sistem
pendidikan dan tenaga kependidikan yang belum terpadu.
·
Organisasi
profesi yang rapuh; serta Sistem
imbalan dan penghargaan yang kurang memadai.
Seorang
guru disebut kreatif karena ia menghargai proses yang terjadi di kelasnya.
Artinya setelah ia rencanakan pembelajaran di kelasnya, menggunakan sumber
pembelajaran sesuai yang dipunyai oleh sekolahnya, tahap berikutnya adalah
senang melihat siswanya berproses. Ketika proses yang terjadi membuat siswanya
jadi senang belajar, senang bertanya, percaya diri serta beragam sikap lainnya
yang berguna bagi masa depan siswanya, saat itulah seorang guru berhasil
menjadi seorang guru kreatif. Pendidikan yang bermutu sangat
tergantung pada kapasitas satuan-satuan pendidikan dalam mentranformasikan
peserta didik untuk memperoleh nilai tambah, baik yang terkait dengan aspek
olah pikir, rasa, hati, dan raganya. Dari sekian banyak komponen pendidikan,
guru dan dosen merupakan faktor yang sangat penting dan strategis dalam usaha
meningkatkan mutu pendidikan di setiap satuan pendidikan. Berapa pun besarnya
investasi yang ditanamkan untuk memperbaiki mutu pendidikan, tanpa kehadiran
guru dan dosen yang kompeten, profesional, bermartabat, dan sejahtera dapat
dipastikan tidak akan tercapai tujuan yang diharapkan [UU No.14Thn 2005:2].
Pendapat akhir pemerintah atas
Rancangan UU tentang guru dan dosen yang disampaikan pada rapat paripurna Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, cukup menjanjikan kualitas pendidikan
Indonesia dengan guru-guru yang profesional, memiliki kompetensi dan
disertfikasi sebagai jabatan profesi guru. Tetapi, konsep dan Undang Undang,
berbicara pada dataran edial, tetapi realitas pendidikan yang dihadapi saat ini
berbicara lain. Katakan saja, berita dari dunia pendidikan yang menggetarkan
para pengguna pendidikan: Pertama, hampir separuh dari lebih kurang 2,6 juta
guru di Indonesia tidak memiliki kompetensi yang layak untuk mengajar. Katakan
saja, kualifikasi dan kompetensinya tidak mencukupi untuk mengajar disekolah.
Dari sini kemudian diklarifikasi lagi,
guru yang tidak layak mengajar atau menjadi guru berjumlah 912.505, terdiri
dari 605.217 guru SD, 167.643 guru AMP, 75.684 guru SMA, dan 63.962 guru SMK.
Kedua, tercatat 15 persen guru mengajar tidak sesuai dengan keahlian yang
dipunyainya atau budangnya [Kompas, 9/12/2005]. Dengan kondisi, berapa banyak
peserta didik yang mengenyam pendidikan dari guru-guru tersebut? Berapa banyak
yang dirugikan? [Baskoro Poedjinoegroho E: Kompas, 5/1/2006]. Keempat, fakta
lain, menunjukkan bahwa mutu guru di Indonesia masih jauh dari memadai.
Berdasarkan statistik 60% guru SD, 40% guru SLTP, 43% SMA, 34% SMK dianggap
belum layak untuk mengajar di jenjang masing- masing. Selain itu 17.2% guru
atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan bidang studinya. Bila SDM guru
kita, dibandingkan dengan negara-negara lain, maka kualitas SDM guru kita
berada pada urutan 109 dari 179 negara berdasarkan Human Development Index suarakita.
Apabila data ini valid, maka cukup mencengankan kita yang bergelut dalam dunia
pendidikan selama ini.
Pekerjaan mengajar telah ditekuni orang
sejak lama dan perkembangan profesi guru sejalan dengan perkembangan
masyarakat. Tetapi, data dan kondisi di atas, cukup memprihatikan kita. Mungkin
kita bertanya, apa yang diperbuat selama ini dalam dunia pendidikan kita?
Padahal, setiap ganti mentri, mesti ganti kebijakan dalam dunia pendidikan,
tetapi kondisi dan realitas tenaga guru yang disebutkan di atas adalah
merupakan suatu berita yang mencengangkan dan bencana untuk dunia pendidikan.
Mungkinkah guru dapat menjadi profesional? Harus disadari kondisi guru seperti
pada temuan di atas harus menjadi keprihatinan bersama. Kondisi di atas membuat kita bertanya,
apakah ada sesuatu yang salah dalam sistem rekruiting guru. Siapakah mereka
itu? Apakah mereka adalah para calon guru atau mereka-mereka yang sedang
belajar untuk menjadi guru. Apakah mereka itu sejak semula bercita-cita menjadi
guru ataukah lantaran tidak dapat masuk ke fakultas yang dicita-citakan, lantas
memaksa diri untuk menjadi guru yang tidak sesuai dengan pilihannya? Apakah
kegagalan mereka untuk memasuki fakultas nonkeguruan merupakan indikasi bahwa
mereka tidak mempunyai kemampuan yang mencukupi? Apabila demikian, apakah
mereka dapat dikatakan terdampar menjadi guru? Ini adalah persoalan serius yang dihadapi untuk mewujudkan kompetensi,
sertifikasi dan profesionalisme guru. Bukankah hampir tidak pernah terdengar
tentang sebuah ciri-cita untuk menjadi guru, sekalipun dari anak guru? Apakah
ini semua, ada korelasinya dengan kualifikasi, kompetensi, dan profesionalisme
para guru?
Tentunya hal tersebut tidak akan terjadi bila guru
tersebut memiliki sepuluh kriteria 'guru profesional' dalam dirinya. Ada
sepuluh kriteria yang hendaknya dimiliki oleh seorang 'guru profesional' yaitu
:
Selalu Punya Energi Untuk Siswanya.
Seorang guru yang baik menaruh perhatian pada siswa di
setiap percakapan atau diskusi dengan mereka. Guru yang baik juga punya kemampuan
mendengar dengan seksama.
Punya
tujuan jelas untuk pelajaran.
Seorang guru yang baik menetapkan tujuan yang jelas untuk
setiap pelajaran dan bekerja untuk memenuhi tujuan tertentu dalam setiap kelas.
Punya
keterampilan mendisiplinkan yang efektif.
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan disiplin yang
efektif sehingga bisa mempromosikan perubahan perilaku positif di dalam kelas.
Punya
keterampilan manajemen kelas yang baik.
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan manajemen
kelas yang baik dan dapat memastikan perilaku siswa yang baik, saat siswa
belajar dan bekerja sama secara efektif, membiasakan menanamkan rasa hormat
kepada seluruh komponen didalam kelas.
Bisa
berkomunikasi baik dengan orang tua murid.
Seorang guru yang baik menjaga komunikasi terbuka dengan
orang tua murid dan membuat mereka selalu mendapat informasi terbaru tentang
apa yang sedang terjadi di dalam kelas dalam hal kurikulum, disiplin, dan isu
lainnya.
Punya
harapan yang tinggi pada siswanya.
Seorang guru yang baik memiliki harapan yang tinggi dari
siswa dan mendorong semua siswa dikelasnya untuk selalu bekerja dan mengerahkan
potensi terbaik mereka.
Pengetahuan
tentang kurikulum.
Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan mendalam
tentang kurikulum sekolah dan standar-standar lainnya. Mereka dengan sekuat
tenaga memastikan pengajaran mereka memenuhi standar-standar itu.
Pengetahuan
tentang subyek yang diajarkan.
Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan yang luar
biasa dan antusiasme untuk subyek yang mereka ajarkan. Mereka siap untuk
menjawab pertanyaan dan menyimpan bahan menarik bagi para siswa, bahkan bekerja
sama dengan bidang studi lain demi pembelajaran yang kolaboratif.
Selalu
memberikan yang terbaik untuk anak-anak dalam proses pengajaran.
Seorang guru yang baik bergairah mengajar dan bekerja
dengan anak-anak. Mereka gembira bisa mempengaruhi siswa dalam kehidupan mereka
dan memahami dampak atau pengaruh yang mereka miliki dalam kehidupan siswanya,
sekarang dan nanti ketika siswanya sudah beranjak dewasa.
Punya
hubungan yang berkualitas dengan siswa.
Seorang guru yang baik mengembangkan
hubungan yang kuat dan saling hormat menghormati dengan siswa dan membangun
hubungan yang dapat dipercaya.
Tidak mudah memang untuk meraih 10 kriteria 'guru
profesional' tersebut diatas. Guru juga seorang manusia biasa yang memiliki
kelebihan dan kekurangan. Mereka juga mempunya rasa marah, kesal, benci dan
sebagainya. Namun karena mereka sudah menyandang predikat sebagai seorang guru
yang digugu lan ditiru, maka mau tidak mau suka tidak suka, mereka harus mau
untuk introspeksi, berbenah diri, terus belajar dan menjaga citranya sebagai
seorang pendidik atau guru. Kita tentunya juga kurang sependapat bila yang
bersangkutan langsung dikenai sanksi keras seperti dicopot sebagai Kepala
Sekolah, dinonjobkan, atau dipindah ke tempat 'terpencil' dan sebagainya.
Mengapa tidak kita beri kesempatan kepada Bu Guru tersebut untuk memperbaiki
diri, dibina oleh atasannya yang lebih tinggi dan tindakan lainnya yang
mendidik ? Hendaknya diantara mereka kemudian terjalin komunikasi yang baik,
terjadi hubungan kekeluargaan yang erat, dan saling memaafkan. Guru profesional dalam
pelaksanaan pekerjaannya mempunyai ciri-ciri tertentu, dimana ciri-ciri
tersebut harus ada pada guru itu sendiri. BJ. Chandler menegaskan profesi
mengajar adalah suatu jabatan yang mempunyai kekhususan, kekhususan itu
memerlukan kelengkapan mengajar dan/atau keterampilan yang menggambarkan bahwa
seseorang melakukan tugas mengajar, yaitu membimbing manusia. Chandler menjelaskan
ciri-ciri suatu profesi yang dikutip dari suatu publikasi yang dikeluarkan oleh
British Institute Of Managemen. Di situ dikemukakan ciri suatu profesi, yaitu
sebagai berikut : Suatu profesi menunjukkan bahwa orang itu lebih mementingkan
layanan kemanusiaan daripada kepentingan pribadi.
·
Masyarakat mengakui bahwa
profesi itu punya status yang tinggi.
·
Praktek profesi itu didasarkan
pada suatu penguasaan pengetahuan yang khusus.
·
Profesi itu selalu ditantang
agar orangnya memiliki keaktifan intelektual.
·
Hak untuk memiliki standar
kualifikasi profesional ditetapkan dan dijamin oleh kelompok organisasi
profesi.
Apa yang dikemukakan di atas nampaknya berlaku
dalam bidang manajemen dan bisnis. Berdasarkan ciri yang dikemukakan dalam
bidang manajemen bisnis itu, Chandler mencoba menerapkan ciri-ciri profesi itu
dalam bidang pendidikan bagi para guru. Ia mengemukakan guru suatu profesi
serta memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
·
Mengemukakan layanan sosial
lebih mementingkan dari kepentingan pribadi.
·
Mempunyai pengetahuan yang
khusus (dalam hal mengajar dan mendidik).
·
Memiliki kegiatan intelektual.
·
Memiliki hak untuk memperoleh
standar kualifikasi profesional.
·
Mempunyai kode etik profesi
yang ditentukan oleh organisasi profesi.
Ahli
pendidikan Islam Al-Kanani (W. 733 H) mengemukakan persyaratan seorang pendidik
atas tiga macam yaitu:
1.
Berkenaan dengan dirinya
2.
Berkenaan dengan pelajaran, dan
3.
Yang berkenaan dengan muridnya.
Pertama, Syarat-syarat yang berhubungan dengan dirinya,
yaitu :
1.
Hendaknya guru senantiasa insyaf
akan pengawasan Allah terhadapnya dalam seagala perkataan dan perbuatan bahwa
ia memegang amanat ilmiyah yang diberikan Allah kepadanya.
2.
Hendaknya guru memelihara
kemuliaan ilmu.
3.
Hendaknya guru bersifat zuhud.
4.
Hendaknya guru tidak
berorientasi duniawi dengan menjadikan ilmunya sebagai alat untuk mencapai
kedudukan, harta, prestasi, atau kebanggaan terhadap orang lain.
5.
Hendaknya guru menjauhi mata
pencaharian yang hina dalam pandangan syara’ dan menjauhi situasi yang bisa
mendatangkan fitnah dan tidak melakukan sesuatu yang dapat menjatuhkan harga
dirinya.
6.
Hendaknya guru memelihara
syiar-syiar Islam.
7.
Guru hendaknya rajin melakukan
hal-hal yang disunahkan oleh agama.
8.
Guru hendaknya memelihara
akhlak yang mulia dalam pergaulannya dengan orang banyak dan menghindarkan diri
dari akhlak yang tercela.
9.
Guru hendaknya mengisi
waktu-waktu luangnya dengan hal-hal yang bermanfaat.
10.
Guru hendaknya selalu belajar
dan tidak merasa malu untuk menerima ilmu dari orang yang lebih rendah darinya
baik dari segi kedudukan ataupun dari usianya.
11.
Guru hendaknya rajin meneliti,
menyusun dan mengarang dengan memperhatikan keterampilan dan keahlian yang
dibutuhkan untuk itu.
Kedua
syarat-syarat yang berhubungan dengan pelajaran (syarat-syarat
pedagogis-didaktis), yaitu :
1.
Sebelum keluar dari rumah untuk
mengajar, hendaknya guru bersuci dari hadas dan kotoran serta mengenakan
pekaian yang baik dengan maksud mengagungkan ilmu dan syari’at.
2.
Ketika keluar dari rumah guru
hendaknya berdo’a agar tidak sesat dan menyesatkan dan terus berzikir kepada
Allah SWT.
3.
Hendaknya guru mengambil tempat
pada posisi yang dapat terlihat oleh semua murid.
4.
Sebelum memulai mengajar, guru
hendaknya membaca sebagian dari ayat-ayat al-Qur’an agar memperoleh berkah
dalam mengajar, kemudian membaca Basmalah.
5.
Guru hendaknya mengajarkan
bidang studi sesuai dengan hirarki nilai kemuliaan dan kepentingannya.
6.
Hendaknya guru selalu mengatur
volume suaranya agar tidak terlalu keras dan tidak pula terlalu rendah.
7.
Hendaknya guru menjaga
ketertiban majelis dengan mengarahkan pembahasan kepada objek tertentu.
8.
Guru hendaknya menegur
murid-murid yang tidak menjaga sopan santun.
9.
Guru hendaknya bersikap bijak
dalam melakukan pembahasan, menyampaikan pelajaran dan menjawab pertanyaan.
10.
Guru hendaknya tidak mengajar
bidang studi yang tidak dikuasainya.
Ketiga kode etik guru di tengah-tengah para muridnya,
antara lain :
1.
Guru hendaknya mengajar dengan
niat mengharap ridha Allah.
2.
Guru hendaknya tidak menolak
untuk mengajar murid yang tidak mempunyai niat yang tulus dalam belajar.
3.
Guru hendaknya mencintai
muridnya seperti ia mencintai dirinya sendiri.
4.
Guru hendaknya memotivasi murid
untuk menuntut ilmu seluas mungkin.
5.
Guru hendaknya menyampaikan
pelajaran dengan bahasa yang mudah dipahami dan berusaha agar muridnya dapat
memahami pelajaran.
6.
Guru hendaknya melakukan
evaluasi terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukannya.
7.
Guru hendaknya bersikap adil
terhadap semua muridnya.
8.
Guru hendaknya berusaha
membantu memenuhi kemaslahatan murid, baik dengan kedudukan ataupun dengan
hartanya.
9.
Guru hendaknya terus menerus
memantau perkembangan murid, baik intelektual maupun akhlaknya.
Robert richey
mengemukakan ciri-ciri guru sebagai profesi adalah seabagai profesi berikut :
1.
Adanya komitmen dari para guru
bahwa jabatan itu mengharuskan pengikutnya menjunjung tinggi martabat
kemanusiaan lebih dari mencari keuntungan diri sendiri.
2.
Suatu profesi mensyaratkan
orangnya mengikuti persiapan profesional dalam jangka waktu tertentu.
3.
Harus selalu menambah ilmu
pengetahuan agar terus menerus bertambah dalam jabatannya.
4.
Memiliki kemampuan intelektual
untuk bidang keahlian yang ditekuni.
5.
Menjadi anggota dari suatu
organisasi profesi.
6.
Jabatan itu dipandang sebagai
suatu karir hidup.
Dari keterangan di atas, dapat dipahami bahwa ada
tiga unsur yang terdapat dalam pekerjaan profesional, yakni :
·
Mengandung unsur
pengabdian
Setiap profesi dikembangkan untuk memberikan
pelayanan tertentu kepada masyarakat. Pelayanan itu dapat berupa pelayanan
individual dan layanan kelompok. Dengan demikian setiap orang yang mengaku
menjadi pengemban dari suatu profesi tertentu harus benar-benar yakin bahwa
dirinya memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat atau mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan
kepada masyarakat yang membutuhkan.
·
Mengandung unsur
idealisme
Profesi bukanlah sekedar mata pencaharian saja
atau bidang pekerjaan yang mendatangkan materi saja, melainkan dalam profesi
itu tercakup pengertian pengabdian pada sesuatu yang luhur dan idealis, seperti
untuk tegaknya keadilan, kebenaran, meringankan beban penderitaan sesama
manusia, dan sebaginya. Dengan demikian setiap orang yang menganggap dirinya
sebagai anggota suatu profesi harus benar-benar mengetahui pengabdian apa yang
akan diberikan kepada masyarakan melalui perangkat pengetahuan dan keterampilan
khusus yang dimilikinya. Pada umumnya melalui pengetahuan dan keterampilan
khusus ini setiap anggota suatu profesi mempunyai kewajiban untuk melindungi
masyarakat dari peraktek penipuan yang dilakukan oleh para profesional gadungan.
·
Mengandung unsur
pengembangan
Pada bidang profesi mempunyai kewajiban untuk
menyempurnakan prosedur kerja yang mendasari pengabdian secara terus menerus.
Secara teknis profesi tidak boleh berhenti atau mandek. Kalau kemandekan teknis
ini terjadi, profesi dianggap sedang mengalami proses kelayuan (decaying) atau
sudah mati. Dengan demikian profesi pun menjadi punah dari kehidupan
masyarakat.
2.
KOMPETENSI KEPRIBADIAN DAN SOSIAL GURU
Keberhasilan pembelajaran kepada
peserta didik sangat ditentukan oleh guru, karena guru adalah pemimpin
pembelajaran, fasilitator, dan sekaligus merupakan pusat inisiatif
pembelajaran. Itulah sebabnya, guru harus senantiasa mengembangkan kemampuan
dirinya. Guru perlu memiliki standar profesi dengan menguasai materi serta
strategi pembelajaran dan dapat mendorong siswanya untuk belajar
bersungguh-sungguh. Selain standar profesi, guru perlu memiliki standar sebagai
berikut:
- Standar intelektual: guru harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai agar dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik dan profesional.
- Standar fisik: guru harus sehat jasmani, berbadan sehat, dan tidak memiliki penyakit menular yang membahayakan diri, peserta didik dan lingkungannya.
- Standar psikis: guru harus sehat rohani, artinya tidak mengalami gangguan jiwa ataupun kelainan yang dapat mengganggu pelaksanaan tugas profesionalnya.
- Standar mental: guru harus memiliki mental yang sehat, mencintai, mengabdi, dan memiliki dedikasi yang tinggi pada tugas dan jabatannya.
- Standar moral: guru harus memiliki budi pekerti luhur dan sikap moral yang tinggi.
- Standar sosial: guru harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan bergaul dengan masyarakat lingkungannya.
- Standar spiritual: guru harus beriman kepada Allah yang diwujudkan dalam ibadah dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk dapat memperoleh hasil yang baik
dalam suatu rangkaian kegiatan pendidikan dan pembelajaran, seorang guru
dituntut untuk memiliki kualifikasi tertentu yang disebut juga kompetensi. Yang
dimaksud dengan kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan (Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen). Berarti kompetensi mengacu pada kemampuan
melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan; kompetensi guru
menunjuk kepada performance dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi
spesifikasi tertentu di dalam pelaksanaan tugas-tugas pendidikan. Kompetensi bagi guru untuk tujuan
pendidikan secara umum berkaitan dengan empat aspek, yaitu kompetensi: a)
paedagogik, b) profesional, c) kepribadian, d) sosial. Kompetensi ini bukanlah
suatu titik akhir dari suatu upaya melainkan suatu proses yang berkembang dan
belajar sepanjang hayat (lifelong learning process).
Kompetensi paedagogik dan profesional
meliputi penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan, serta kemahiran
untuk melaksanakannya dalam proses belajar mengajar. Kompetensi ini dapat ditumbuhkan
dan ditingkatkan melalui proses pendidikan akademik dan profesi suatu lembaga
pendidikan. Namun, kompetensi kepribadian dan sosial, yang meliputi etika,
moral, pengabdian, kemampuan sosial, dan spiritual merupakan kristalisasi
pengalaman dan pergaulan seorang guru, yang terbentuk dalam lingkungan
keluarga, masyarakat dan sekolah tempat melaksanakan tugas.
Pengembangan kompetensi kepribadian
(personal) dan sosial ini sulit dilakukan oleh lembaga resmi karena kualitas
kompetensi ini ditempa serta dipengaruhi oleh kondisi dan situasi masyarakat
luas, lingkungan dan pergaulan hidup termasuk pengalaman dalam tugas. Padahal,
berbagai lingkungan tersebut seringkali merupakan “tempat yang bermasalah dan
berpenyakit masyarakat”, seperti hedonis, KKN, materialistis, pragmatis, jalan
pintas, kecurangan, dan persaingan yang tidak sehat. Dalam lingkungan yang
demikian, nilai-nilai yang telah diperoleh di lembaga pendidikan, dan telah
membentuk karakter peserta didik “yang baik” bisa luntur setelah berinteraksi dengan
masyarakat. Siaran televisi misalnya, sangat kuat pengaruhnya pada budaya dan
gaya hidup anak-anak, remaja dan pemuda. Contoh konkritnya, program “Smack
Down” yang telah memakan banyak korban, bahkan korbannya adalah anak-anak yang
masih duduk di bangku sekolah sekolah dasar. Dengan
demikian guru tidak hanya dituntut untuk menguasai bidang ilmu, bahan ajar,
metode pembelajaran, memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yang
tinggi dan wawasan yang luas terhadap dunia pendidikan, tetapi juga harus memiliki
pemahaman yang mendalam tentang hakikat manusia, dan masyarakat.
A. KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU
Kompetensi kepribadian adalah
kompetensi yang berkaitan dengan perilaku pribadi guru itu sendiri yang kelak
harus memiliki nilai-nilai luhur sehingga terpancar dalam perilaku sehari-hari.
Hal ini dengan sendirinya berkaitan erat dengan falsafah hidup yang
mengharapkan guru menjadi model manusia yang memiliki nilai-nilai luhur. Karakteristik kepribadian yang berkaitan
dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya adalah meliputi
fleksibilitas kognitif dan keterbukaan psikologis. Fleksibilitas kognitif atau
keluwesan ranah cipta merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan
secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Kompetensi sosial dalam kegiatan belajar ini berkaitan erat dengan
kemampuan guru dalam bekomunikasi dengan masyarakat di sekitar sekolah dan
masyarakat tempat guru tinggal sehingga peranan dan cara guru berkomunikasi di
masyarakat diharapkan memiliki karakteristik tersendiri yang sedikit banyak
berbeda dengan orang lain yang bukan guru. Misi yang diemban guru adalah misi
kemanusiaan. Guru dan dosen adalah
pejabat profesinal, sebab mereka diberi tunjangan profesional. Guru sebagai
pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat
menunjukkan kkepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan
masyarakat sekelilingnya. Penampilan seorang guru dalam berbagai
situasi dan kondisipendidikan, pada dasarnya merupakan cerminan kualitas kepribadian.Kepribadian
merupakan keseluruhan perilaku dalam berbagai aspek yangsecara kualitatif akan
membentuk keunikan atau kekhasan seseorang dalaminteraksi dengan lingkungan
diberbaga i situasi dan kondisi. Sebagai suatuyang khas, maka tidak ada dua
orang individu yang akan berkepribadian samakarena adanya keunikan dalam
pembawaaan, lingkungan, dan prosesperkembangan. Dalam lingkup pendidikan,
penampilan guru merupakan halyang amat penting untuk mewujudkan kinerja secara
tepat dan efektif.
Dengandemikian, sifat utama seorang guru ialah kemampuannya dalam
mewujudkanpenampilan kualitas kepribadian dalam interaksi pendidikan yang
sebaikbaiknyaagar kebutuhan dan tujuan dapat tercapai secara efektif.Dan setiap
guru mempunyai pribadi masing-masing sesuai denganciri–ciri pribadi yang mereka
miliki. Ciri-ciri inilah yang membedakanseorang guru dari guru lainnya.
Kepribadian sebenarnya adalah suatu masalahyang abstrak, hanya dapat dilihat
lewat penempilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian, dan dalam menghadapi setiap
persoalan. Maka dari itu disini kitaakan menjelaskan lebih dalam mengenai
pengertian kepribadian guru agama.Kepribadian berasal dari kata Personality
(bahasa Latin) yang berartikedok atau topeng. Yaitu tutup muka yang sering
dipakai oleh pemain-pemainpanggung, yang maksudnya untuk menggambarkan
perilaku, watak ataupribadi seseorang. Hal itu dilakukan oleh karena terdapat
ciri-ciri yang khasyang hanya dimiliki oleh seseorang tersebut baik dalam arti
kepribadian yangbaik, ataupun yang kurang baik. Misalnya untuk membawakan
kepribadianyang angkara murka, serakah, dan sebagainya sering ditopengkan
dengangambar raksasa, sedangkan untuk perilaku yang baik, budi luhur,
sukamenolong, berani berkorban, dan sebagainya ditopengkan dengan
seorangkesatria dan sebagainya. Dari sudut filsafat yang
dikemukakan oleh William Sternkepribadian adalah suatu kesatuan banyak (Unita
Multi Compleks) yangdiarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu dan mengandung
sifat-sifat khususindividu, yang bebas menentukan dirinya sendiri. Menurut Muhibbin
Syah dalam bukunya psikologi pendidikanmengemukakan dalam arti sederhana,
kepribadian berarti sifat hakiki individuyang tercermin pada sikap dan
perbuatannya yang membedakan dirinya dariyang lain. McLeod mengartikan
kepribadian (personality) sebagai sifat khas yang dimiliki seseorang. Dalam hal
ini, kata lain yang sangat dekat artinyadengan kepribadian adalah karakter dan
identitas.Menurut tinjauan psikologi, kepribadian pada prinsipnya adalahsusunan
atau kesatuan antara aspek perilaku mental (pikiran, perasaan, dansebagainya)
dengan aspek perilaku behaviorial (perbuatan nyata). Aspekaspekini berkaitan
secara fungsional dalam diri seorang individu, sehinggamembuatnya bertingkah
laku secara khas dan tetap. Dari perilaku psiko- fisik(rohani-jasmani) yang
khas dan menetap tersebut muncul julukan-julukanyang bermaksud menggambarkan
kepribadian Seorang guru.
Kompetensi kepribadian menurut Suparno (2002:47) adalah mencakup
kepribadian yang utuh, berbudi luhur, jujur, dewasa, beriman, bermoral;
kemampuan mengaktualisasikan diri seperti disiplin, tanggung jawab, peka,
objekti, luwes, berwawasan luas, dapat berkomunikasi dengan orang lain;
kemampuan mengembangkan profesi seperti berpikir kreatif, kritis, reflektif,
mau belajar sepanjang hayat, dapat ambil keputusan dll. (Depdiknas,2001).
Kemampuan kepribadian lebih menyangkut jati diri seorang guru sebagai pribadi
yang baik, tanggung jawab, terbuka, dan terus mau belajar untuk maju. Yang pertama ditekankan adalah guru itu bermoral dan beriman. Hal
ini jelas merupakan kompetensi yang sangat penting karena salah satu tugas guru
adalah membantu anak didik yang bertaqwa dan beriman serta menjadi anak yang
baik. Bila guru sendiri tidak beriman kepada Tuhan dan tidak bermoral, maka
menjadi sulit untuk dapat membantu anak didik beriman dan bermoral. Bila guru
tidak percaya akan Allah, maka proses membantu anak didik percaya akan lebih
sulit. Disini guru perlu menjadi teladan dalam beriman dan bertaqwa. Pernah
terjadi seorang guru beragama berbuat skandal sex dengan muridnya, sehingga
para murid yang lain tidak percaya kepadanya lagi. Para murid tidak dapat
mengerti bahwa seorang guru yang mengajarkan moral, justru ia sendiri
tidak bermoral. Syukurlah guru itu akhirnya dipecat dari sekolah.
Kedua, guru harus
mempunyai aktualisasi diri yang tinggi. Aktualisasi diri yang sangat penting
adalah sikap bertanggungjawab. Seluruh tugas pendidikan dan bantuan
kepada anak didik memerlukan tanggungjawab yang besar. Pendidikan yang
menyangkut perkembangan anak didik tidak dapat dilakukan seenaknya, tetapi
perlu direncanakan, perlu dikembangkan dan perlu dilakukan dengan
tanggungjawab. Meskipun tugas guru lebih sebagai fasilitator, tetapi tetap
bertanggung jawab penuh terhadap perkembangan siswa. Dari pengalaman lapangan
pendidikan anak menjadi rusak karena beberapa guru tidak bertanggungjawab.
Misalnya, terjadi pelecehan seksual guru terhadap anak didik, guru meninggalkan
kelas seenaknya, guru tidak mempersiapkan pelajaran dengan baik, guru tidak
berani mengarahkan anak didik, dll.
Kemampuan untuk berkomunikasi
dengan orang lain sangat penting bagi seorang guru karena tugasnya memang
selalu berkaitan dengan orang lain seperti anak didik, guru lain, karyawan,
orang tua murid, kepala sekolah dll. Kemampuan ini sangat penting untuk dikembangkan
karena dalam pengalaman, sering terjadi guru yang sungguh pandai, tetapi karena
kemampuan komunikasi dengan siswa tidak baik, ia sulit membantu anak didik
maju. Komunikasi yang baik akan membantu proses pembelajaran dan pendidikan
terutama pada pendidikan tingkat dasar sampai menengah.
Kedisiplinan juga menjadi unsur
penting bagi seorang guru. Kedisiplinan ini memang menjadi kelemahan bangsa
Indonesia, yang perlu diberantas sejak bangku sekolah dasar. Untuk itu guru
sendiri harus hidup dalam kedisiplinan sehingga anak didik dapat meneladannya.
Di lapangan sering terlihat beberapa guru tidak disiplin mengatur waktu,
seenaknya bolos; tidak disiplin dalam mengoreksi pekerjaan siswa sehingga siswa
tidak mendapat masukan dari pekerjaan mereka. Ketidakdisiplinan guru tersebut
membuat siswa ikut-ikutan suka bolos dan tidak tepat mengumpulkan perkerjaan
rumah. Yang perlu diperhatikan di sini adalah, meski guru sangat disiplin, ia
harus tetap membangun komunikasi dan hubungan yang baik dengan siswa. Pendidikan
dan perkembangan pengetahuan di Indonesia kurang cepat salah satunya
karena disiplin yang kurang tinggi termasuk disiplin dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dan dalam belajar.
Yang ketiga adalah
sikap mau mengembangkan pengetahuan. Guru bila tidak ingin ketinggalan jaman
dan juga dapat membantu anak didik terus terbuka terhadap kemajuan pengetahuan,
mau tidak mau harus mengembangkan sikap ingin terus maju dengan terus belajar.
Di jaman kemajuan ilmu pengetahuan sangat cepat seperti sekarang ini, guru
dituntut untuk terus belajar agar pengetahuannya tetap segar. Guru tidak boleh
berhenti belajar karena merasa sudah lulus sarjana.
Menurut
Permendiknas No. 16 tahun 2007 tentang Standard Kualifikasi dan Kompetensi
guru, Kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan dengan perilaku
pribadi guru itu sendiri yang kelak harus memiliki nilai-nilai luhur sehinnga
terpencar dalam perilaku sehari-hari.
Kompetensi ini
meliputi:
1.
Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan
kebudayaan nasional Indonesia, meliputi:
·
Menghargai
peserta didik tanpa membedakan keyakinan yang dianut, suku, adat-istiadat,
daerah asal, dan gender;
·
Bersikap
sesuai dengan norma agama yang dianut, hukum dan sosial yang berlaku dalam
masyarakat, dan kebudayaan nasional Indonesia yang beragam.
2.
Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan
teladan bagi peserta didik dan masyarakat, meliputi:
·
Berperilaku
jujur, tegas, dan manusiawi;
·
Berperilaku
yang mencerminkan ketakwaan dan akhlak mulia;
·
Berperilaku
yang dapat diteladan oleh peserta didik dan anggota masyarakat di sekitarnya.
3.
Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif,
dan berwibawa, meliputi:
·
Menampilkan
diri sebagai pribadi yang mantap dan stabil;
·
Menampilkan
diri sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan berwibawa.
4.
Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga
menjadi guru, dan rasa percaya diri, meliputi:
·
Menunjukkan
etos kerja dan tanggung jawab yang tinggi;
·
Bangga
menjadi guru dan percaya pada diri sendiri;
·
Bekerja
mandiri secara professional.
5.
Menjunjung tinggi kode etik profesi guru, meliputi:
·
Memahami
kode etik profesi guru;
·
Menerapkan
kode etik profesi guru;
·
Berperilaku
sesuai dengan kode etik profesi guru.
Kompetensi kepribadian yang perlu dimiliki guru antara lain
sebagai berikut:
- Guru sebagai manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa berkewajiban untuk meningkatkan iman dan ketaqwaannya kepada Tuhan, sejalan dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya. Dalam hal ini guru mesti beragama dan taat dalam menjalankan ibadahnya. Contoh: seorang guru laki-laki yang beragama Islam pada hari jumat melaksanakan ibadah sholat Jumat di tempat dia tinggal atau di sekolah yang ada masjidnya bersama warga sekolah yang lainnya dan sebaliknya agar dihindari perilaku untuk menyuruh orang lain beribadah sementara dia malah bermain catur dengan orang yang tidak pernah beribadah.
- Guru memiliki kelebihan dibandingkan yang lain. Oleh karena itu perlu di kembangkan rasa percaya pada diri sendiri dan tanggung jawab bahwa ia memiliki potensi yang besar dalam bidang keguruan dan mampu untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang di hadapinya. Contoh: seorang guru yang telah mengikuti penataran tentang metode CBSA berani untuk menerapkannya dalam kegiatan belajar mengajar dikelas dan mengevaluasi serta menyosialisasikan hasilnya kepada rekan guru-guru yang lain dan mengajak untuk mengembangkan metode yang telah di cobanya. Sebaliknya agar dihindari perilaku yang ragu-ragu untuk mencoba apa yang telah dimiliki dan takut merasa gagal dengan apa yang dicobanya.
- Guru senantiasa berhadapan dengan komunitas yang berbeda dan beragam keunikan dari peserta didik dan masyarakatnya maka guru perlu untuk mengembangkan sikap tenggang rasa dan toleransi dalam menyikapi perbedaan yang ditemuinya dalam berinteraksi dengan peserta didik maupun masyarakat. Contoh: dalam situasi belajar mengajar di kelas guru mengembangkan metode diskusi dalam mata pelajaran tertentu dan memberikan kesempatan kepada murid untuk menyampaikan pendapatnya bahkan mau pendapat yang yang berbeda dari murid dengan alasan yang rasional dan sebaliknya agar dihindari perilaku yang ingin menang sendiri dan menganggap dirinya paling benar serta tidak mau menerima masukan dari siapapun termasuk dari murid-murid.
- Guru diharapkan dapat menjadi fasilitator dalam menumbuh kembangkan budaya berfikir kritis di masyarakat, saling menerima dalam perbedaan pendapat dan menyepakatinya untuk mencapai tujuan bersama maka dituntut seorang untuk bersikap demokratis dalam menyampaikan dan menerima gagasan-gagasan mengenai permasalahan yang ada di sekitarnya sehingga guru menjadi terbuka dan tidak menutup diri dari hal-hal yang berada diluar dirinya.
- Guru mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan pembaharuan, baik dalam bidang profesinya maupun dalam spesialisnya.
Dasar untuk menggambarkan perilaku yang menjunjung tinggi
nilai etika dan moral bisa dinyatakan dalam pernyataan “do unto others as you
would have them do unto you” (Bennett, 1996). Pernyataan ini harus dipahami
sebagai nilai-nilai tradisional yang meskipun terkesan sangat konservatif
karena mengandung unsur nilai kejujuran (honesty), integritas dan konsern
dengan hak serta kebutuhan orang lain; tetapi sangat tepat untuk dijadikan
sebagai “juklak-juknis” didalam menilai dan mempertimbangkan persoalan etika
profesi yang terkait dalam proses pengambilan keputusan profesional.
Ø Sikap terhadap anak didik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu : memelihara dan
memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik. Ki Hajar
Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi
pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup
yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Sebuah istilah yang menjadi slogan guru
sebagai cerminan bagi anak didik ” guru kencing berdiri murid kencing berlari,
memberikan pesan moral kepada guru agar bertindak dengan penuh pertimbangan.
Ketika guru menanamkan nilai dan contoh karakter dan sifat yang tidak baik,
maka jangan salahkan murid ketika berprilaku lebih dari apa yang guru lakukan.
Seperti kelakuan bejat guru ketika membocorkan jawaban Ujian Nasional sebagai
upaya menolong kelulusan anak didiknya. Memang murid pada saat itu senang,
karena mendapatkan jawaban untuk mempermudah mereka lulus. Akan tetapi, saat
itu juga guru telah menanamkan ketidakpercayaan murid terhadap guru. Dan pada
saatnya nanti, mereka akan jauh berbuat lebih bejat lagi ketimbang saat ini yang
guru mereka lakukan. Dalam mendidik, guru
harus dengan ikhlas dalam bersikap dan berbuat serta mau memahami anak didiknya
dengan segala konsekuensinya. Semua kendala yang terjadi dan dapat menjadi
penghambat proses pendidikan baik yang berpangkal dari perilaku anak didik
maupun yang bersumber dari luar diri anak didik harus dapat dihilangkan bukan
dibiarkan. Keberhasilan dalam pendidikan lebih banyak sitentukan oleh guru
dalam mengelola kelas. Dalam mengajar, guru harus pandai menggunakan pedekatan
secara arif dsan bijaksana bukan sembarangan yang bisa merugikan anak didik. Kalau dalam pengajaran yang diwarnai
proses kekerasan sistemnya adalah satu arah, yaitu murid hanya menerima apa
yang dikatakan oleh guru, maka dalam proses yang membebaskan/pengajaran yang
membebaskan terjadi dalam dua arah. Guru belajar dari murid dan murid juga
belajar dari guru. Guru dan murid adalah teman seperjalanan mencari yang benar,
bernilai dan sahih (dapat dipertanggung jawabkan) dan yang saling memberikan
kesempatan untuk berperan satu terhadap yang lain. Guru tidak perlu takut kalau
murid lebih mengerti daripada dirinya dan tidak perlu merasa kehilangan
kehormatan, karena justru dengan demikian mereka telah membebaskan murid dari
perasaan takut dan memberikan kepada murid kebebasan untuk berkembang.
Ø Sikap terhadap Pekerjaan
Mengingat peranan strategis guru dalam
setiap upaya peningkatan mutu, relevansi, dan efisiensi pendidikan, maka
peningkatan profesionalisme guru merupakan kebutuhan. Benar bahwa mutu
pendidikan bukan hanya ditentukan oleh guru, melainkan oleh mutu masukan
(siswa), sarana manajemen, dan faktor-faktor eksternal lainnya. Akan tetapi
seberapa banyak siswa mengalami kemajuan dalam belajarnya, banyak tergantung
kepada kepiawaian guru dalam membelajarkan siswa.
Apa yang dimaksud dengan guru
profesional paling tidak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
·
Mempunyai
komitmen pada proses belajar siswa;
·
Menguasai
secara mendalam materi pelajaran dan cara mengajarkannya;
·
Mampu
berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari
pengalamannya.
·
Merupakan
bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya yang memungkinkan mereka
untuk selalu meningkatkan profesionalismenya.
Namun realitas menunjukkan bahwa
kualitas guru belum sebagaimana yang diharapkan. Berbagai usaha yang serius dan
sungguh-sungguh serta terencana harus secara terus menerus dilakukan dalam
pengembangan kualitas guru. Sertifikasi
guru, merupakan kebijakan yang sangat strategis, karena langkah dan tujuan
melakukan sertifikasi guru untuk meningkat kualitas guru, memiliki kompetensi,
mengangkat harkat dan wibawa guru sehingga guru lebih dihargai dan untuk
meningkatkan kualitas pendidiakan di Indonesia. Sikap
yang harus dibangun para guru dalam kompetensi dan sertifikasi ini adalah
profesionalisme, kualitas, mengenal dan menekuni profesi keguruan, meningkatkan
kualitas keguruan, mau belajar dengan meluangkan waktu untuk menjadi guru,
kerasan dan bangga atas keguruannya adalah langkah untuk menjadi guru yang
memiliki kualifikasi dan kompetensi untuk mendapatkan sertifikasi keguruan. Sertifikasi guru merupakan proses yang
dapat mengangkat harkat dan wibawa guru. Namun, sertifikasi guru jangan sampai
dipandang sebagai satu-satunya jalan yang menjamin kualitas guru.
Sangat tidak tepat apabila pemerintah
memaksakan program ini menjadi program yang ”instan”, sementara lingkungan
kerja guru tidak mendukung penggunaan maksimal kompetensi. Jika program ini
dipaksakan secara ”instan”, maka sulit diharapkan sebuah perubahan yang
signifikan akan terjadi pada wajah pendidikan di Indonesia. Hal yang penting adalah membangun
”kesadaran” dan ”budaya” bahwa guru adalah ”ujung tombak”, memiliki peran yang
besar, merupakan faktor penting dan strategis dalam usaha meningkatkan mutu
pendidikan, yang didukung dengan kesejahteraan guru yang layak dan memadai,
sehingga mau tidak mau, senang tidak senang, guru harus meningkat diri dengan
profesi yang ditekuninya.
Dengan demikian, kata kuncinya semua
kebijakan yang dilakukan untuk meningkat kualitas, kompetensi dan sertifikasi
guru adalah ”by proses” dan bukan ”instan. Sebagai
sebuah profesi, guru memang sudah selayaknya bersertifikat pendidik. Dengan
diperolehnya sertifikat pendidik, maka seorang guru berhak memperoleh tunjangan
profesi yang besarnya setara dengan satu kali gaji pokok. Diharapkan dengan
meningkatkan kesejahteraan guru ini akan diimbangi dengan peningkatan kinerja
guru. Sebab para guru akan lebih terfokus pada tugas keprofesionalannya di
satuan pendidikan/sekolahnya masing-masing dan tidak lagi menjadi “guru luar
biasa”. Meskipun
pakar pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Prof DR
Suwarma Al Muchtar SH MH menyatakan, bahwa pemberian sertifikasi bagi guru tak
menjamin peningkatan mutu pendidikan nasional karena sertifikasi guru cederung
pendekatan formalistis dan tidak menyentuh substansi masalah pendidikan di
Indonesia (Republika Online, Jum`at, 16 Maret 2007, 16:27:00), tetapi paling
tidak upaya pemerintah ini mampu menjadi semacam “penawar dahaga di kala haus”
atau “setitik cahaya di tengah kegelapan”. Artinya, merupakan sebuah angin
segar perubahan guna mengangkat citra, harkat dan martabat guru.
B. KOMPETENSI SOSIAL GURU
Ada empat pilar
pendidikan yang akan membuat manusia semakin maju:
- Learning to know (belajar untuk mengetahui), artinya belajar itu harus dapat memahami apa yang dipelajari bukan hanya dihafalkan tetapi harus ada pengertian yang dalam.
- Learning to do (belajar, berbuat/melakukan), setelah kita memahami dan mengerti dengan benar apa yang kita pelajari lalu kita melakukannya.
- Learning to be (belajar menjadi seseorang). Kita harus mengetahui diri kita sendiri, siapa kita sebenarnya? Untuk apa kita hidup? Dengan demikian kita akan bisa mengendalikan diri dan memiliki kepribadian untuk mau dibentuk lebih baik lagi dan maju dalam bidang pengetahuan.
- Learning to live together (belajar hidup bersama). Sejak Tuhan Allah menciptakan manusia, harus disadari bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tetapi saling membutuhkan seorang dengan yang lainnya, harus ada penolong. Karena itu manusia harus hidup bersama, saling membantu, saling menguatkan, saling menasehati dan saling mengasihi, tentunya saling menghargai dan saling menghormati satu dengan yang lain.
Pada butir ke 4 di atas, tampaklah
bahwa kompetensi sosial mutlak dimiliki seorang guru. Yang dimaksud dengan
kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik,
tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar
(Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir d). Karena itu
guru harus dapat berkomunikasi dengan baik secara lisan, tulisan, dan isyarat;
menggunakan teknologi komunikasi dan informasi; bergaul secara efektif dengan
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta
didik; bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
Memang guru harus memiliki pengetahuan
yang luas, menguasai berbagai jenis bahan pembelajaran, menguasai teori dan
praktek pendidikan, serta menguasai kurikulum dan metodologi pembelajaran.
Namun sebagai anggota masyarakat, setiap guru harus pandai bergaul dengan
masyarakat. Untuk itu, ia harus menguasai psikologi sosial, memiliki
pengetahuan tentang hubungan antar manusia, memiliki keterampilan membina
kelompok, keterampilan bekerjasama dalam kelompok, dan menyelesaikan tugas
bersama dalam kelompok. Sebagai
individu yang berkecimpung dalam pendidikan dan juga sebagai anggota
masyarakat, guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik.
Guru harus bisa digugu dan ditiru. Guru sering dijadikan panutan oleh
masyarakat, untuk itu guru harus mengenal nilai-nilai yang dianut dan
berkembang di masyarakat tempat melaksanakan tugas dan bertempat tinggal. Sebagai pribadi yang hidup di
tengah-tengah masyarakat, guru perlu memiliki kemampuan untuk berbaur dengan
masyarakat misalnya melalui kegiatan olahraga, keagamaan, dan kepemudaan.
Keluwesan bergaul harus dimiliki, sebab kalau tidak, pergaulannya akan menjadi
kaku dan berakibat yang bersangkutan kurang bisa diterima oleh masyarakat. Bila guru memiliki kompetensi sosial,
maka hal ini akan diteladani oleh para murid. Sebab selain kecerdasan
intelektual, emosional dan spiritual, peserta didik perlu diperkenalkan dengan
kecerdasan sosial (social intelegence), agar mereka memiliki hati nurani, rasa
perduli, empati dan simpati kepada sesama. Pribadi yang memiliki kecerdasan
sosial ditandai adanya hubungan yang kuat dengan Allah, memberi manfaat kepada
lingkungan, dan menghasilkan karya untuk membangun orang lain. Mereka santun
dan peduli sesama, jujur dan bersih dalam berperilaku. Sumber kecerdasan adalah intelektual
sebagai pengolah pengetahuan antara hati dan akal manusia. Dari akal muncul
kecerdasan intelektual dan kecerdasan bertindak yang memandu kecerdasan bicara
dan kerja. Sedangkan dari hati muncul kecerdasan spiritual, emosional dan
sosial.
Sosial inteligensi membentuk manusia
yang setia pada kebersamaan. Apabila ada satu warganya yang menderita merupakan
penderitaan bersama. Sebaliknya apabila ada kebahagiaan menjadi/merupakan
kebahagiaan seluruh masyarakat. Dalam tingkatan nasional, sosial intelegensi
membimbing para pemimpin untuk selalu peka terhadap kesulitan rakyatnya dengan
mengutamakan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Cara mengembangkan kecerdasan sosial di
lingkungan sekolah antara lain: diskusi, hadap masalah, bermain peran,
kunjungan langsung ke masyarakat dan lingkungan sosial yang beragam. Jika
kegiatan dan metode pembelajaran tersebut dilakukan secara efektif maka akan
dapat mengembangkan kecerdasan sosial bagi seluruh warga sekolah, sehingga
mereka menjadi warga yang peduli terhadap kondisi sosial masyarakat dan ikut
memecahkan berbagai permasalahan sosial yang dihadapi oleh masyarakat.
Berdasarkan beberapa pengertian kompetensi
sosial di atas, maka kompetensi sosial guru berarti kemampuan dan kecakapan
seorang guru (dengan kecerdasan sosial yang dimiliki) dalam berkomunikasi dan
berinteraksi dengan orang lain yakni siswa secara efektif dalam pelaksanaan
proses pembelajaran. Mengajar di
depan kelas merupakan perwujudan interaksi dalam proses komunikasi. Sedangkan
kompetensi sosial guru dianggap sebagai salah satu daya atau kemampuan guru
untuk mempersiapkan siswa menjadi anggota masyarakat yang baik serta kemampuan
untuk mendidik dan membimbing masyarakat dalam menghadapi masa yang akan
datang.[10] Selain itu, guru dapat menciptakan belajar yang nyaman. Dapat disimpulkan bahwa berkaitan dengan pelaksanaan proses
pembelajaran, guru di tuntut untuk memiliki kompetensi sosial. Dalam melakukan
pendekatan dengan siswa guru harus memperhatikan bagaimana berkomunikasi dan
berinteraksi dengan siswa. Dengan demikian, guru akan di teladani oleh siswa.
a. Karakteristik Guru yang Memiliki Kompetensi
Sosial
Setelah
pemaparan pengertian kompetensi sosial guru di atas, maka perlu diketahui
karakteristik dari kompetensi soaial guru. Suharsimi Arikunto mengemukakan,
kompetensi sosial mengharuskan guru memiliki kemampuan komunikasi dengan siswa. Di bawah ini akan diuraikan
beberapa pendapat mengenai karakteristik guru yang memiliki kompetensi sosial
yang. Menurut Musaheri, karakteristik
guru yang memiliki kompetensi sosial adalah berkomunikasi secara santun dan
bergaul secara efektif.
1) Berkomunikasi secara santun
Made Pidarta
dalam bukunya Landasan Kependidikan, menuliskan pengertian komunikasi adalah
proses penyampaian pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain atau
sekelompok orang. Ada sejumlah alat yang dapat dipakai mengadakan komunikasi.
Alat dimaksud adalah sebagai berikut:
·
Melalui pembicaraan dengan segala macam nada
seperti berbisik-bisik, halus, kasar, dan keras bergantung kepada tujuan
pembicaraan dan sifat orang yang berbicara.
·
Melalui mimik, seperti raut muka, pandangan, dan
sikap.
·
Dengan lambang, contohnya ialah bicara isyarat
untuk orang tuna rungu, menempelkan telunjuk di depan mulut, menggelengkan
kepala, menganggukkan kepala, membentuk huruf “O” dengan tujuan dengan tangan
dan sebagainya.
·
Dengan alat-alat, yaitu alat-alat eletronik, seperti
radio, televisi, telepon dan sejumlah media cetak seperti, buku, majalah, surat
kabar, brosur, dan sebagainya.
Empat alat di
atas bisa digunakan guru ketika proses pembelajaran berlangsung. Dengan
adanya komunikasi dalam pelaksanaan proses pembelajaran berarti bahwa guru
memberikan dan membangkitkan kebutuhan sosial siswa. Siswa akan merasa bahagia
karena adanya perhatian yang diberikan guru sehingga dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa. Eggen dan Kauchack sebagaimana dikutip
oleh Zuna Muhammad dan Salleh Amat dan dikutip kembali oleh Suparlan
mengatakan, bahwa kemahiran berkomunikasi meliputi tiga hal yaitu,
·
model guru; sebagai orang yang tingkahlakunya
mempengaruhi sikap danperilaku siswa.
·
Kepedulian atau empati guru; empati berarti guru
harus memahami orang lain dari perspektif yang bersangkutan dan guru dapat
merasa yangdirasakan oleh siswa.
·
Harapan
Dalam buku
Quantum Teaching disebutkan prinsip komunikasi ampuh yaitu, menimbulkan kesan,
mengarahkan fokus, spesifik, dan inklusif.
v Menimbulkan
Kesan
Guru dituntut
kreatif memanfaatkan kemampuan otak sebagai tempat menimbulkan kesan. Maka,
menjadi penting sekali bagi guru untuk menentukan kata yang tepat dalam
memberikan penjelasan kepada siswa. Oleh karena itu, sebaiknya guru menyusun
perkataan yang komunikatif agar memberi kesan yang dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa. Misalnya,
Pembentukan
kesan pertama terhadap orang lain memiliki 3 kunci utama. Pertama, mendengar
tentang kepribadian orang itu sebelumnya. Kedua, menghubungkan perilaku orang
itu dengan cerita-cerita yang pernah didengar. Ketiga, mengaitkan dengan latar
belakang situasi pada waktu itu. Maka
dari itu, dalam pelaksanaan proses pembelajaran, guru memperhatikan hal ini.
Guru harus mampu memberi kesan pertama yang positif dan tetap untuk hari-hari
berikutnya. Sehingga motivasi belajar siswa dapat tetap terjaga.
v Mengarahkan
fokus
Mengarahkan
fokus siswa merupakan langkah ke dua yang menuntut guru untuk memusatkan
perhatian siswa dalam mengingat pelajaran yang telah disampaikan sebelumnya.
Misalnya, “Anak-anak, kemarin kita sudah belajar tentang 9 hal yang disunahkan
ketika berpuasa. Bersiaplah untuk menyebutkannya jika Ibu menunjuk kalian.”
Maka dengan cepat siswa akan berusaha untuk mengingat penjelasan guru tersebut.
v Inklusif
Guru juga
harus memilih kata secara inklusif, komunikatif, dan mengajak siswa untuk
berperan aktif seperti, “Mari kita….”
v Spesifik
Guru juga
harus menggunakan bahasa yang spesifik dengan jumlah kata yang sedikit atau
hemat bahasa. Hal tersebut bertujuan agar siswa dapat memahami penjelasan guru
dengan baik dan benar. Dengan
demikian, dapat diketahui bahwa guru perlu memperhatikan hal-hal di atas agar
pelaksanaan proses pembelajaran berlangsung maksimal dan tidak memunculkan
suasana yang membosankan yang dapat berpengaruh negatif terhadap siswa. Berkaitan dengan komunikasi secara santun,
Les Giblin menawarkan 5 cara termpil untuk melakukan komunikasi sebagai
berikut:
·
Ketahuilah apa yang ingin anda katakan
·
Katakanlah dan duduklah
·
Pandanglah pendengar
·
Bicarakan apa yang menarik minat pendengar
·
Janganlah berusaha membuat sebuah pidato
Guru dapat
menggunakan 5 cara di atas dalam berkomunikasi dengan siswa. Siswa akan merasa
aman dan tenang dalam belajar, dengan adanya guru yang dapat mengerti kondisi
siswa.
·
Bergaul secara efektif
Menurut
Musaheri, bergaul secara efektif mencakup mengembangkan hubungan secara efektif
dengan siswa yang memiliki ciri; mengembangkan hubungan dengan prinsip saling
menghormati, mengembangkan hubungan berasakan asah, asih, dan asuh. Sedangkan
ciri bekerja sama dengan prinsip ketebukaan, saling memberi dan menerima. Dari pernyataan di atas, jelas bahwa dalam
pelaksanaan proses pembelajaran, guru memang harus memperhatikan pergaulan yang
efektif dengan siswa. Hal tersebut dapat memotivasi siswa untuk lebih giat
belajar. Sedangkan menurut Rubin Adi
Abraham kompetensi sosial guru memiliki ciri diantaranya, memiliki pengetahuan
tentang hubungan antar manusia, menguasai psikologi sosial, dan memiliki
keterampilan bekerjasama dalam kelompok. memiliki
pengetahuan tentang hubungan antar manusia. Telah disinggung sebelumnya bahwa guru harus memiliki pengetahuan
antar manusia. Hal ini terkadang disebut dengan interaksi sosial. Menurut H.
Bonner sebagaimana dikutip oleh H. Ahmadi bahwa interaksi sosial adalah suatu
hungan antar dua individu atau lebih dimana kelakuan individu yang satu
mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan incividu yang lain dari
sebaliknya. Abu Ahmadi menambahkan,
bahwa pelaksanaan interaksi sosial dapat dijalankan melalui:
·
Imitasi (peniruan)
·
Sugesti (memberi pengaruh) yaitu suatu proses
dimana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman
tingkahlaku dari orang lain tanpa kritik lebih dulu.
·
Identifidasi yaitu keinginan untuk menyamakan
atau menyesuaikan diri terhadap sesuatuyang dianggap mempunyai keistimewaan.
·
Simpati (seperasaan) yaitu tertariknya orang
satu terhadap orang lain. Simpati ini timbul tidak atas dasar logis rasional
melainkan berdasarkan penilaian perasaan.
Empat hal di
atas terjadi dalam pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah. Siswa akan
senantiasa berusaha meniru sikap dan tingkah laku yang ada pada guru. Sehingga
guru juga perlu tahu bentuk-bentuk interaksi sosial sebagai berikut. Demikianlah
kriteria yang harus dimiliki oleh guru yang memiliki kompetensi sosial. Penulis
sendiri menambhakan bahwa selain karakteristik yang disebutkan oleh Musaheri
dan Rubin Adi, gurujuga harus memiliki kemampuan memberikan umpan balik kepada siswa dan turun tangan langsung ketika
siswa mengalami masalah.
3. KOMPETENSI PROFESIONAL GURU
A. Pengertian Kompetensi profesional
Kompetensi profesional adalah kemampuan
guru untuk menguasai masalah akademik yang sangat berkaitan dengan pelaksanaan
proses belajar mengajar sehingga kompetensi ini dimiliki guru dalam menjalankan
tugasnya sebagai pendidik dan pengajar. Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional No. 045/4/2002 menyebutkan kompetensi sebagai
seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggunjawab dalam melaksanakan
tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu. Jadi
kompetensi guru dapat dimaknai sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggungjawab dalam melaksanakan
tugas sebagai agen pembelajaran.
Menurut broke dan stone,
kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan
kewajiban-kewajiban secara bertanggungjawab dan layak. Kompetensi merupakan
gambaran hakikat dari perilaku guru yang tampak sangat berarti Menurut Nana Sudjana kompetensi guru
dapat dibagi menjadi tiga bidang yaitu:
·
Kompetensi
bidang kognitif yaitu kemampuan intelektual seperti penguasaan mata pelajaran,
pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan mengenai belajar dan tingkah
laku individu, pengetahuan tentang bimbingan dan penyuluhan, pengetahuan
tentang administrasi kelas, evaluasi belajar siswa, pengetahuan tentang
kemasyarakatan serta pengetahuan umum lainnya.
·
Kompetensi
bidang sikap, artinya kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai hal yang
berkenaan dengan tugas dan profesinya. Misalnya sikap menghargai pekerjaan yang
dibinanya, memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil pekerjaannya.
·
Kompetensi
perilaku atau performance artinya kemampuan guru dalam berbagai keterampilan
atau berperilaku, seperti keterampilan mengajar, membimbing, menilai,
menggunakan alat bantu pengajaran, berkomunikasi dengan siswa, keterampilan
menyusun persiapan atau perencanaan mengajar.
Ketiga
kompetensi di atas tidak berdiri sendiri tetapi saling berhubungan dan saling
mempengaruhi dan mendasari satu sama lain. Dari
kompetensi tersebut, jika ditelaah secara mendalam, maka hanya mencakup dua
bidang kompetensi yang pokok bagi guru, yaitu kompetensi guru yang banyak
hubungannya dengan usaha meningkatkan proses dan hasil belajar dapat diguguskan
ke dalam empat kemampuan yakni:
Merencanakan program
belajar mengajar.
·
Melaksanakan
dan memimpin atau mengelola proses belajar mengajar.
·
Menilai
kemajuan proses belajar mengajar.
·
Menguasai
bahan pelajaran dalam pengertian bahan pelajaran yaitu bidang studi atau mata
pelajaran yang dipegangnya.
Kemampuan-kemampuan
yang disebutkan dalam empat komponen di atas merupakan kemampuan yang
sepenuhnya harus dikuasai guru yang bertaraf profesional, untuk mempertegas dan
memperjelas kemampuan tersebut, berikut ini akan dibahas satu persatu.
·
Kemampuan
merencanakan program belajar mengajar
Sebelum
merencanakan belajar mengajar, guru terlebih dahulu mengetahui arti dan tujuan
perencanaan tersebut dan menguasai secara teoritis dan praktis unsur-unsur yang
terkandung di dalamnya, adapun makna dari perencanaan program belajar mengajar
adalah suatu proyeksi atau perkiraan guru mengenai kegiatan yang harus
dilakukan oleh siswa selama pengajaran itu berlangsung. Dan tujuannya adalah
sebagai pedoman guru dalam melaksanakan praktek atau tindakan mengajar.
·
Melaksanakan
kegiatan belajar mengajar.
Dalam
proses belajar mengajar ini kegiatan yang harus dilaksanakan adalah menumbuhkan
dan menciptakan kegiatan siswa-siswa dengan rencana yang telah disusun.
Adapun yang termasuk dalam pengetahuan proses belajar mengajar meliputi prinsip-prinsip mengajar keterampilan hasil belajar siswa, penggunaan alat bantu dan keterampilan-keterampilan memilih dan menggunakan strategi atau pendekatan mengajar. Dan kemampuan ini dapat diperoleh melalui pengalaman langsung.
Adapun yang termasuk dalam pengetahuan proses belajar mengajar meliputi prinsip-prinsip mengajar keterampilan hasil belajar siswa, penggunaan alat bantu dan keterampilan-keterampilan memilih dan menggunakan strategi atau pendekatan mengajar. Dan kemampuan ini dapat diperoleh melalui pengalaman langsung.
·
Memiliki
kemampuan proses belajar mengajar.
Dalam
menilai kemampuan dan kemajuan proses belajar mengajar guru harus dapat menilai
kemajuan yang dicapai oleh siswa yang meliputi bidang kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Kemampuan penilaian ini dapat dikatakan dalam dua bentuk yang
dilakukan melalui pengamatan terus menerus tentang perubahan kemajuan yang
dicapai siswa. Sedangkan penilaian dengan cara pemberian skor, angka atau
nilai-nilai yang bisa dilakukan dalam rangka penilaian hasil belajar siswa.
·
Menguasai
bahan pelajaran.
Secara
jelas, konsep-konsep yang harus dikuasai oleh guru dalam penguasaan bahan
pelajaran ini telah tertuang dalam kurikulum, khususnya Garis-garis Besar
Program Pengajaran (GBPP) yang disajikan dalam bentuk pokok bahasan dan sub
pokok bahasan. Dan uraiannya secara mendalam dituangkan dalam bentuk buku paket
dari bidang studi yang bersangkutan. Dari
beberapa uraian di atas menunjukkan betapa pentingnya penguasaan kompetensi
bagi guru yang profesional, karena hal tersebut sangat berpengaruh dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan itu
sendiri. Dalam pemikiran
tentang peningkatan kualitas guru melalui profesionalisasi dimulai Proyek
Pengembangan Pendidikan
Guru
(P3G) pada tahun 1979. P3G berhasil merumuskan 3 kemampuan kompetensi penting
yang harus dimiliki oleh seorang guru yang profesional. Ketiga kompetensi
tersebut adalah kompetensi profesional, kompetensi personal, dan kompetensi
sosial. Sebagaimana dijabarkan oleh Suharsimi Arikunto mengenai tiga kompetensi
tersebut antara lain:
·
Kompetensi
profesional, artinya bahwa guru memiliki pengetahuan yang luas serta dalam
tentang subjec matter (bidang studi) yang akan diajarkan, serta penguasaan
metodologis dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoritik, mampu memilih
metode yang tepat, serta mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar.
·
Kompetensi
personal, artinya bahwa guru harus memiliki sikap kepribadian yang mantap,
sehingga mampu menjadi sumber intensifikasi bagi subyek. Artinya lebih
terperinci adalah bahwa ia memiliki kepribadian yang patut diteladani.
·
Kompetensi
sosial32 artinya bahwa guru harus memiliki kemampuan berkomuniksai sosial, baik
dengan murid-muridnya maupun dengan sesama teman guru, dengan kepala madrasah,
dengan pegawai tata usaha dan anggota masyarakat di lingkungannya.
Pada dasarnya
terdapat seperangkat tugas yang harus dilaksanakan oleh guru berhubungan dengan
profesinya sebagai pengajar, tugas guru ini sangat berkaitan dengan kompetensi
profesionalnya. Hakikat profesi guru merupakan suatu profesi, yang berarti
suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat
dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan. Walaupun pada
kenyataannya masih terdapat hal-hal tersebut di luar bidang kependidikan. Ciri
seseorang yang memiliki kompetensi apabila dapat melakukan sesuatu, hal ini
sesuai dengan pendapat Munandar bahwa, kompetensi merupakan daya untuk
melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Pendapat
ini, menginformasikan dua faktor yang mempengaruhi terbentuknya kompetensi,
yakni ;
·
Faktor bawaan, seperti bakat, dan
·
Faktor latihan, seperti hasil belajar.
Menurut Soedijarto, Guru yang
memiliki kompetensi profesional perlu menguasai antara lain :
·
Disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan
pelajaran,
·
Bahan ajar yang diajarkan,
·
Pengetahuan tentang karakteristik siswa.
·
Pengetahuan tentang filsafat dan tujuan
pendidikan, (e) pengetahuan serta penguasaan metode dan model mengajar,
·
Penguasaan terhadap prinsip-prinsip teknologi
pembelajaran.
·
Pengetahuan terhadap penilaian, dan mampu
merencanakan, memimpin, guna kelancaran proses pendidikan.
Tuntutan atas
berbagai kompetensi ini mendorong guru untuk memperoleh informasi yang dapat
memperkaya kemampuan agar tidak mengalami ketinggalan dalam kompetensi
profesionalnya. Semua hal yang disebutkan diatas merupakan hal yang dapat
menunjang terbentuknya kompetensi guru. Dengan kompetensi profesional tersebut,
dapat diduga berpengaruh pada proses pengelolaan pendidikan sehingga mampu
melahirkan keluaran pendidikan yang bermutu. Keluaran yang bermutu dapat
dilihat pada hasil langsung pendidikan yang berupa nilai yang dicapai siswa dan
dapat juga dilihat dari dampak pengiring, yakni dimasyarakat. Selain itu, salah
satu unsur pembentuk kompetensi profesional guru adalah tingkat komitmennya
terhadap profesi guru dan didukung oleh tingkat abstraksi atau kemampuan
menggunakan nalar. Guru yang rendah tingkat komitmennya,
ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut ;
·
Perhatian yang disisihkan untuk memerhatikan
siswanya hanya sedikit.
·
Waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk
melaksanakan tugasnya hanya sedikit.
·
Perhatian utama guru hanyalah jabatannya.
Sebaliknya, guru yang mempunyai
tingkatan komitmen tinggi, ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut :
·
Perhatiannya terhadap siswa cukup tinggi.
·
Waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk
melaksanakan tugasnya banyak.
·
Banyak bekerja untuk kepentingan orang lain.
Kompetensi
guru berkaitan dengan profesionalisme, yaitu guru yang profesional adalah guru
yang kompeten (berkemampuan). Karena itu, kompetensi profesionalisme guru dapat
diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi
keguruannya dengan kemampuan tinggi. Profesionalisme seorang guru merupakan
suatu keharusan dalam mewujudkan sekolah berbasis pengetahuan, yaitu pemahaman
tentang pembelajaran, kurikulum, dan perkembangan manusia termasuk gaya
belajar. Pada umumnya di sekolah-sekolah yang memiliki guru dengan kompetensi
profesional akan menerapkan “pembelajaran dengan melakukan” untuk menggantikan
cara mengajar dimana guru hanya berbicara dan peserta didik hanya mendengarkan.
Dalam suasana
seperti itu, peserta didik secara aktif dilibatkan dalam memecahkan masalah,
mencari sumber informasi, data evaluasi, serta menyajikan dan mempertahankan
pandangan dan hasil kerja mereka kepada teman sejawat dan yang lainnya.
Sedangkan para guru dapat bekerja secara intensif dengan guru lainnya dalam
merencanakan pembelajaran, baik individual maupun tim, membuat keputusan
tentang desain sekolah, kolaborasi tentang pengembangan kurikulum, dan
partisipasi dalam proses penilaian. Kompetensi
profesional seorang guru adalah seperangkat kemampuan yang harus dimiliki oleh
seorang guru agar ia dapat melaksanakan tugas mengajarnya dengan berhasil.
Adapun kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, terdiri dari 3 (tiga)
yaitu ; kompetensi pribadi, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional
mengajar. Keberhasilan guru dalam menjalankan profesinya sangat ditentukan oleh
ketiganya dengan penekanan pada kemampuan mengajar. Dengan demikian, bahwa untuk
menjadi guru profesional yang memiliki akuntabilitas dalam melaksanakan ketiga
kompetensi tersebut, dibutuhkan tekad dan keinginan yang kuat dalam diri setiap
guru atau calon guru untuk mewujudkannya. Sebagai seorang guru perlu mengetahui
dan menerapkan beberapa prinsip mengajar agar seorang guru dapat melaksanakan
tugasnya secara profesional, yaitu sebagai berikut :
·
Guru harus dapat membangkitkan perhatian peserta
didik pada materi mata pelajaran yang diberikan serta dapat menggunakan
berbagai media dan sumber belajar yang bervariasi.
·
Guru harus dapat membangkitkan minat peserta
didik untuk aktif dalam berpikir serta mencari dan menemukan sendiri
pengetahuan.
·
Guru harus dapat membuat urutan (sequence) dalam
pemberian pelajaran dan penyesuaiannya dengan usia dan tahapan tugas
perkembangan peserta didik.
·
Guru perlu menghubungkan pelajaran yang akan
diberikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik (kegiatan
apersepsi), agar peserta didik menjadi mudah dalam memahami pelajarannya yang
diterimanya.
·
Sesuai dengan prinsip repitisi dalam proses
pembelajaran, diharapkan guru dapat menjelaskan unit pelajaran secara
berulang-ulang hingga tanggapan peserta didik menjadi jelas.
·
Guru wajib memerhatikan dan memikirkan korelasi
atau hubungan antara mata pelajaran dan/atau praktik nyata dalam kehidupan
sehari-hari.
·
Guru harus tetap menjaga konsentrasi belajar
para peserta didik dengan cara memberikan kesempatan berupa pengalaman secara
langsung, mengamati/meneliti, dan menyimpulkan pengetahuan yang didapatnya.
·
Guru harus mengembangkan sikap peserta didik
dalam membina hubungan sosial, baik dalam kelas maupun diluar kelas.
·
Guru harus menyelidiki dan mendalami perbedaan
peserta secara individual agar dapat melayani siswa sesuai dengan perbedaannya
tersebut.
·
Guru juga dapat melaksanakan evaluasi yang
efektif serta menggunakan hasilnya untuk mengetahui prestasi dan kemajuan siswa
serta menggunakan hasilnya untuk mengetahui prestasi dan kemajuan siswa serta
dapat melakukan perbaikan dan pengembangan.
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang berkembang pesat, guru tidak lagi hanya bertindak sebagai penyaji informasi, tetapi juga harus mampu bertindak sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencari dan mengolah sendiri informasi. Dengan demikian keahlian guru harus terus dikembangkan dan tidak hanya terbatas pada penguasaan prinsip mengajar seperti yang telah diuraikan diatas.
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang berkembang pesat, guru tidak lagi hanya bertindak sebagai penyaji informasi, tetapi juga harus mampu bertindak sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencari dan mengolah sendiri informasi. Dengan demikian keahlian guru harus terus dikembangkan dan tidak hanya terbatas pada penguasaan prinsip mengajar seperti yang telah diuraikan diatas.
Bertitik tolak
dari pendapat para ahli tersebut diatas, maka yang dimaksud “Kompetensi
Profesionalisme Guru” adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus
dalam bidangnya sehingga ia mampu menjalankan tugas dan fungsinya sebagai
seorang guru dengan hasil yang baik. Dengan bertitik tolak pada
pengertian-pengertian diatas, kompetensi guru profesional adalah orang yang
memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu
melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Dalam melaksanakan kewenangan
profesionalnya, guru dituntut memiliki kemampuan atau kompetensi yang beraneka
ragam.
Persyaratan profesional diantaranya :
1. Menuntut
adanya keterampilan
2. Menekankan
pada suatu keahlian bidang tertentu
3. Menuntut
adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai
4. Adanya
kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari profesinya
5. Memungkinkan
perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan
6. Memiliki
kode etik
7. Memiliki
objek layanan yang tetap yaitu peserta didik
8. Diakui
oleh masyarakat
Atas dasar persyaratan tersebut, bisa
diambil kesimpulan bahwa jabatan profesional harus ditempuh melalui jenjang
pendidikan yang khusus ditempuh melalui jenjang pendidikan yang khusus
mempersiapkan jabatan tersebut.
B. Jenis-jenis
Kompetensi Guru Profesional
Kompetensi guru profesional mencakup
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan
kompetensi sosial. Berikut akan diuraikan lebih jauh tentang
kompetensi-kompetensi tersebut.
1.
Kompetensi
pedagogik
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan
mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap evaluasi
didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya. Disini ada 4
subkompetensi yang harus diperhatikan guru, yaitu memahami peserta didik,
merancang pembelajaran, melaksanakan evaluasi dan mengembangkan peserta didik. Sementara itu, merancang pembelajaran
dimaksudkan guru harus mampu membuat RPP dan kemudian bisa mengaplikasikan
rancangan itu dalam proses pembelajaran sesuai alokasi waktu yang sudah
ditetapkan. Di samping itu guru harus mampu melakukan evaluasi.
Mengembangkan peserta didik bermakna
bahwa guru mampu memfasilitasi peserta didik di dalam mengembangkan potensi
akademik dan non akademik yang dimilikinya.
2. Kompetensi
Kepribadian
Kompetensi Kepribadian yaitu kemampuan
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan
bagi peserta didik dan berahlak mulia. Subkompetensi
mantap dan stabil memiliki indikator yang esensial yaitu : bertindak sesuai
hukum, norma sosial, bangga menjadi guru dan memiliki konsistensi dalam
bertindak dan bertutur. Guru
dewasa akan menampilkan kemandirian dalam bertindak dan memiliki etos kerja
yang tinggi.Guru yang arif akan mampu melihat manfaat pembelajaran bagi peserta
didik, sekolah dan masyarakat, menunjukkan sikap terbuka dalam berfikir dan
bertindak. Berwibawa mengandung makna bahwa guru memiliki perilaku yang
berpengaruh positif terhadap peserta didik dan perilaku yang disegani. Yang paling utama dalam kepribadian
guru adalah berahlak mulia, ia dapat menjadi teladan bertindak sesuai norma
agama (iman, takwa, jujur, ikhlas, suka menolong serta memiliki perilaku yang
dapat dicontoh).
3. Kompetensi
Profesional
Kompetensi Profesional merupakan
kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang
memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang
ditetapkan dalam standar nasional pendidikan. Guru
harus memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang koheren dengan materi
ajar. Memahami hubungan
konsep antara mata pelajaran terkait dan menerapkan konsep-konsep keilmuan
dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, guru juga harus menguasai
langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan dan
materi bidang studi.
4. Kompetensi
Sosial
Kompetensi Sosial merupakan pendidik
sebagai bagian dari masyarakat, untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif
dengan peserta didik, sesama pendidik dan masyarakat sekitar. Guru tidak bisa
bekerja sendiri tanpa memperhatikan lingkungannya. Ia harus sadar sebagai
bagian tak terpisahkan dari masyarakat akademik tempat ia mengajar maupun
dengan masyarakat luas. Ia harus memiliki kepekaan lingkungan dan secara terus
menerus berdiskusi dengan teman sejawat dalam memecahkan persoalan pendidikan. Guru yang jalan sendiri tidak akan
berhasil apalagi kalau dia menjaga jarak dengan peserta didik. Dia harus sadar
bahwa interaksi guru dengan siswa mesti terus dihidupkan agar suasana belajar
hangat dan harmonis. Keempat kompetensi di
atas merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Masing-masing
bukanlah hal yang berdiri sendiri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian yang sudah dikemukakan di atas dapat
disimpulkan bahwa seorang guru yang profesional adalah seorang yang memiliki
kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan
tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Atau dengan kata
lain, guru profesional adalah orang yang terdiri dan terlatih dengan baik
maksudnya bukan hanya memperoleh pendidikan formal tetapi juga harus menguasai
berbagai strategi atau teknik di dalam kegiatan belajar mengajar serta
menguasai landasan-landasan kependidikan seperti yang tercantum dalam sepuluh
kompetensi guru serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya.
B. Saran-Saran
Semoga makalah yang kami sajikan dapat menambah wawasan
dan pengetahuan bagaimanakah kualitas profesionalisme guru yang kita miliki.
Dan bermanfaat dalam upaya pengembangan profesi dalam meningkatkan kualitas
pengajaran yang kita laksanakan sebagai kunci keberhasilan pendidikan. Hendaknya
seorang guru menjadikan jabatannya sebagai pekerjaan profesional uang selalu
ditekuni sampai akhir hayatnya dan bukan hanya sekedar pelarian belaka karena
belum mendapat pekerjaan lain yang lebih menjanjikan.
DAFTAR PUSTAKA
Drs.
H. Martini Yamin, M.Pd, Profesionalisasi
Guru dan Implementasi KTSP di Lengkapi UU No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
Uzer
Usman, Moh, Drs, 2003, Menjadi Guru
Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar